Chapter 5

2.3K 300 62
                                    

Malam sudah semakin larut, tetapi Arden dan Alena masih berada di klub. Sesuai dengan permintaan Alena, Arden hanya menemani sepupunya itu tanpa ikut menyentuh minuman beralkohol agar tetap waras, walaupun sebenarnya ia sangat tergoda untuk meneguknya. Apa jadinya jika nanti ia pun ikut mabuk seperti Alena? Sepupunya itu terus saja meracau dan mengumpati kekasih brengseknya tiada henti.

"Derrel brengsek! Nyesel gue pernah kena tipu sama dia. Mana gue udah pernah diapa-apain sama dia lagi. Aaarrrgghhhsss..."

Sejatinya penyesalan memang selalu datang belakangan. Begitulah, kadang kita perlu merasakannya agar sadar kalau apa yang kita lakukan salah.

"Gue bodoh banget tau, Ar. Gue bodoh karena mau-maunya diajak tidur sama dia. Setelah dapat perawan gue, dia malah sama cewek lain. Dia nyampakin gue gitu aja!"

Tangan Arden mengepal karena ikut merasa marah pada laki-laki yang sudah membuat sepupunya seperti ini. Ia pun mengelus rambut Alena untuk menenangkan wanita itu.

"Lo nggak bodoh kok. Dianya aja yang terlalu licik. Dia manfaatin rasa cinta yang lo punya, Len."

Alena menggelengkan kepalanya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Wanita itu meneguk kembali alkohol yang ada di dalam gelas. Kemudian, ia menelungkupkan wajahnya di meja bar.

"Laki-laki sama aja semuanya brengsek! Nggak orang yang udah bikin gue hadir ke dunia ini. Nggak si Derrel itu. Laki-laki yang bisa gue percaya cuma Papa, Kakek, Om Kafka dan lo doang. Lo nggak boleh nyelingkuhin Liora ya, Ar. Lo harus setia sama dia. Biar gimanapun, lo udah pernah nyentuh dia. Jangan jadi kayak mantan cowok brengsek gue yang malah selingkuh!"

"Iya, Len. Gue nggak akan kayak gitu." Arden membiarkan saja Alena melampiaskan semua rasa sakit hatinya dengan meracau tidak jelas seperti itu. Ia hanya bisa berharap kalau setelah mengungkapkan semuanya, Alena bisa merasa lebih tenang.

"Gue rasanya pengen mati aja!" gumam Alena lirih yang membuat Arden membelalakkan matanya.

"Hush. Lo nggak boleh ngomong gitu. Lo mesti mikirin orang tua lo, Len. Mereka sayang banget sama lo. Ada Kakek, Nenek, orang tua gue, gue, Aila, semuanya sayang sama lo. Lo nggak boleh punya pikiran kayak gitu. Karena bukan cuma lo yang punya masalah. Kita semua sama," sahut Arden menasihati.

"Lo bisa ngomong kayak gitu karena hidup lo sempurna, Ar. Lo sama Liora saling cinta. Coba aja kalian ada di posisi gue. Salah satu dari kalian selingkuh-"

"Gue sama Liora juga ada masalah, Len. Gue pengen dia berhenti dari dunia artisnya, terus kami nikah. Tapi dia nggak mau. Yang bikin gue kesel, dia malah nerima kerjaan yang ada ciumannya segala. Bukan cuma nempel bibir doang, tapi udah saling lumat dan main lidah. Gila sih, dipikir syuting film porno apa! Lo tau nggak gimana perasaan gue?"

"Lo panas 'kan? Lo marah karena cewek lo dicium orang lain?"

"Iyalah. Rasanya gue nggak rela. Dia cewek gue, dan nggak seharusnya disentuh cowok lain meski karena kerjaan. Gue pengen Liora stop jadi artis. Sekarang iya ciuman. Nanti kalo disuruh ngelakuin adegan ranjang gimana? Nggak rela gue."

"Tapi itu cuma scene film 'kan, Ar? Nggak kayak gue yang beneran diselingkuhin. Gue diselingkuhin setelah beberapa waktu lalu diperawanin, Ar. Gue dijadiin pelampiasan hasrat binatangnya doang..."

Keduanya saling mengungkapkan uneg-uneg yang ada di hati. Bukan hanya Alena, tapi Arden juga. Lelaki itu seolah memiliki teman untuk menceritakan bagaimana perasaannya sekarang ini.

"Walaupun scene film, tapi tetap aja sentuhan sama ciumannya beneran. Lagian gue heran, kenapa mesti harus ciuman kayak gitu coba? Bisa 'kan di skip aja?" tanya Arden menahan kesal.

Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang