LT || 41

241 15 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya guys!

Bulan memang indah begitupun dengan bintang. Namun, kunang-kunang lebih menjanjikan sebuah cahaya dalam kedekatan.

~Luka Terbaik~

Secangkir kopi yang telah diseduh seolah hanya menjadi sebuah tontonan oleh sepasang mata. Sendok kecil yang kian menari-menari atas dasar gerakan tangan semakin terlarut semakin tak terasa hangat lagi. Orang itu seolah tidak memiliki minat lagi untuk meminum kopinya melainkan lebih menginginkan dirinya terjun bebas pada haluan yang entah akan membawa dirinya kemana.

Tiba-tiba suara getaran dari benda pipih disamping cangkir kopi menarik perhatian netranya untuk mengerjap sebentar. Saat melihat siapa menelepon sungguh ia tidak minat untuk mengangkatnya, suasana hati yang buruk yang membuatnya seperti itu. Namun panggilan itu tidak berlangsung sekali melainkan sudah berada pada panggilan yang ketiga.

"Halo? Jangan ganggu gue dulu, suasana hati lagi buruk banget hari ini Tan—"

"Gue kejebak dalam bahaya. Tolongin gue sekarang juga."

"Apasi Tan, ngga lucu tau." Memang pada dasarnya dia tidak minat dengan candaan gadis itu, padahal sang penelpon saat ini sedang tidak bermain-main dengan keadaan.

"Sya, gue mohon. Cuma lo yang bisa gue minta tolong. Gue tunggu lo secepatnya, kalo lo bener-bener sahabat sejati gue ngga mungkin lo bakalan biarin gue mati gitu aja karena—"

"Karena apa?"

"Tania?"

Tut tut tut.

"Ck, kenapa si dia." Fresya berdecak sebal.

Panggilan berakhir begitu saja dan tentunya membuatnya bimbang. Ingin percaya dan tidak pasalnya ia mengingat dengan baik seperti apa watak gadis itu. Tetapi bila dipikir-pikir suaranya terdengar sangat cemas. Buru-buru Fresya mengecek ponselnya untuk memastikan keadaan, sayangnya nomor itu sudah tidak aktif lagi.

Sepertinya Tania tidak main-main. Gadis itu sempat mengirimkan lokasinya berada sebelum menelepon dirinya.

"Kalo memang ini sebuah kejahatan gue ngga mungkin datang sendirian," ungkapnya. Dia sadar diri seberapa kemampuannya.

Satu nama yang terlintas dalam otaknya. Jarinya dengan cepat mencari sebuah kontak yang ada dalam benda pipih miliknya. Telfon darinya langsung diangkat namun balasan cowok dari balik telfon itu membuat wajah Fresya berubah menjadi masam.

"Gue sibuk, jangan ganggu gue dulu bisakan?"

Dengan langkah penuh kecewa ia mengambil kunci motornya diatas nakas. Kali ini rasa takutnya telah hilang dalam seperkian detik dan digantikan oleh emosinya yang naik turun. Fresya juga melupakan janjinya lagi, ia pergi tanpa pamit. Gadis itu menarik gas motornya dengan kecepatan penuh, netranya yang sudah seperti elang tetap tidak bisa dibohongi bahwa dirinya sudah tidak siap untuk membendung air matanya.

"Astaga kenapa ini!" ucapnya panik saat tiba-tiba motornya oleng begitu saja. Dengan hati-hati ia memilih untuk menepikan motornya.

Fresya bangkit dari motor itu. "Kenapa harus bocor si." Ia melihat ban belakang motornya telah kempes.

Ia bercelingak-celinguk berharap ada orang yang tidak jauh darinya. Memang sudah menjadi nasib dirinya yang terkena musibah pada tempat sepi. Fresya memutuskan untuk meminta bantuan sang ayah, tapi sebelum melakukan itu ia melihat cahaya terang yang membuat gadis itu berlari ketengah jalan dengan cepat.

Luka Terbaik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang