Sudah beberapa hari berlalu, tapi Arden masih saja teringat tentang ciumannya bersama Alena. Ia tak bisa mengusir bayangan Alena yang memejamkan mata saat dirinya cium dari ingatan. Apalagi manisnya bibir Alena terasa melekat di bibirnya sebab ia memang belum mencium Liora lagi.
Arden diminta calon papa mertuanya untuk mengurangi intensitas pertemuan dengan Liora menjelang hari pernikahani agar tidak semakin memunculkan berita yang tak karuan. Ia hanya akan menemui Liora di saat kekasihnya itu menginginkan sesuatu karena mengidam. Meski begitu, mereka tetap berkomunikasi lancar melalui ponsel.
Kening Arden mengernyit ketika tanpa sengaja melihat kehadiran Alena bersama Zaidan. Sejak kapan dua orang itu akrab hingga bisa makan siang bersama? pikirnya. Sekarang memang sudah waktunya makan siang. Arden berada di restoran setelah tadi sempat meeting santai dengan kliennya. Tak pernah dirinya sangka kalau ternyata akan bertemu Alena dan Zaidan di sini.
Baru saja memikirkan Alena, rupanya wanita itu sudah ada di hadapannya. Arden bangkit dari tempat duduknya lantas menyapa keduanya seraya mengajak mereka bergabung.
"Lo habis meeting, Ar?" tanya Zaidan yang Arden balas anggukkan kepala.
"Iya. Kalo kalian, ada keperluan atau emang mau makan bareng doang nih?"
"Cuma makan. Kebetulan gue nggak ada temannya, jadinya ya udah ngajak Alena," sahut Zaidan yang Alena balas senyuman.
"Oh gitu. Nggak masalah 'kan kalo gue gabung?"
"Santai kali, Ar. Lagian kenapa mesti masalah 'kan?" sahut Zaidan seraya tertawa yang Arden balas tawa serupa. Lelaki itu memanggil pelayan untuk menyampaikan pesanan mereka.
Selagi menunggu pesanan datang, mereka sibuk mengobrol mengenai apa pun. Alena menanggapi sedikit-sedikit dari obrolan para lelaki itu yang memang dirinya tahu atau ketika Zaidan bertanya padanya. Selebihnya ia diam karena merasa sedikit jengah kala mendapati Arden beberapa kali sempat menatapnya.
Alena sadar kalau Arden seperti itu mungkin karena ciuman mereka malam itu. Seharusnya mereka memang tidak melakukannya. Mereka sudah melakukan kesalahan karena tanpa sengaja berhubungan badan hingga menyebabkan dirinya hamil. Tapi mereka malah menambahnya dengan berciuman dalam kondisi sadar.
"Ayo, Len, dimakan," ujar Zaidan.
"I-iya," sahut Alena kikuk karena rupanya pesanan mereka telah tiba. Ia pun mulai meraih sendok dan memakan makanannya sedikit demi sedikit. Alena berusaha keras untuk tidak menatap Arden yang memang duduk di hadapannya. Sementara Zaidan duduk di sebelahnya.
"Alena-Alena, makan kok belepotan banget," komentar Zaidan seraya mengusap sudut bibir Alena langsung menggunakan ibu jarinya. Apa yang Zaidan lakukan itu sontak saja membuat Alena dan Arden sama-sama terdiam.
Alena terdiam karena tak menduga kalau Zaidan akan langsung membersihkan sudut bibirnya, bukan malah memberitahunya. Sementara Arden tiba-tiba merasa sedikit tak suka ketika Zaidan melakukan itu.
Tiba-tiba saja Arden merasa dadanya panas saat melihat Alena dan Zaidan bertatapan. Ia pun meraih gelas minuman untuk membasahi kerongkonganya. "Ehem," dehemnya sengaja yang berhasil mengembalikan fokus kedua manusia itu.
"Gue masih ada di sini kali," sindirnya.
"Ganggu aja lo, Ar. Nggak tau apa kalo gue lagi mandangin keindahan calon istri gue," ujar Zaidan dengan begitu santainya.
"Calon istri?" beo Arden cukup terkejut. "Lo sama Alena 'kan beda?"
"Lo nggak masalah 'kan kalo misalnya gue ngegantiin tugas lo buat ngerawat anak kalian? Gue bakal nikahin Alena kalo dia udah siap buat pindah dan ikut gue," ujar Zaidan lagi yang membuat mata Arden semakin melebar. Arden pun menatap Alena meminta penjelasan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Mistake
Storie d'amoreSeluruh anggota keluarga dibuat terkejut kala mengetahui Alena mendatangi klinik untuk melakukan aborsi demi menggugurkan janin yang tengah bersemayam di rahimnya. Mereka tak ada yang tahu kalau Alena tengah hamil mengingat gadis itu memang belum me...