LT || 42

222 16 3
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya guys!

Jangan terlalu jauh membenci seseorang, bisa jadi dialah pelindung luka yang memelukmu dalam tenang.

~Luka terbaik~

Berjalan mengendap layaknya seorang penyusup. Dengan pundak yang masih setia memapah lawan jenisnya, kedua insan tersebut memiliki tujuan yang sama untuk bisa keluar dengan selamat.

"Seperti yang lo bilang, ngga ada penjagaan di sana." Gadis itu menatap ke arah kanan dari balik persembunyiannya.

"Lalu kita akan berjalan ke arah mana?"

Rafa melihat sisi kirinya yang tampak sepi, namun terlihat ada jalan di sana. "Kita, ke arah sana," ucapnya yang membuat gadis itu mengikuti arah pandangnya.

"Oke, tapi gue mau ambil barang dibalik drum itu dulu."

Saat hendak memijakkan kaki ke samping, lengan bajunya ditahan oleh Rafa membuat gadis itu berbalik dengan raut wajah yang mengernyit kebingungan.

"Ngga usah diambil."

Ia menggerakkan lengannya kasar. "Gampang banget lo bilang begitu."

Rafa berdecak kemudian berkata, "terus  lo pikir orang yang ada didalam nanti ngga bakalan curiga?"

"Curiga apa si?"

Kepalanya sudah sangat pening, namun dirinya malah dibuat lebih pusing lagi dengan kepolosan gadis disampingnya.

"Drum yang lo maksud itu tepat berada di depan konter. Coba pakai otak lo kalau sampai nanti orang-orang itu tau kita udah bisa keluar dari dalem."

Tania juga tahu bahwa itu sesuatu yang amat bahaya, namun dia tidak ingin membuang begitu saja susu strawberry yang sudah susah payah ia dapatkan. Lagipula gadis itu berpikir bahwa dirinya tidak akan ketahuan jika berjalan mengendap dengan hati-hati.

"Lo pikir gue juga ga mikirin hal ini terlebih dahulu? Gue bakalan hati-hati buat ngambil barang yang ada di sana."

Rafa tetap tidak menjawab dan hal tersebut membuat gadis itu merasa kesal. "Gue yang ambil sendiri, lo cukup berdiri di sini aja. Kalau lo ikut justru itu yang bakalan buat kita ketahuan nantinya—apalagi dengan kondisi seperti itu."

Ucapan Tania berhasil memancing rasa bencinya kembali. "Lakuin aja, gue bakalan pergi sekarang juga. Jangan lo pikir gue ngga bisa jalan tanpa bantuan dari lo, Tania."

"Jalan lo pincang, ah tapi apa peduli gue." Tidak ada penengah diantara mereka berdua adalah sebuah bahaya. Kebencian yang sudah hilang dalam hitungan jam kini telah kembali dalam seperkian detik.

"Selamat! Ungkapan lo berhasil buat gue benci kembali."

Mengatupkan bibir dengan perasaan hati yang tidak selaras terhadap apa yang menjadi isi kepalanya saat ini. Menatap punggung ringkih yang kian berjalan membelakanginya. Tania hendak mengikuti, namun tidak dengan ego nya. Dalam hitungan detik dia telah berjalan mengendap mengarah pada sebuah drum besar.

Keringat dingin menjalar saat telinganya dengan peka mendengar suara beberapa orang ketika melewati pintu konter. Ada sedikit rasa penyesalan karena dirinya tidak mendengar ucapan Rafa. Tania memberanikan diri untuk berdiri tegap saat drum yang ia tuju sudah berada di depan mata. Ia membuka penutup itu dengan sangat hati-hati, kemudian melihat barang miliknya yang masih utuh. Hatinya menghangat, senyum bahagia mereka diantara wajah manis miliknya.

Sementara dilain tempat, mata jeli yang dia miliki masih setia memantau seorang gadis yang berdiri didekat drum dari kejauhan. Dia tidak berhasil menepati sumpah serapah yang keluar dari mulutnya saat meninggalkan gadis itu. Nyatanya kekhawatiran yang ada membuat dirinya diam-diam berjaga apabila ada sesuatu yang berbahaya dan tentunya dia akan menunggunya.

Luka Terbaik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang