Chapter 11

1.5K 292 87
                                    

Meski sudah melamar Liora dan memutuskan untuk segera menikahi kekasihnya, nyatanya Arden masih saja memikirkan perihal Alena dan calon anak mereka. Ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun untuk anaknya. Ya Tuhan, ayah macam apa dirinya? Arden tanpa sengaja membuat anaknya hadir ke tengah-tengah mereka, tapi tak mampu menyambutnya dengan layak sebagaimana mestinya.

"Maafin Papa, Sayang..."

Mendapati dirinya sudah meniduri Alena saja mampu membuat Arden merasa tak tenang. Apalagi beberapa bulan kemudian, ia akan memiliki anak dari Alena karena perbuatan tak sadarnya. Makin-makinlah Arden tak bisa hidup dengan damai. Ini perihal anak, darah dagingnya sendiri. Mana bisa Arden tak memikirkannya?

Arden meraih ponselnya begitu terdengar suara notifikasi pesan masuk. Ia tersenyum karena Liora mengiriminya photo selfie sang kekasih. Setelah membalas pesan singkat dari Liora, Arden pun melihat-lihat status yang masuk di WhatsApp miliknya. Alisnya bertaut ketika mendapati Alena memposting gambar suatu makanan.

Tanpa pikir panjang, Arden langsung bangkit dari kursi kerjanya seraya meraih kunci mobil. Ia berniat membelikan makanan itu yang Arden yakini kalau Alena sedang mengidam karena keinginan anak mereka.

Tepat pada saat jam makan siang, Arden tiba di depan gedung perkantoran Alena dengan membawa apa yang wanita itu inginkan. Ia meraih ponsel kemudian memutuskan untuk menghubungi Alena.

"Apalagi sih, Ar?" tanya Alena dengan suara yang terdengar malas-malasan.

"Gue di depan."

"Hah?"

"Gue di depan bawain yang lo mau. Buruan ke sini."

"Apaan?"

Arden memutar bola matanya malas karena respons Alena. "Buruan ke sini, Alena. Gue mau ngasih makan anak gue," sahut Arden gemas.

"Lo gila ya?"

"Nggak usah banyak tanya bisa nggak? Buruan ke sini aja kenapa sih," kesal Arden.

"Iya-iya."

Kalau saja Alena tak sedang hamil anaknya, kalau saja mereka tak pernah melakukan aktivitas yang menghasilkan nyawa lain, mungkin Arden tak akan repot-repot datang menemui Alena hanya untuk menyerahkan makanan yang diinginkan wanita itu. Tapi sekarang semuanya berbeda, Alena sedang mengandung darah dagingnya dan mau tak mau Arden ikut memperhatikan wanita itu.

"Apaan? Lo kenapa jadi sering gangguin gue ke sini sih?" tanya Alena langsung kala telah menghampiri sepupu sekaligus ayah dari anak yang ada dalam kandungannya itu. Bukankah ia sudah meminta Arden untuk melupakan semuanya? Bahkan kalau perlu menjauhinya. Tapi mengapa Arden masih nekat menemuinya?

"Ganggu apa sih? Gue ke sini itu karena mau ngasih ini buat lo. Keinginan baby 'kan?" tanya Arden pelan seraya melirik perut Alena. Tanpa bersuara Alena menerima kresek dari tangan Arden dan melirik isinya.

Alena menghela napas kemudian menatap sepupunya itu. "Lo salah paham, Ar. Gue nggak lagi pengen makan ini."

"Tapi status lo?" tanya Arden dengan alis yang bertaut. Kalau tidak sedang ingin makanan itu, lalu mengapa Alena mempostingnya 'kan?

"Gue salah kirim elah. Makanya langsung gue hapus pas udah sadar. Lagian repot amat sih lo? Kalo pun mau, gue bisa beli langsung atau delivery order,"

"Ya siapa tau lo mau dibeliin langsung sama gue. Biasanya bumil gitu 'kan? Ya udahlah ya, makan aja. Udah kebeli juga."

"Hm, thanks. Tapi lain kali nggak usah begini lagi. Jangan bersikap berlebihan ke gue. Nanti ada yang curiga. Sewajarnya ajalah, Ar. Gue udah janji bakal baik-baik aja."

Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang