"Aaarrrggghh..."
Arden berteriak frustrasi karena tidak bisa tidur sekalipun matanya mulai mengantuk. Ia benar-benar merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya membuat dua wanita hamil sekaligus dalam waktu bersamaan. Saat bersama Liora, Arden melakukannya dalam keadaan sadar dan mengenakan pengaman atau paling tidak melepas di luar. Beda halnya dengan Alena yang dalam keadaan tak sadar karena pengaruh minuman.
"Brengsek! Lo brengsek banget, Ar!"
Tidak ada yang lebih brengsek darinya. Awalnya Arden tanpa sengaja meniduri Alena hingga membuat sepupu tak sedarahnya itu hamil. Tapi sekarang, ternyata Liora juga hamil anaknya. Arden benar-benar bingung harus bagaimana.
Gara-gara kehamilan Liora itulah, pernikahan mereka pun resmi dimajukan menjadi tiga minggu lagi. Orang tua mereka berpendapat kalau tiga minggu adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan semuanya mengingat semakin cepat akan lebih baik. Apalagi Gara tidak ingin pernikahan anaknya digelar saat perut Liora sudah semakin membesar.
Arden tak mendapat penghakiman apa pun dari orang tuanya maupun orang tua Liora. Ia hanya diminta menikahi Liora secepatnya. Meskipun begitu, tetap saja ia merasa tidak tenang. Sebab, permasalahan dengan Liora mungkin akan selesai jika mereka sudah menikah. Tetapi tidak dengan Alena. Arden merasa tak adil pada sepupunya itu yang juga sedang hamil anaknya.
Apa yang bisa Arden lakukan untuk menebus dosanya pada Alena? Apa yang harus dirinya perbuat untuk menyelamatkan masa depan anaknya yang ada dalam kandungan Alena? Arden tak bisa membayangkan jika anaknya yang lahir dari rahim Liora memiliki orang tua lengkap. Tapi tidak dengan anaknya yang ada dalam kandungan Alena-yang bahkan tidak bisa dirinya akui keberadaannya demi menjaga perasaan semua orang.
Seandainya Arden mengaku sekarang pun, apa yang bisa dirinya lakukan di saat Liora juga sedang hamil anaknya? Astaga! Mengapa ia harus begitu produktif hingga membuat kedua wanita itu hamil?
Bukan saat yang tepat bagi Arden menyesali kehadiran anak-anaknya. Ia sama sekali tak menyesal karena sebentar lagi akan memiliki mereka. Yang dirinya sesali adalah kelakuan bejatnya hingga menghadirkan mereka pada waktu yang tidak tepat dan dengan cara yang salah.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tetapi Arden tidak juga dapat memejamkan mata. Sepertinya malam ini dan malam-malam berikutnya dirinya akan sering terjaga karena pebuatannya sendiri.
Selayaknya Arden yang tak bisa tidur, Alena pun merasakan hal yang sama sebab hingga sekarang matanya masih betah terjaga. Ia berbaring di atas ranjang empuknya seraya mengelus perutnya yang masih datar.
Pipi Alena basah karena air matanya sendiri. Di depan Arden mungkin dirinya mencoba kuat dan tidak menuntut apa pun karena tak ingin melukai perasaan banyak orang. Tapi saat sendirian seperti ini, tak jarang Alena menangisi nasib anaknya kelak.
Jika boleh jujur dan egois, Alena ingin Arden bertanggung jawab untuk masa depan anak mereka. Tapi ia tak sanggup mengecewakan keluarganya dan juga Liora. Apalagi Arden memang bukan miliknya, tapi milik Liora. Ditambah lagi dengan kenyataan kalau sekarang Liora juga tengah hamil anak Arden.
"Maafin Mama, Sayang," lirih Alena masih sambil mengelus perutnya.
Entah bagaimana jadinya jika nanti anak-anak mereka sudah lahir. Alena tak yakin siap jika melihat Arden sangat menyayangi anak dari Liora. Sementara anaknya tak pernah tahu siapa ayahnya.
"Kenapa semuanya harus kayak gini, Tuhan?" jerit Alena frustrasi. Dokter mengatakan kalau dirinya tidak boleh banyak pikiran dan stres. Tapi Alena tak bisa mengenyahkan pikiran-pikiran itu dari kepalanya. Ia mengkhawatirkan nasib anaknya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Mistake
RomanceSeluruh anggota keluarga dibuat terkejut kala mengetahui Alena mendatangi klinik untuk melakukan aborsi demi menggugurkan janin yang tengah bersemayam di rahimnya. Mereka tak ada yang tahu kalau Alena tengah hamil mengingat gadis itu memang belum me...