Chapter 3

2K 342 29
                                        

Hari minggu telah tiba, tentu kesempatan libur itu dipergunakan Arden untuk berkumpul bersama keluarganya di rumah. Pergi ke luar pun terasa percuma karena kemarin Liora sudah berangkat ke Bali. Begitu pula halnya dengan ia yang malas nongkrong bersama teman-temannya.

Arden melangkahkan kaki memasuki ruang makan dengan bersikap sebiasa mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia tahu kalau sejak tadi Aila meliriknya. Beruntung adiknya itu tidak mengadukan perbuatannya pada orang tua mereka. Ya, walaupun ada timbal balik yang harus dirinya lakukan untuk sang adik. Termasuk i-phone terbaru yang menjadi sasaran Aila.

"Ayo sarapan dulu, Bang," ajak Fira yang dibalas anggukan sang anak. Arden pun mengambil tempat duduk di samping Aila yang kedapatan sedang memutar bola matanya malas.

"Kalian berdua kenapa sih?" tanya Kafka kebingungan. Pasalnya kedua anaknya itu sejak tadi saling lirik seolah ada yang dibicarakan lewat tatapan mata.

"Iya ya, Mas. Apalagi Aila jadi pendiem deh beberapa hari ini."

Aila merutuki ucapan mamanya, ia memang tak banyak bicara gara-gara takut dengan tanpa sengaja telah membocorkan rahasia kakaknya.

"Hp kamu juga baru deh, kayaknya. Abangmu yang beliin?" tanya Kafka lagi seraya melirik ponsel sang anak yang langsung Aila simpan ke atas pangkuan.

"Hehe, Abang sendiri yang mau kok, Pa. Aila cuma minta secara alus doang. Nggak maksa padahal," cengirnya seraya mengedipkan mata pada Arden. Jelas saja Arden akan menuruti semua keinginannya, karena kartu AS milik sang kakak berada di tangannya.

"Dasar kamu ini! Ponsel yang dulu padahal masih baru loh."

Arden menoleh saat Aila mencubit perutnya seolah meminta pertolongan. Sebagai kakak yang baik ia pun melakukannya. Padahal nyatanya hanya untuk menyelamatkan rahasianya.

"Nggak apa-apa kok, Pa. Hitung-hitung hadiah buat Aila. Soalnya udah jadi mahasiswi dengan IP tertinggi semester ini," sahut Arden beralasan. Ia juga mengacak rambut Aila dengan senyum menghiasi bibir. Yang mana adiknya balas dengan cengiran.

"Ya sudahlah. Ayo habiskan sarapan kalian dulu. Oh ya, sekalian nanti kamu jemput Alena ya, Bang. Soalnya Alena mau nginep di sini."

"Kak Alena mau nginep, Ma? Tumben?"

"Tau sendiri 'kan, Kakak sepupumu itu paling takut sama yang namanya gelap apalagi sendirian."

"Emangnya Om Raihan sama Tante Lidya ke mana, Ma?" Setelah tadi Aila, kini Arden yang bertanya. Ia tahu kalau kakek dan neneknya sedang mengunjungi keluarga jauh yang sedang sakit di luar kota.

"Om kamu lagi ada perjalanan bisnis ke Nusa tenggara. Nah Tante kamu juga ikut sekalian liburan katanya. Sementara Alena nggak bisa ikut dong, soalnya dia 'kan besok harus kerja lagi," sahut Fira menjelaskan.

"Oh ya udah, nanti Abang jemput," sahut Arden yang dibalas senyuman oleh Fira.

***

Libur seolah memang sudah diciptakan untuk bermalas-malasan. Setelah hampir satu minggu bekerja, hari ini pun Arden lewati dengan tidur sepuasnya. Ya, usai menjemput Alena tadi, ia langsung masuk ke kamar untuk segera beristirahat.

Sekarang jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore kala Arden baru bangun. Perutnya terasa sedikit keroncongan. Sehingga tanpa sempat mencuci muka, Arden pun langsung melangkah menuju dapur.

"Ma," panggil Arden seraya memeluk Fira yang tengah memasak dari belakang. Arden mengernyit ketika menyadari kalau tubuh dalam pelukannya sempat menegang. Hingga kemudian, ia terbelalak saat tahu telah memeluk Alena, bukan mamanya.

Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang