Jangan lupa untuk vote and komen guys!
Mengakui kesalahan saja masih sulit apalagi mengaitkan jari untuk membentang kebencian.
~Luka Terbaik~
Melihat pergerakan awan yang berjalan melambat. Teriknya pagi ini membuat suasana semakin terlihat menyenangkan, menjalani aktivitas pagi pun menjadi lebih semangat lagi. Sayangnya berbeda dengan cowok yang memiliki rambut pekat agak kecoklatan, dia tidak bisa melakukan aktivitas yang sama seperti beberapa temannya. Hanya bisa duduk dan menjadi penonton, baginya hal itu sangat membosankan. Andai saja kakinya tidak sakit maka besar kemungkinan dia ikut bergabung dalam permainan bola basket pagi ini.
"Masuk!" Dengan satu tangan kanan Virgi berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Virgi memilih untuk rehat sejenak. Ia berjalan untuk mengambil botol minumnya yang berdekatan dengan Rafa. Cowok itu duduk disampingnya seraya meneguk habis satu botol air mineral.
"Lemah gitu aja ngos-ngosan."
Merasa dirinya diejek cowok itupun menoleh. "Gue tahu lo iri ngga bisa main. Makanya lain kali jangan suka mainin cewek, mainin bola aja jauh lebih asik."
"Awas aja lo Gi kalo nanti gue udah pulih, by on kita."
"Deal!"
"Ngobrolin apa lo pada," ucap Davi yang sedang berjalan ke arah mereka berdua, diikuti oleh Elvan dibelakangnya.
"Ini si Virgi katanya pengin cepet-cepet nikah, capek sekolah katanya."
Berbicara dengan Rafa memang selalu begitu. Pasti ada saja ucapan diluar fakta yang dia katakan.
"Bro, ya ampun keren banget cita-citanya. Mau nikah sama siapa lo?"
"Sama mantan pacarnya lah, kan belum bisa move on," sahut Rafa membuat Virgi melayangkan tatapan tajam.
Virgi sejak tadi memang sengaja untuk diam. Dia tidak mau terlalu memikirkan ucapan tidak bermutu dari kedua temannya itu. Tapi bagaimanapun juga rasa kesal itu pasti akan terasa jika terus menerus digunjing oleh mereka.
"Lo mau ikut gue ngga?" ajak Elvan pada Virgi.
"Boleh, daripada disini dianiaya mulu."
"Ngadu terus ngadu!" sorak Rafa.
Virgi melempar bola basket ditangannya tepat didepan wajah cowok yang terlihat tengil itu, namun dengan sigap kedua tangannya berhasil mencegah arah datangnya bola tersebut.
"Heh, Dav! Lo mau kemana?" Ia kelimpungan sendiri karena ditinggal oleh teman-temannya.
"Gue ikut mereka berdua ya. Oiya jangan lupa beresin bolanya terus masukin gudang!" seru Davi yang sudah menjauh dari Rafa.
"Sial!"
Rafa melempar bola basket itu sembarangan dan sayangnya bola itu mengenai seorang cewek yang sedang melintas diarea lapangan basket.
Brughh
Suara bola sekaligus suara tubuh yang ikut terjatuh akibat serangan mendadak yang terkena kepalanya.
"Aww kepalaku ...." Belum sempat ia melihat siapa yang melempar bola ke arahnya, kesadarannya sudah hilang terlebih dahulu.
"Tania," lirih Rafa terkejut saat mendapati gadis itu sudah terkapar di lantai.
Rafa berlari meski kakinya masih sulit untuk digerakkan. Ia menerobos kerumunan siswa yang mulai mengelilingi tubuh gadis tersebut lalu duduk menekuk lutut tepat dihadapan wajah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Terbaik
Non-FictionPermainan rasa seperti apa sebenarnya ini? Bagaimana bisa Fresya terus saja terluka saat mencintai cinta pertamanya. Terbesit pada obsesi yang berlebihan membuat langkah maju-mundur disetiap perjalanan cintanya. Pasalnya siapa yang tidak ragu jika s...