Hari berlalu dan Sela masih berhasil menculik Zee, bahkan sekarang Zee sudah mulai trauma setiap mendengar Sela memanggilnya, yang ada di pikiran anak itu hanyalah rasa takut. Jelas aja sih anak sekecil itu tiba-tiba harus menghadapi situasi berat begini pasti sangat kesulitan.
"Zee!"
"I-iya!" Zee yang baru hendak memejamkan matanya langsung terperanjat duduk, seperti ada alarm peringatan bahaya setiap suara Sela terdengar.
Sela berjalan memasuki kamar, senyumnya sangat sumringah membuat bocah itu sedikit lega, sepertinya suasana hati Tante jahat itu sedang baik.
"Taraaaa! Mamah beliin mainan buat kamu!" dengan antusias Sela mengeluarkan box yang ia sembunyikan dari balik badannya. Ngomong-ngomong Sela juga mengganti nama panggilannya menjadi 'Mamah' sesuai keinginannya sendiri.
Zee menatap box robot itu tanpa ekspresi, padahal itu termasuk salah satu mainan yang ia sukai tapi entah kenapa ia tidak punya rasa suka sedikitpun sekarang. Zee beranjak turun dan menerima hadiah itu. "Makasih Tan."
"Kok Tan?!" sahut Sela dengan nada langsung berubah tinggi.
Zee jelas terperanjat, buru-buru meralat dengan sedikit panik. "M-mah maksud Zee." Ralatnya takut.
Ekspresi marah Sela tadi dalam sekejap berubah ceria, perubahan ekspresi Sela yang drastis itu benar-benar menakutkan, ia seperti mengidap bipolar.
"Gimana suka nggak?" tanya Sela menatap berbinar anaknya.
Zee menelan ludah, mengangguk kecil. "S-suka." Cicitnya hampir tak terdengar saking pelannya.
"Yaudah ayo kita main!" serunya menarik tangan Zee tak sabaran, bocah itu tentu saja terperangah.
"Sekarang?" tanyanya tak percaya.
Sela seketika menghentikan langkahnya, memutar kepala menatap Zee heran. "Iya, memangnya kenapa?" tanyanya datar.
Zee menggigit bibirnya, bola matanya melirik ke arah jarum jam dinding dan tak lama bocah itu menggeleng. "Gak papa, yaudah ayo main." Ujarnya terdengar sangat pasrah.
Sela seketika tersenyum senang, dan melanjutkan langkahnya dengan Zee yang terlihat beberapa kali menahan agar tidak mengantuk.
Karena sekarang jam sebelas malam.
***
"Saya sudah menyelidiki dan menemukan satu mobil terduga milik pelaku."
Pupil mata Cakra membesar seketika saat mendengarnya, laporan dari bawahannya yang ia suruh menyelidiki plat mobil tempo hari sudah membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
"Bagus! Apakah kamu tau dimana mobil itu sekarang?" todong Cakra tak sabaran.
"Kami berhasil melacaknya dan menemukan kalau mobil itu keluar kota, mobil itu menuju daerah pegunungan terpencil dan sekarang kami sedang mencoba mencari posisi terakhir mobil karena keterbatasan akses."
Meskipun belum benar-benar lega tapi Cakra sudah bisa bernapas tenang, "usahakan secepatnya!" desaknya tak mau dibantah.
"Baik Pak kami usahakan secepatnya!"
Dan teleponpun berakhir, Cakra segera mencari istrinya yang sejak kemarin melamun hampa.
"Aku mendapatkan sedikit jejak penculik itu!" lapornya tergesa, Indah secara spontan berdiri dari duduknya, mendekati Cakra tak sabaran.
"Kamu serius?!"
Cakra tersenyum dengan mata berkaca-kaca, "ayo kita ke rumah Dafa!" ajaknya dan langsung diangguki Indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sugar Daddy(end)
Teen Fiction"Dek Kakak lapar nih, bagi rotinya dong." Celine menatap bocah laki-laki itu melas. "Kakak gelandangan ya?" ceplos bocah itu dengan tampang watados. *** Celine kabur dari rumah karena dipaksa perjodohan oleh keluarganya, berasal dari keluarga kaya n...