41: Penyesalan Dafa

15.5K 1.1K 7
                                    

Dafa mengintip dari celah pintu melihat Celine yang sedang membacakan dongeng kepada Zee. Dafa menelan ludah, dengan hati-hati membuka lebar daun pintu dan berjalan masuk.

"Cel—"

"Ssssttt," Celine tidak menatapnya hanya memberi kode kearah Zee yang sudah tidur.

Dafa menarik napas, dengan pelan tanpa menimbulkan suara duduk di samping Celine, gadis itu tidak melihatnya, melirikpun enggan, tapi Dafa sadar kalau itu semua karena ulahnya sendiri.

Dafa melirik tangan Celine, lalu secara lembut menggenggamnya, terasa hangat dan nyaman.

"Maaf," bisik Dafa hampir tanpa suara, "maafin aku," ulangnya kini mengecup punggung tangan mungil itu.

Tatapan Celine masih jatuh kearah Zee, bahkan Celine tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya datar dan kosong.

Dafa menjatuhkan kepalanya ke pundak Celine, memeluk erat. "Aku memang pengecut, maaf." Lirihnya serak menahan sesuatu yang berat di dadanya, rasanya sekarang ia benar-benar tidak punya keberanian untuk menunjukkan wajahnya di depan Celine, Dafa malu, sangat malu. Ia menyesal karena memutuskan hal sepengecut tadi, padahal Celine berani berkorban banyak untuknya.

"Cel, jangan diem."

Celine tak bergeming, perawakan gadis itu sekarang benar-benar bagai patung bernyawa. Dafa makin merapatkan pelukannya, terasa basah di area leher Celine menandakan lelaki itu sedang menangis.

"Sayang."

" ... "

"Aku mohon, jawab aku."

"Eunghh ... " Zee mengigau terganggu, Celine langsung buru-buru menepuk-nepuk lembut perut Zee dan mengelus kepalanya, dan tak lama bocah itu kembali nyenyak.

Celine memejamkan matanya lelah, memilih beranjak karena kalau terus disana Dafa bisa-bisa membangunkan Zee, terkadang Celine heran dengan Dafa, padahal lelaki itu sudah sangat berumur harusnya bisa melihat situasi tapi tingkahnya justru masih kekanakan.

Dafa membuntut di belakang Celine sambil menyeka wajahnya, kemanapun Celine pergi ia ikuti sampai berhentilah mereka di area dapur. Celine meminum air dari botol, dengan Dafa masih setia mengamati setiap gerak-geriknya.

Brak!

Botol dibanting kasar di atas mini bar, Celine menarik napas dalam dengan emosi yang sangat nampak, Dafa tau kalau ia penyebab kemarahan Celine.

"Cel—"

"Tutup dulu mulutmu, pikiranku sekarang benar-benar kacau sampai rasanya mau bunuh orang."

Dafa langsung bungkam, dada Celine naik turun berirama dengan napasnya, selama ini Celine sudah sangat bersabar untuk semua tindakan Dafa tapi kali ini ia benar-benar murka.

"Gak aku sangka kamu memang sangat pengecut, gak tau malu, dan gak tau diri Mas!" Dafa terdiam dengan nyeri di dada, Celine membuang muka, "selama ini sudah banyak yang aku korbanin demi kamu, sangat banyak malahan, tapi apa balasan kamu? Kamu malah minta putus!" pekiknya dengan tangan mengepal seperti siap di ayunkan. "Aku gak pernah minta apapun dari kamu Mas, gak pernah! Aku cuma berharap kamu selalu ada di sisiku, kita berjuang bersama, sebenarnya kenapa ... k-kenapa kamu bisa sampai berucap sebrengsek tadi." Celine terjatuh, menangis diantara lipatan kakinya.

Dafa langsung mendongak menahan air matanya yang kembali menetes, ia sadar telah membuat kesalahan yang sangat fatal. Lelaki itu berjongkok, menatap Celine dalam.

"Bisa-bisanya kamu mengucapkan putus segampang itu, hubungan kita kamu anggap apa Mas? Jawab aku, kamu anggap apa!!" Celine mencekram kerah bajunya, mengguncangnya pelan, tenaga Celine sudah habis ia gunakan untuk menghajar Dafa tadi.

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang