BAB 48 - Hari Bahagia

1.6K 138 0
                                    

Merayakan kehamilan Sang Ratu, Raja Akkadiamadjantara-Hartigan Ttalaka Badjradakkawirya mengadakan jamuan makan malam dan pesta dansa bagi semua rakyatnya dan tamu undangan dari luar kerajaan. Berita itu dengan cepat tersebar, apalagi di kediaman Abrata, di Batavia.

Semua bangsawan elit Batavia berlomba-lomba menjahit baju mereka di rumah mode Anna Gantie untuk menjahit baju terbaik dari kain terbaik di Batavia. Seluruh debutan, terutama yang belum juga mendapatkan pelamar bagi mereka, merasa sangat bersemangat, karena pasti seluruh anggota kerajaan bukan hanya dari Akkadiamadjantara tetapi seluruh anggota kerajaan yang berada di Hindia Belanda akan turut hadir. Mereka harus berlomba untuk mendapatkan raja muda, pangeran atau bahkan raden mas, atau siapa saja yang terpenting mereka anggota kerajaan.

Sama halnya dengan Keumala Saad yang begitu bersemangat memasuki rumah mode Anne Gantie untuk mengukur tubuhnya. Dia memilih kain sutra terbaik yang dikirimkan dari Sengkang ke Batavia, mengusapnya dan merasakan kelembutannya. Ketika ia ingin mengambil kain itu, Teressa Tan lebih dulu menariknya sehingga kain sutra terbaik itu menjadi miliknya.

"Nona Tan, aku yang memegangnya terlebih dahulu," sentak Keumala menarik kainnya.

"Aku yang mengambilnya terlebih dahulu, Nona Saad."

Keumala tidak tinggal diam, ia terus menarik kainnya sampai sikunya mengenai etalase dan menjatuhkan patung kayu di sana dan membelahnya menjadi dua.

"Apa yang terjadi?!" seru Madam Anne sangat terkejut menyaksikan etalasenya yang ... jatuh berantakan.

Madam Anne sangat lemas dan tubuhnya lunglai. Tetapi dengan sigap Haniya menahannya. "Madam Anne, kamu baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

"Maafkan aku Madam Anne, ini semua salah dia!" tunjuk Teressa Tan kepada Keumala yang membulatkan matanya.

"Bagaimana bisa itu salahku? Kamu yang merebut sutra ini dari tanganku!" balas Keumala tidak mau kalah.

"Kamu pikir kamu bisa membeli sutra ini, Nona Saad? Kebayamu yang sekarang pasti kebaya bekas kakakmu bukan?"

Keumala terdiam, pandangannya perlahan menunduk, semua orang yang berada di rumah mode Anne Gantie saling berbisik. Memang benar, Keumala memakai kebaya bekas kakaknya, tapi apa itu salah?

"Nona Tan, sebaiknya kamu membayar sutra itu segera. Sebelum aku yang merebutnya darimu," ucap Haniya lembut tetapi Terresa Tan merasa kecil di depan Nyonya Abrata itu.

"Tidak, Nyonya Abrata. Kamu bisa memilikinya." Teressa menjulurkan kain itu kepada Haniya dan segera pergi dari sana menuju tempat ibunya.

"Madam Anne, aku akan membeli sutra ini." Haniya membayarnya kepada Anne Gantie. Ia menyentuh pundak Keumala yang masih terdiam di tempatnya, ia masih malu dengan perkataan Teressa Tan tadi.

"Nona Saad?" sapanya hangat. "Bisakah kamu ikut denganku?" tanyanya dengan penuh kasih sayang.

Keumala menengadahkan pandangannya dan mengangguk. "Aku akan memanggil kakakku terlebih dahulu."

Haniya menunggu keduanya di depan kereta kudanya. Ia menatap kedua perempuan yatim piatu itu dengan senyum keibuannya.

"Nyonya Abrata," sapa Agnia sopan.

"Nona Saad," balas Haniya. "Maukah kamu ikut aku ke rumahku? Ada sesuatu yang ingin aku berikan kepada kalian."

Mereka sampai di kediaman Abrata, Keumala dengan semangat mengikuti Nyonya rumah itu membawanya ke ruangan yang penuh kain-kain sutra dari Sengkang yang pernah ia beli. "Kamu boleh memilihnya, Nona Saad. Aku tahu kamu tidak salah, seharusnya kamu yang memiliki kain ustra ini. Tetapi ku pikir aku memiliki motif sutra yang lebih baik dari ini, maka dari itu aku membawamu ke sini."

Agnia menatap dengan kagum rumah besar milik keluarga Abrata. Sekaya apa mereka sehingga dapat membangun rumah seperti orang eropa. Agnia sibuk mengedarkan pandangannya sampai ia tidakk sadar telah berada di tengah ruangan dan sikunya menyenggol vas bunga antic yang di letakkan di atas meja besar. Disaat yang bersamaan, Abrata Caiden baru saja keluar dari ruang musiknya.

Agnia menatap Caiden dengan takut. "Tuan Abrata, maafkan aku. Aku tidak sengaja."

"Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Caiden penuh intimidasi.

Suara itu membuat Haniya dan Keumala mendatangi mereka. Keumala menggelengkan kepalanya, apa yang telah kakaknya lakukan?

"Mama siapa dia?" tunjuk Caiden kepada Agnia.

"Nona Saad, Caiden. Apa kamu lupa?" Haniya menatap anaknya heran. Bukankah ia pernah menyuruh Caiden untuk mengenal Keumala Saad, setidaknya ia juga mengenali kakanya Keumala Saad.

"Aku Aghnia Saad, Tuan Abrata. Maafkan aku atas kecerobohanku."

***

BERSAMBUNG

Raden Mas Dan Aku-Tamat | Abrata Series #01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang