Chapter 17 B

1.2K 282 41
                                        

Lanjutan part kemarin...

***

"Ya, aku tau soal kamu sama Arden. Tapi tenang aja, aku nggak akan ngebuka rahasia kalian kok. Saat itu Arden cerita karena dia udah nggak sanggup lagi mendam semuanya sendiri, Len."

Alena menghela napas berat kemudian mengangguk mengerti. "Iya, nggak apa-apa kok."

"Tapi, Len... Aku pikir kalian harus ngasih tau soal ini sama semuanya. Karena menurutku ini nggak adil buat kamu. Arden nggak bisa nikahin Liora gitu aja sementara kamu juga lagi hamil anaknya," ujar Zaidan cukup pelan agar tak ada yang mendengar.

"Tapi kehamilanku ini nggak disengaja. Lagian Arden itu memang milik Liora, bukan punyaku. Keluarga kami juga bakal berantakan kalo semuanya kebongkar," sahut Alena lebih pelan dan nyaris berbisik. Ia menurut saat Zaidan membawanya ikut ke ruangan lelaki itu karena menyadari ada beberapa pegawai yang menatap heran mereka berdua.

"Aku tau kalo Arden itu pacarnya Liora dan sepupu kamu. Tapi pikirin anak kamu, Len. Kasian kalo nanti dia lahir tanpa tau siapa ayahnya. Seenggaknya kalo misal kalian jujur pada semuanya, paling nggak Arden bisa nikahin kamu sama Liora asal dia bisa adil. Itu lebih baik daripada menikahi Liora dan membiarkan kamu menderita sendirian," sahut Zaidan lagi. Ia merasa kasihan pada Alena yang menanggung semuanya sendiri. Padahal sudah jelas bukan kehendak Alena hamil dengan cara seperti ini dan oleh sepupunya sendiri yang sudah mempunyai kekasih.

"Aku nggak menderita," kilah Alena.

"Kamu bohong, Alena. Kamu jelas menderita karena udah hamil di luar nikah dan tanpa suami. Kamu menutupi ini semua, karena mau menjaga perasaan Liora dan keluarga kalian yang lain, 'kan? Tapi nantinya, kamu malah melukai perasaan anak kamu sendiri, Len. Dia terlalu kecil untuk menanggung semuanya. Jadi saranku, mending kalian jujur kalo Ardenlah ayah dari janin yang ada dalam kandungan kamu. Apa pun yang terjadi nanti, seenggaknya kalian sudah berusaha jujur mengatakan yang sebenarnya."

"Nggak bisa, Dan. Aku sama Arden nggak ada apa-apa. Aku nggak bisa nikah sama dia, apalagi dia punya Liora," bantah Alena lagi.

"Tolong pikirin anak kalian, Len. Utamain dia. Karena nantinya dia yang akan menanggung semuanya."

Alena terdiam karena tak tahu harus berkata apa. Yang dikatan Zaidan memang benar, tapi dirinya juga tetap teguh pendirian kalau yang dilakukannya saat ini juga sudah tepat.

"Sorry kalo aku ikut campur urusan kalian. Aku cuma nggak tega aja sama kamu. Kamu perempuan baik tapi malah dapat cobaan begini."

Zaidan menyentuh bahu Alena ketika menyadari kalau wanita itu terisak kecil. Ia pun sigap membawa Alena ke dalam pelukannya untuk menenangkan wanita itu. "Nangislah kalo itu bisa bikin kamu ngerasa tenang."

"Makasih."

Alena benar-benar menangis dan meluapkan perasaan sesak yang hinggap di dadanya. Ia tersiksa karena tak bisa berbagi dengan siapa pun.

"Atau kalo kamu tetap nggak mau jujur soal Arden, gimana kalo kamu pindah biar sama kayak aku, Len? Aku mau tanggung jawab dan nikahin kamu. Aku juga bakal nganggep anak kamu seperti anakku sendiri. Aku akan mengakui pada keluarga kamu, kalo aku yang udah ngehamilin kamu, gimana?"

Alena terdiam mematung karena perkataan Zaidan itu. Sontak saja dirinya melepaskan pelukannya terhadap Zaidan.

"Apa maksud kamu?"

"Aku bersedia bertanggung jawab buat kamu. Tapi kamu tau pasti kalo kita beda 'kan? Gimana kalo misalnya kamu-"

"Aku nggak bisa pindah gitu aja kalo bukan keinginanku sendiri, Dan. Ini bukan masalah kecil. Keluargaku semua keyakinannya kayak aku, nggak ada yang kayak kamu. Apalagi kita nggak saling cinta, aku takut kalo kita cuma saling menyakiti satu sama lain," sahut Alena. Ia merasa berterima kasih karena Zaidan sudah begitu peduli padanya. Tapi untuk bertanggung jawab atas apa yang bukan lelaki itu pelakunya, Alena rasa tak perlu. Apalagi ini menyangkut kepercayaan mereka yang berbeda.

"Kalo gitu, jujur soal Arden sama keluarga kalian. Pleasee... Pikiran anak kalian, Len."

***

"Lena... Kamu nggak apa-apa 'kan, Sayang?"

Lidya mengetuk pintu kamar anaknya karena sejak pulang kerja tadi Alena hanya mengurung diri di kamar. Lidya takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada anaknya itu.

"Alena baik-baik aja kok, Ma," sahut Alena seraya membuka pintu kamar. Lidya pun menghela napas lega kemudian membawa Alena ke dalam pelukannya.

Alena membalas pelukan mamanya dengan tak kalah erat. Ia memejamkan mata karena merasa sangat bersalah pada mamanya. Dirinya sudah mengingatkan mamanya pada masa lalu yang dulu menimpa wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Maafin Alena ya, Ma. Maaf karena Alena udah ngecewain Mama."

"Kamu jangan ngomong kayak gitu, Sayang. Mama mungkin sempat kecewa. Tapi biar gimanapun, kamu itu tetap anak Mama. Mama sayang banget sama kamu, Alena," sahut Lidya seraya menangkup wajah Alena. Kemudian dikecupnya kening anaknya itu.

"Alena juga sayang banget sama Mama."

Alena sudah mengecewakan orang tuanya dengan kehamilan di luar nikahnya ini. Ia tak sanggup melihat kekecewaan lain lagi jika saja kenyataan tentang siapa ayah dari janin yang ada dalam kandungannya terungkap. Ia tak bisa membayangkan manakala terjadi pepecahan keluarga. Sehingga biarlah semuanya tetap seperti ini dengan Alena yang menutup rapat mulutnya. Ataukah dirinya perlu memikirkan tawaran Zaidan? Tidak-tidak, akan semakin rumit jika Alena melakukan itu.

Zaidan adalah laki-laki yang baik dan tak seharusnya memikul tanggung jawab atas sesuatu yang tak pernah dilakukannya. Belum lagi dengan orang tua dan keluarga Zaidan yang bisa saja tidak menerimanya. Biar bagaimanapun dirinya sudah bukan gadis perawan lagi, bahkan malah sudah hamil.

Alena merutuki dirinya yang sudah lepas perawan oleh mantan kekasih brengseknya. Ditambah lagi dengan keadaannya yang sedang hamil di luar nikah seperti ini. Kalau sudah begini, mana ada laki-laki yang masih mau padanya?

Mungkin selamanya Alena hanya akan menjalani kehidupan berdua bersama anaknya nanti. Ia tak perlu Arden untuk bertanggung jawab, tidak juga membutuhkan laki-laki lain sebagai pahlawan.

Tapi bagaimana jika anaknya nanti bertanya tentang siapa ayahnya? Apa yang harus Alena lakukan? Bagaimana jika anaknya merasa sedih karena tak memiliki ayah sementara Arden sibuk dengan anaknya yang lain?

Dua pemikiran yang bertolak belakang terasa memenuhi kepala Alena. Ia ingin tetap menyembunyikan semuanya, tapi juga ingin agar anaknya kelak bisa bahagia. Lantas apa yang bisa dirinya lakukan untuk menyelamatkan hidup anaknya yang tak berdosa?

***

19-09-2021

19-09-2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang