Chapter 18

1.3K 294 51
                                    

Terjaga hingga tengah malam seolah sudah menjadi kebiasaan baru bagi Arden. Laki-laki itu telah berupaya memejamkan mata agar bisa tidur, tapi yang ada matanya masih betah terjaga. Apa perlu dirinya meminum obat tidur dulu baru bisa memejamkan mata?

Lagi dan lagi Arden memikirkan nasib calon anak-anaknya. Semakin hari waktu semakin terus berlalu. Usia kandungan Alena maupun Liora akan semakin bertambah. Itu artinya, pernikahannya dan Liora pun akan semakin dekat.

Arden mengacak rambutnya frustasi lantas meraih ponsel untuk melakukan apa saja agar bisa membuatnya mengantuk. Ia iseng membuka WhatsApp dan mencari kontak Alena. Keningnya mengernyit ketika mendapati Alena online hingga tengah malam seperti ini. Apakah mungkin Alena susah tidur sama sepertinya?

Ya, sepertinya mereka berdua merasakan hal yang sama. Tak pernah merasa tenang hingga sulit memejamkan mata. Sementara Liora, wanita itu masih bisa tidur dengan lelap karena tak mengetahui yang sebenarnya.

Len. Lo nggak tidur? Anak kita lagi pengen sesuatu?

Arden memutuskan untuk mengirimi Alena pesan. Tak berselang lama, pesannya sudah berubah menjadi centang biru yang artinya telah dibaca Alena. Hingga beberapa saat kemudian terlihat Alena sedang mengetik.

Lo juga nggak tidur, Ar? Nggak kok, dia lagi nggak pengen apa-apa.

Beneran?

Iya.

Arden menghela napas karena Alena selalu saja berkata tidak. Ia tak lagi membalas pesan Alena karena sekarang sudah berganti menjadi menelepon wanita itu.

"Apa sih, Ar?"

"Beneran lagi nggak pengen sesuatu?"

"Iya, bener."

"Tapi kenapa gue malah nggak yakin? Lo bohong 'kan? Pleasee, jujur sama gue Len. Bilang sejujurnya kalo memang lo lagi pengen sesuatu. Apa pun bakal gue lakuin demi anak kita."

Arden bisa mendengar helaan napas berat dari seberang sana. Hingga kemudian ia tersenyum ketika Alena mengalah. "Oke, Fine. Gue cuma lagi pengen makan ayam goreng sih."

"Ya udah, gue beliin."

"Gue maunya makan di tempat, Ar."

"Ya udah, gue jemput lo."

"Ini udah malam. Bisa bahaya kalo ketahuan keluarga kita."

"Tapi anak kita lagi pengen makan, Alena. Gue siap-siap bentar, terus jemput lo."

"Ya udah," pasrah Alena yang dibalas kekehan oleh Arden. Seperti malam sebelumnya, Arden pun bersiap keluar untuk memenuhi ngidam Alena. Bedanya sekarang dirinya memang akan memenuhi ngidam Alena, bukannya Liora.

"Loh, ke mana lagi, Bang? Liora ngidam lagi?"

Lagi-lagi Arden bertemu mamanya saat ingin keluar malam. Mengapa mamanya tidak tidur meski sudah tengah malam?

"Eh iya, Ma," sahutnya berbohong. "Mama kok nggak tidur?"

"Mama udah tidur, tapi kebangun. Mama juga heran kenapa sekarang tuh sering banget kebangun gini. Oh ya ngomong-ngomong, kamu nggak nginap lagi 'kan?" tanya Fira mengingat kemarin Arden malah tak pulang-pulang.

"Enggak kok, Ma."

"Ya sudah, hati-hati."

"Iya, Abang pergi dulu ya, Ma."

Sekitar sepuluh menit kemudian Arden sudah tiba di depan rumah tempat Alena tinggal karena jalanan yang lenggang. Ia mengirimi Alena pesan kalau dirinya sudah sampai. Tak berselang lama, Alena pun keluar dari rumah dengan gerakan yang hati-hati. Hingga setelah berada di dekat mobilnya, wanita itu pun langsung masuk dan duduk di sebelahnya.

Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang