15 tahun kemudian.
"ZEE, DION TURUN!" suara menggelegar wanita berdaster yang mencepol rambutnya khas Emak-emak itu menggelegar kencang seisi rumah. "ZEE, DION!" ulangnya karena tidak mendapat sahutan, Celine berkacak pinggang terlihat lelah. "Mas Dafa juga kenapa gak turun-turun sih!" akhirnya Celine beranjak naik ke lantai atas namun baru juga kakinya menginjak tangga ketiga lelaki yang ia teriaki sejak tadi sudah berbondong-bondong lari bahkan ada yang sambil mengancing kemeja sampai memakai dasi.
Celine menghela napas panjang dengan lelahnya. "Dari pagi udah Mamah bangunin bilang lima menit lima menit akhirnya apa? Kalian jadi keteteran kan!" omelnya mencak-mencak.
Lelaki yang memakai kemeja flanel dengan celana bahan kain itu langsung maju merangkul Celine, "aduh Mah jangan ngambek dong nanti cantiknya ilang loh," bujuknya tak lupa membuat mimik wajah sok imut. Lelaki itu tak lain adalah Zee yang sekarang berusia 21 tahun dan sedang berkuliah. Bocah yang dulu bertubuh gempal dan berpipi bakpao itu sekarang tumbuh menjadi pemuda tampan yang memiliki tubuh proporsional tinggi tegap.
Di belakangnya Dafa tak ingin kalah membujuk istrinya yang masih selalu menggemaskan di matanya itu. "Aku lapar sayang ayo sarapan," ujarnya memelas takut di semprot lagi.
Celine akhirnya membuang napas kasar, tidak tega juga untuk mengomeli lagi, "yaudah ayo makan." Titahnya membuat tiga orang di belakangnya langsung berbondong-bondong ngintil kayak anak ayam.
Mereka berempat duduk saling berhadapan di meja makan untuk sarapan, rutinitas yang tidak boleh terlewatkan disela kesibukan semua orang. Celine tidak sengaja memperhatikan seragam anak bungsunya itu, dan lagi-lagi ia dibuat mengelus dada.
"Dion masukin baju kamu!" omelnya.
Remaja berusia 15 tahun itu langsung merengut, melihatnya membuat Celine kembali ngomel. "Kamu mau masuk BK lagi? Cepet masukin!"
"Iya-iya Mah." Balas Dion setengah hati, namanya Dion Dwi Putra, remaja tampan yang mewarisi gen Dafa dan Celine jadi secara fisik tidak perlu diragukan lagi, namun sayangnya sifat bocah itu minus pake banget.
"Sebenarnya kamu nurun siapa sih? Nakal, suka bolos, tawuran, awas loh kalau Mamah sampe dapet telepon lagi dari sekolah!" todong Celine memperingati.
Dion makin mencebik manyun, "nurun Mamah lah." Jawabnya dengan berani, Dafa dan Zee sampai melotot tak percaya dengan keberanian bocah itu, bahkan mereka saja yang sudah tua nggak berani melawan Celine.
"HEH KAMU INI!" Celine menjerit gregetan.
"U-udah udah Cel, masih pagi jangan marah-marah." Tahan Dafa sebenarnya agak takut melihat istrinya yang hendak meledak itu, selain sarapan rutinitas pagi Celine selalu bertengkar dengan Dion, tidak heran sih melihat dua orang itu memiliki sifat yang sama.
"Dek dengerin Mamah jangan nakal!" peringat Zee sebenarnya cuma biar Celine senang aja.
"Iya-iyaaaa wahai Mamah dan Kakakku tercinta." Balasnya acuh lalu memakan sarapannya dengan tak peduli, Celine cuma bisa menggeleng pasrah, mengomeli Dion seperti mengomeli tembok yang gak ada kupingnya.
Mereka berempat selanjutnya kembali sarapan namun kali ini sudah tidak ada cerocosan panjang Celine lagi, tak lama tiga lelaki disana berdiri setelah menyelesaikan sarapannya.
"Aku berangkat dulu ya sayang, muach." Dafa mengecup pipi Celine dan Celine mencium punggung tangan Dafa sebelum suaminya keluar.
"Aku berangkat dulu Mamahku yang paling cantik," Zee menunduk memeluk Celine dan mengecup pipi Celine juga.
Sekarang tinggal satu orang, Dion yang sejak tadi manyun nyatanya tetap mencium pipi Mamahnya itu sayang, Celine langsung tersenyum lebar sambil mengacak gemas rambut anaknya itu. "Jangan nakal," nasihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sugar Daddy(end)
Teen Fiction"Dek Kakak lapar nih, bagi rotinya dong." Celine menatap bocah laki-laki itu melas. "Kakak gelandangan ya?" ceplos bocah itu dengan tampang watados. *** Celine kabur dari rumah karena dipaksa perjodohan oleh keluarganya, berasal dari keluarga kaya n...