11: Dingin

27K 2.4K 46
                                    

"Hati-hati Mas."

Riski tersenyum sembari menstarter motornya. "Saya permisi." Lalu melajukannya pergi dengan Celine yang melambai.

Setelah kepergian Riski gadis itu jadi menghela napas, perlahan berbalik masuk ke dalam rumah. Celine mengunci pintu sebelum pergi kamarnya, ekspresi kecewanya yang mati-matian ia pendam tetap saja masih tampak.

Celine kecewa ... kecewa dengan Dafa. Tapi sekali lagi ia harus mengingatkan pada dirinya sendiri. Memangnya ia siapa?

"Masakin saya!"

Celine menghentikan langkah kakinya, sedikit kaget saat mendengar suara yang tiba-tiba muncul itu. Celine menoleh, menemukan Dafa yang duduk di sofa sambil bersedekap.

"Akan saya panggilkan Mbak Sri." Pamitnya berniat memanggil pembantunya.

"Kamu gak budek kan? Saya nyuruh kamu bukan Mbak Sri!"

Celine mengepalkan tangannya erat. "Dengan Pak Dafa yang terhormat, pertama kerjaan saya bukan memasak, kedua saya gak bisa masak!"

"Jangan banyak alasan, cepat masak!" Dafa menunjuk dapur dengan wajah arogannya.

Celine benar-benar mengumpat dan misuh-misuh dalam hati. Lelaki ini makin lama membuatnya makin geram.

Karena sangat malas berdebat malam-malam ia memilih langsung beranjak ke dapur, sungguh Celine tidak bohong saat mengatakan tidak bisa masak. Ia beneran gak tau cara masak.

"Ck! Nasib gue makin lama makin ngenes amat sih!" Celine akhirnya memilih mie instan sebagai solusi sembari meratapi nasibnya, jujur ia tidak pernah diperlakukan sehina ini selama hidupnya, tapi ini juga pilihannya sendiri, ia yang memilih kabur dari rumah dan meninggalkan harta keluarganya.

"Apa gue nikah aja ya sama Jordi?" Gumamnya sepertinya mulai putus asa. Tapi tak lama ia menempeleng kepalanya sendiri. "Gak deh amit-amit! Bisa nyesel seumur hidup gue kalo nikah sama cowok begituan!" Celine langsung menggeleng sendiri, untung kewarasannya langsung kembali.

Tak berselang lama mie instan buatannya pun jadi, dengan langkah ogah-ogahan ia berjalan kearah Dafa.

Celine menaruh piring ke depan Dafa tanpa berujar apapun. Lalu setelah itu berbalik berniat pergi.

Grep.

"Duduk!"

Celine menggeram tertahan, mau tidak mau duduk di depan Bos nya ini. Dan selanjutnya Dafa makan, kurang ajar nya lagi lelaki itu tetap tak membiarkan dirinya pergi dari sana.

Faedahnya ia nungguin orang makan apa ha?!

Detik, menit berlalu sangat lama. Dan juga Dafa sepertinya sengaja lambat-lambatin cara makannya membuat Celine benar-benar habis kesabaran kali ini.

"Pak saya mau ke kamar, saya itu capek mau istirahat!"

Dafa tak menggubris, tapi genggaman tangannya di pergelangan tangan Celine makin mengerat seolah tak membiarkan gadis itu pergi.

"Pak!"

Celine mendengus kasar, berusaha melepaskan genggaman Dafa tapi sia-sia. "Sebenarnya apa sih mau Bapak?!"

Dafa hanya menunduk khusyuk makan.

Karena sudah lelah batin dan fisik Celine akhirnya memilih menaruh kepalanya diatas meja, ia capek ... sangat capek dengan semuanya.

Kapan Dafa bisa mengerti dirinya??

Terlalu lama meratapi nasib membuat Celine tanpa sadar terlelap dalam tidurnya. Dan Dafa spontan menatap kearah Celine.

Dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.

***

"Aaaa."

Celine tersenyum puas melihat Zee yang makan dengan lahapnya, sepertinya kelebihan bocah ini adalah gak rewel masalah makan. Apapun asal enak pasti Zee doyan.

"Celine."

Gadis itu tak menoleh, masih sibuk menyuapi Zee tidak menganggap kehadiran Dafa.

"Celine!" Ulang Dafa.

Tetap tak ada jawaban, membuat lelaki itu jadi memejamkan matanya geram. "CEL--"

"Kenapa Pak?" Celine menatap tenang Dafa, lelaki itu tentu tersentak, kesal.

"Ah, itu ... tolong bantu pakaikan dasi saya."

Celine menaruh mangkuk di tangannya dan berjalan kearah Dafa, dengan cepat dan cekatan Celine memakaikan dasi Dafa bahkan lelaki itu belum sempat bicara Celine sudah selesai dan pergi.

"Celine."

"Apalagi?!"

"Pakaikan jas saya."

Celine mendengus kasar, sepertinya ia akan menjadi manusia paling sabar semuka bumi. Malas debat Celine memilih langsung memakaikan jas ke tubuh Dafa, lelaki itu terus saja menatap ke wajahnya dan Celine tidak buta akan hal itu. Tapi Celine sudah mati rasa, ia sudah enggan berharap lagi, takut rasa sakitnya semakin dalam.

Tuk.

Celine menegang, saat Dafa menjatuhkan kepalanya di pundaknya. Celine sungguh tak bisa berkata-kata.

"Mamah!" Panggil Zee.

Dafa spontan menjauhkan dirinya. Dafa dan Celine bertatapan beberapa saat sebelum Dafa langsung beranjak pergi.

Celine tersenyum miring. "Memang brengsek." Gumamnya sudah tak heran lagi dengan kelakuan sialan lelaki itu.

"Kenapa sayang?" Celine mengelus kepala Zee lembut.

"Zee udah selesai makan, yuk berangkat!" Dengan mata berbinar semangat Zee melompat turun dari atas kursi.

Celine jadi tersenyum geli melihat bocah ini yang sangat gemoy, ia jadi heran bagaimana lelaki brengsek seperti Dafa bisa memiliki anak seimut ini.

"Yuk!" Celine dan Zee bergandengan, beriringan keluar rumah. Dan bertepatan dengan sebuah mobil putih yang kebetulan baru parkir di halaman.

Riski, lelaki itu turun dan tersenyum kalem seperti biasa, senyumnya menular membuat Celine ikut tersenyum. Rasanya Riski seperti penawar dari Dafa yang seperti setan.

"Pamaaan!!"

"Ey~ ponakan Paman kangen ya? Padahal semalem baru ketemu." Riski mengambil alih tubuh Zee dan menggendongnya, ritual mencium pipi penuh lemak Zee tidak pernah terlupa. Bocah ini sangat lucu untuk diabaikan.

"Mas ada urusan apa?" Tanya Celine.

Riski menoleh, sebelah alisnya terangkat dengan wajah kikuk. "Eung, saya mau nganter Zee ke sekolah. Kamu gak keberatan?"

Celine tertawa geli melihat wajah malu-malu Riski. "Boleh lah Mas, saya sekalian ditebengin gak nih?"

Riski jadi ikut menyunggingkan senyuman lebarnya. "Pasti dong, ayo!"

Grep.

Dan wajah kaget Celine seketika tidak dapat ditutupi saat reflek Riski memegang tangannya. Celine memilih diam, mengikuti langkah kaki lelaki itu.

Tanpa mengetahui, kalau Dafa sedang menatap marah dari balkon kamarnya.

***

TBC.

Om duda maunya apasih🗿

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang