Chapter 8

2.2K 342 30
                                    

Alena berkata tidak akan ada yang berubah antara dirinya dan Arden. Tetapi ternyata ada, wanita itu jelas-jelas menghindari Arden usai mereka pulang dari Pulau Dewata Bali. Bahkan, ia tak menginap di rumah orang tua Arden lagi dan langsung pulang hari itu juga. Tak peduli jika di rumah ia akan sendirian dan tidak ada siapa-siapa, asalkan dirinya tidak melihat Arden.

Ketidaksengajaan yang Alena dan Arden lakukan sudah jelas membuat persaudaraan mereka merenggang dan tak akan kembali seperti semula. Alena pun sadar akan hal itu. Maka dari itu, ia menjaga jarak dari Arden agar rahasia mereka tetap aman. Sebab, tiap kali melihat Arden, ia malah teringat Liora dan akan langsung merasa bersalah pada kekasih sepupunya itu.

Menyalahkah diri sendiri dan bukan Arden, itulah yang Alena lakukan. Baginya malam itu tak akan terjadi apa-apa antara mereka, jika dirinya tidak nekat mendatangi klub malam. Ya, andai ia tak melampiaskan kekecewaan pada mantan kekasih brengseknya dengan minuman, mungkin hubungannya dan Arden masih sama seperti dulu. Menyenangkan, bukannya merenggang seperti ini.

Setiap kali Arden berkunjung ke rumah di mana Alena tinggal, wanita itu lebih memilih menghabiskan waktu berdiam diri di dalam kamar alih-alih berkumpul bersama keluarga. Saat makan bersama pun, Alena terlihat jelas menghindarinya.

Pernah Arden nekat menemui dan meminta penjelasan secara langsung, Alena malah berkata kalau sebaiknya mereka tidak usah begitu dekat lagi agar tak ada yang curiga. Padahal menurut Arden, interaksi mereka yang canggung dan kaku seperti inilah yang berkemungkinan mengacaukan semuanya. Sebab, seluruh keluarga sudah hafal betul bagaimana watak dan rusuhnya ketika mereka telah berkumpul.

Alena memang sudah mengatakan pada keluarganya kalau wanita itu telah putus dari sang kekasih. Sehingga mungkin mereka menganggap keterdiaman Alena karena hal itu. Padahal nyatanya bukan, Alena begitu tak lain karena sudah pernah tidur bersama Arden, sepupunya sendiri.

"Sayang... Hei. Kok ngelamun sih?"

Arden terkesiap ketika Liora menggoyangkan tangan di depan wajahnya. Ia pun langsung mengusap wajah dan menghela napas berat. Rupanya lagi-lagi ia kedapatan sedang melamun karena memikirkan Alena yang semakin hari kian menjauh darinya.

"Maaf, Sayang. Aku lagi nggak begitu fokus," sahut Arden beralasan. Ia menyentuh tangan Liora kemudian menciumnya.

"Apa yang lagi kamu pikirin sih, Sayang? Udah sering loh aku ngeliat kamu ngelamun begini. Di kantor lagi ada masalah ya? Atau apa?" tanya Liora ingin tahu.

"Bukan apa-apa kok. Aku masih bisa ngatasinnya sendiri. Maaf banget aku udah nyuekin kamu karena melamun. Aku nggak ada maksud gitu, Sayang," sesal Arden.

Liora menghela napas lantas mengangguk. Setelah itu, ia pun menyenderkan wajahnya di bahu Arden. Sekarang ini Liora memang sudah kembali ke Jakarta. Sebab, memang sudah satu bulan berlalu sejak ia syuting di Bali waktu itu.

Ya, satu bulan pula Arden dan Alena sudah melakukannya. Dan selama itu pula Alena menghindarinya. Bukannya bisa melupakan apa yang sudah pernah mereka lakukan, Arden malah selalu teringat karena sikap Alena yang sekarang ini. Ia sangat merasa bersalah pada sepupunya itu. Andai ada yang bisa Arden lakukan untuk mengembalikan keadaan, sudah sejak dulu dirinya lakukan. Namun, sayang sekali ia tak dapat melakukan apa-apa.

Arden mencium puncak kepala Liora dengan rasa bersalah yang kian nyata. Ia memejamkan mata dan berusaha mengusir bayangan kalau ia pernah berhubungan badan dengan Alena.

"Aku cinta banget sama kamu, Sayang. Maaf ya, kalo semisal aku punya salah," bisik Arden cukup pelan. Liora sempat mengernyitkan kening karena tak mengerti. Tetapi kemudian, ia mengangguk dan tersenyum. Arden pun menundukkan wajah lantas mengecup bibir Liora.

Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang