"CELINE?!"
Dafa melotot kaget dan langsung berlari kesetanan menuju istrinya, perempuan itu sudah tergeletak lunglai tak sadarkan diri di lantai. Dafa memegang wajah Celine, beberapa kali menggoyangnya dan memanggil-manggil namanya dengan sangat panik. Zee yang ikut panik justru malah menangis kencang membuat suasana kian kacau balau.
"Celine bangun!"
"HUWAAA MAMAH!"
"Zee jangan nangis, Celine bangun!" Dafa keteteran gak karuan, bahkan saking hebohnya keadaan mereka sampai pembantunya pun datang.
"Bi tolong jaga Zee saya harus bawa Celine ke rumah sakit!" titah Dafa segera menggendong Celine namun Zee justru berlari mengikuti.
"Zee mau .. hiks ikut!" ujarnya sesenggukan.
Dafa menurunkan Celine di dalam mobil, berjongkok singkat menghadap anaknya. "Kalau mau ikut gak boleh nangis!" tekan Dafa tegas, keadaannya terlalu genting sekarang.
Zee langsung berhenti nangis, menyedot ingus dan mengelap sisa air matanya, dengan mata masih sembab bocah itu mengangguk cepat. "Iya Zee gak nangis, Zee kan udah gede!" janjinya sungguh-sungguh.
Dafa tersenyum bangga, langsung menggendong Zee dan menaruhnya di dalam mobil juga. "Bi, tolong jaga rumah dulu." Pesan Dafa berlari memutari mobil untuk masuk kursi kemudi.
"Baik Pak."
Lalu secepat kilat Dafa melajukan mobilnya, sepanjang perjalanan Dafa berusaha mati-matian mengontrol fokusnya supaya tidak terpecah kepada istrinya yang pingsan. Ia panik, takut, dan kaget karena Celine tiba-tiba pingsan seperti ini, apakah Celine sakit selama ia tinggal? Tapi seingatnya istrinya baik-baik saja.
Dafa mengacak kasar rambutnya dengan napas berat, "kenapa gak sampai-sampai sih!" umpatnya menggelatukkan giginya emosi. "Zee." Panggil Dafa.
Zee yang sedang menoel-noel pipi Celine berharap agar Mamahnya bangun itu menoleh polos, "kenapa Pah?"
"Mamahmu sakit selama Papah gak ada?"
Zee jadi terdiam, berpikir sejenak. "Nggak kok Pah, bahkan tadi sepulang sekolah Mamah ajak Zee belanja ke Mall karena Zee dapat juara."
Dafa makin gusar, kalau Celine tidak apa-apa tidak mungkin tiba-tiba pingsan, atau .... selama ini Celine menyembunyikan penyakitnya?
Pikiran Dafa makin tidak terkontrol kemana-mana.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit mereka sampai di rumah sakit terdekat, Dafa dan Zee segera turun dari mobil dengan Dafa yang menggendong Celine. Mereka berlari menuju ruang UGD dan Celine langsung di tangani disana.
"Saya suaminya!"
"Kami mengerti Pak, tapi tolong tunggu di luar sesuai prosedur yang ada." Cegah suster yang menghadang Dafa masuk.
Dafa memejamkan matanya beberapa saat, sebenarnya sangat ingin melawan tapi ia tidak mau justru membuat keadaan makin runyam, akhirnya lelaki itu menyerah, "tolong sembuhkan istri saya," pesan Dafa dengan nada sedikit bergetar.
Suster tersebut tersenyum meyakinkan, "itu memang tugas kami," lalu segera menutup pintu meninggalkan Dafa dan Zee yang masih terdiam di tempatnya.
Zee duduk meringkuk di kursi dengan tangan memegang lututnya, bocah itu sekarang benar-benar takut karena ia sering melihat kalau tempat ini untuk orang yang dalam keadaan sakit parah, tapi karena sudah janji pada Papahnya bocah itu mati-matian menahan agar tidak menangis lagi.
Dafa menyandarkan kepalanya ke tembok lunglai, degup jantungnya memburu hebat setiap detik menunggu kabar tentang Celine. Hanya ada keheningan disana, Zee pun ternyata cukup pengertian untuk tidak bertanya-tanya kepada Papahnya, bocah itu sangat anteng diam di sebelah Dafa. Beberapa menit setelahnya lampu di atas pintu mati tanda selesainya pemeriksaan darurat.
Ceklek.
Dafa dan Zee secara bersamaan mendekati dokter yang baru keluar ruangan dengan cemas, wajah Dafa sudah pucat pasi menunggu penjelasan.
"Bagaimana kondisi istri saya Dok?" tanya Dafa berdebar hebat menunggu jawaban.
Dokter tersebut membuka maskernya, lalu menatap Dafa dengan tatapan tak terbaca.
***
"Nggh ... " Celine melenguh pelan, kelopak matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Begitu tersadar sepenuhnya Celine spontan mengedarkan pandangan, ruangan serba putih dan beraroma obat itu membuat Celine sedikit terusik. "Aku di rumah sakit?" gumamnya terkejut tidak menduga, belum selesai berpikir suara deritan pintu terdengar samar membuat ia reflek menoleh.
"Kamu sudah bangun daritadi?" tanya Dafa berbinar senang melihatnya, wajah Dafa sedikit basah sepertinya karena lelaki itu habis cuci muka, di belakangnya Zee mengekor seperti anak ayam.
"Aku pingsan Mas? Aku sakit apa?" tanya Celine langsung karena sejujurnya ia pun kaget tiba-tiba pingsan, apa mungkin karena ia kelelahan sehabis mengajak Zee belanja ya?
Dafa justru tersenyum mencurigakan, saling lempar kode mata dengan Zee yang juga terkikik pelan. Sontak saja melihatnya membuat Celine mengernyit terheran-heran, kenapa tingkah dua orang itu aneh sekali.
Cup.
Dafa mengecup pipi Celine membuat perempuan itu makin terkesiap kebingungan.
"Kamu hamil." Bisik Dafa.
"HAH?!" Celine seketika duduk tegak meluruskan punggungnya dengan ekspresi kaget yang tidak dapat digambarkan. "H-hamil?" ulangnya terbata-bata.
Dafa mengulum bibirnya, mengangguk mengiyakan. "Aku seneng banget," lirih lelaki jangkung itu dengan mata berkaca-kaca.
"Yeeey! Sebentar lagi Zee punya Adik!" seru Zee sudah kegirangan, "Zee mau Adiknya yang cowok ya biar Zee ada temen main bola!" request bocah itu tanpa dosa.
Tak ayal Dafa langsung terkekeh geli, "kalau cewek emangnya Zee gak mau?"
Zee berkedip, menatap Dafa dengan lugu. "Eum mau kok, yaudah deh terserah mau cowok atau cewek." Ralatnya pada permintaannya sendiri, membuat Dafa bukan hanya terkekeh tapi sampai tertawa renyah. Astaga moodnya sekarang benar-benar bagus.
"Tunggu-tunggu Mas, ini aku seriusan lagi hamil? Sejak kapan? Trus aku pingsan karena hamil?" tanya Celine bertubi-tubi saking masih tercengangnya.
"Tenang sayang jangan panik," Dafa tersenyum lembut menatap Celine, "kamu hamil 2 bulanan, dan kamu pingsan karena kelelahan, lain kali jangan maksain diri lagi ya." Peringat Dafa halus.
Celine masih cengo di tempat, sampai tak lama perempuan itu langsung memeluk erat Dafa, "aku masih gak nyangka, ini ... ini bukan mimpi kan? Aku seneng banget!" serunya meluap-luap sangat bahagia.
Dafa tak kalah bahagia, membalas pelukan Celine lembut. "Aku juga seneng banget, akhirnya kita punya anggota keluarga baru lagi." Bisiknya membuat Celine makin terharu.
"Zee juga mau pelukan!" cebik Zee melompat naik ke brankar Celine dengan iri.
Celine dan Dafa tertawa bersamaan, langsung memeluk Zee kompak. Mereka bertiga berpelukan layaknya Teletubbies.
Ceklek.
Ketiga orang itu spontan menoleh ke arah pintu, dan saat melihat suster yang berdiri di ambang pintu mereka bertiga reflek terdiam bersamaan.
"Eh, hehe maaf mengganggu, silakan dilanjut acara keluarganya." Ujar suster itu canggung sebelum melipir pergi.
Dafa, Celine, dan Zee saling pandang satu sama lain, sampai tak lama mereka bertiga tertawa terbahak-bahak malu.
***
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sugar Daddy(end)
Roman pour Adolescents"Dek Kakak lapar nih, bagi rotinya dong." Celine menatap bocah laki-laki itu melas. "Kakak gelandangan ya?" ceplos bocah itu dengan tampang watados. *** Celine kabur dari rumah karena dipaksa perjodohan oleh keluarganya, berasal dari keluarga kaya n...