LT || 25

456 32 3
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen guys!

Seringnya desakan dendam terhadap ingatan masa lalu membuat kita pilu. Entah membenahi atau harus menggandrungi, dua pilihan yang bisa menyesatkan lagi menyakitkan.

~Luka Terbaik~

Mengawasi diri akan terasa sulit ketika desakan benci menyusuri kalbu. Sering kali hal tersebut tidak bisa dikalahkan oleh diri sendiri. Kemudian membiarkan semuanya berjalan dengan sendirinya sampai tidak menyadari bahwa semuanya sudah terlalu tinggi untuk dibenahi. Akhirnya sesuatu buruk itu menjadi tempat menetap yang begitu digandrungi oleh hati.

Seperti sebuah rokok yang terbakar kemudian menjadi sebuah abu. Melebur, begitulah gambaran kebencian yang dialami oleh Gara. Pria itu tidak bisa membereskan sendiri rasa dendam nya yang sudah berserak dihati maupun pikirannya.

"Gara, lo harus secepatnya nyelesaiin semua ini. Gue nggak mau terlalu lama dilingkungan sekolah," ujar Fero.

Dari awal memang mereka tidak ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Semua itu terpaksa, semata karena pintaan sang ketua.

Leo mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Fero. "Jangan buru-buru juga, gue butuh cewek buat nemenin tidur."

"Lo mah emang brengsek. Mau seberapa banyak cewek yang lo tidurin hah?" celetuk  Vian. Dia sudah bosan dengan kejahatan temannya terhadap wanita.

"Mungkin ini bakalan jadi yang terakhir," katanya dengan wajah simetris.

"Terakhir? Gue ga percaya itu." Sulit baginya mempercayai pria seperti Leo. Fero sudah tahu bagaimana karakter cowok itu. Hidupnya hanya berputar tentang hubungan terlarang serta dunia malam. Kedua orangtuanya bahkan sudah lepas tangan dengannya.

"Gue juga awalnya ga percaya, tapi setelah gue dekat sama dia ... sesuatu yang ga pernah gue rasain sebelumnya muncul begitu saja."

Vian menjadi tertarik dengan pembahasannya. "Jangan bilang lo suka sama salah satu cewek di sekolah itu."

Leo mengangguk. "Sepertinya memang seperti itu."

"Siapa?" tanya Fero ingin tahu. Tetapi sebelum Leo menjawabnya seseorang lebih dulu berbicara. "Itu Elvan 'kan?"

***

"Bang, gue mau nasi padang sama rendang ya," ucap Aldo yang masih sibuk bermain PS.

Elvan masih sibuk mengenakan jaket kulitnya, kemudian menyisirkan rambutnya yang masih berantakan karena baru saja ia keringkan dengan handuk kecil.

"Papa mau gulai ikan mas juga ya, Van." Freddy ikut-ikutan memesan makanan pada anaknya yang memang hendak keluar rumah.

"Mana uangnya, Pa?" tanya Elvan seraya mengulurkan tangannya.

Freddy hanya mengembangkan senyumannya. "Pakai uang Elvan ya."

"Papa ini ada-ada aja. Anak kita 'kan masih sekolah masa udah dimintain uang aja." Seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka membawa dompet di tangannya.

"Ini." Ia menyerahkan beberapa lembar uang kepada Elvan.

Elvan menggeleng. "Tidak usah, Ma. Elvan hanya bercanda tadi."

"Tidak-tidak, pakai saja uang nya." Wanita itu memaksa namun Elvan tetap tidak mau menerimanya.

"Bisnis Elvan akhir bulan ini mengalami peningkatan, Ma. Jadi lumayan banyak keuntungan buat Elvan."

Luka Terbaik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang