Jangan lupa untuk vote dan komen ya guys!
Bermainlah dengan sesuatu yang bisa dimainkan, dengar ya ... ini hati bukan mainan. Jangan merusaknya karena kau tidak akan pernah bisa memperbaikinya lagi.
~Luka Terbaik~
Elvan telah sampai dirumah Fresya dalam kurun waktu yang singkat. Cowok itu telah memapah Rafa untuk berjalan ke arah luar.
"Gue pulang dulu ya, Sya."
Perempuan itu mengangguk. "Makasih udah mau bantuin gue."
"Iya, makasih ya Gara. Ga habis pikir kalo lo ngga nolongin tadi mungkin sekarang gue masih disekap disana."
"Santai aja."
Gara sempat menatap ke arah Rafa sebentar tetap cowok itu memalingkan wajahnya.
"Makasih."
Kalian bisa menebak siapa yang mengatakan hal itu. Namun sayangnya cowok tersebut tidak menatap Gara sedikitpun saat mengucapkan kalimat terimakasihnya. Begitupun Gara yang tidak membalas ucapannya melainkan menanyakan hal lain kepada Fresya.
"Oiya besok lo free kan?"
"Kenapa?" tanya Fresya bingung.
"Motor lo."
Ah, ia baru mengingat bila motor miliknya telah diperbaiki oleh salah satu kenalan Gara.
"Lo kirimin alamatnya aja nanti gue ambil sendiri besok."
"Biar gue jemput aja besok, nanti pulangnya lo bisa pakai motor lo sendiri."
Ini hanyalah sebuah akal-akalan yang dibuat Gara agar bisa mendekati Fresya dan juga untuk membuat seseorang merasa panas. Siapa lagi jika bukan Elvan.
"Ngga punya cukup uang buat anterin motor Fresya ke sini?" sindir Elvan. Apakah sebelumnya ia tidak berpikir bahwa ucapannya barusan seolah menandakan dirinya tidak suka jika Fresya dekat dengan Gara.
"Kenapa lo ikut campur?" balas Gara mencoba memancing emosi cowok itu.
Elvan baru saja ingin mengatakan sesuatu, namun belum sempat terucap Fresya lebih dulu mengambil keputusan yang membuat dirinya tidak percaya.
"Jemput gue jam sembilan pagi, lo bisa kan, Gar?"
Ada sebuah kemarahan yang ingin meletup saat mendengar keputusan perempuan itu, namun sebaik mungkin Elvan merubah wajahnya menjadi datar seolah tidak ada yang mengganjal hatinya. Melihat hal itu Gara sangat yakin jika Elvan sebenarnya tidak terima saat Fresya menerima ajakannya.
"Tentu," jawabnya seraya melirik Elvan sekilas.
"Kalo gitu gue cabut sekarang ya."
"Hati-hati."
Kini tersisa empat orang di sana. Suasana seketika menjadi canggung. Seperti tidak ada yang ingin memulai percakapan apalagi mengakhiri keheningan yang ada.
"Gue pamit pulang sekarang, sekali lagi makasih buat bantuan lo."
Rafa menatap seorang gadis yang memapah sebelah lengannya sendiri. "Maaf udah bawa lo masuk ke urusan ini dan maaf udah buat lo terluka, Tan."
"Sepertinya emang udah jadi takdir gue buat nolongin lo, oh bukan, lebih tepatnya nyusahin lo." Gadis itu masih menyimpan ingatannya saat Rafa mengatakan kalimat terakhirnya itu.
Merasa tertohok cowok itu hanya bisa diam tanpa suara. Elvan yang sadar akan percakapan mereka yang sudah tidak terarah segera mengakhirinya.
"Gue anter lo pulang sekarang." Rafa mengiyakan kemudian mereka masuk ke dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Terbaik
Non-FictionPermainan rasa seperti apa sebenarnya ini? Bagaimana bisa Fresya terus saja terluka saat mencintai cinta pertamanya. Terbesit pada obsesi yang berlebihan membuat langkah maju-mundur disetiap perjalanan cintanya. Pasalnya siapa yang tidak ragu jika s...