"Mas Dafa kok belum siap-siap? Mas gak kerja?" melihat lelaki duda itu yang masih santai membaca korannya dengan kaos oblong membuat Celine heran, pasalnya jam segini Dafa biasanya sudah rapi siap ke kantor.
Dafa menurunkan koran bacaannya, mengulet badannya di kursi santai itu. "Nggak, aku ijin libur."
"Loh kenapa?!" Celine mengernyih aneh, si workaholic tiba-tiba ambil libur itu patut dicurigai.
Dafa menipiskan bibirnya, "hari ini aku mau kencan sama kamu."
"Ken—WHAT?!" Celine melotot, nampak horor. "Dih ada angin apa tiba-tiba romantis, aku jadi merinding." Celetuknya sambil mengelus lengannya membuat Dafa mendelik tersinggung.
"Padahal aku mau romantis tapi kenapa kamu malah ejekin aku sih, yaudah kalo gak mau gak jadi!" Dafa beranjak ke kamarnya, nah kan lelaki ini memang pundungan.
"Hehe gitu aja ngambek, aku cuma kaget aja kok karena kan biasanya kamu gak romantis gini," Celine bergelayutan di lengan kekar Dafa, mulai keluar bujuk rayunya. "Emangnya Mas mau ajakin aku kemana?"
Dafa tersenyum cerah, mood lelaki ini lebih parah daripada cewek PMS. "Ada deh nanti kamu juga bakal tau."
"Ih sok rahasia!" Celine lalu menatap wajah Dafa dengan mata mengerling, "tapi nanti kalau ada yang kenal Mas gimana? Kan gak mungkin kita bawa Zee sebagai alasan?" Celine mencoba tidak terdengar sedih, menjalin hubungan backstreet dengan lelaki ini lebih dari cukup untuknya.
Dafa menatap sendu manik mata Celine, meskipun ditutupi tapi ia bisa melihat jelas raut sedihnya. "Gak usah pikirin hal begitu, yang penting hari ini kita have fun." Dafa mencubit gemas pipi kekasihnya.
Celine langsung tersenyum lebar, terlihat sangat senang. "Makasih!" lalu memeluk tubuh tinggi besar Dafa, rasanya ia seperti tengah memeluk beruang karena ukuran tubuhnya sangat mungil dibanding Dafa, tapi hal itu yang justru membuatnya nyaman.
Dafa tersenyum hangat, membalas pelukan Celine lembut. Ternyata hubungan ini jauh lebih mulus daripada perkiraannya, meskipun awalnya sempat ragu untuk menjalin hubungan dengan Celine tapi makin kesini hati lelaki itu makin mantap, rasanya ia benar-benar tak ingin kehilangan Celine.
"Waaah Zee kok gak diajak pelukan! Zee ikuuuut!!"
Dafa dan Celine mencelat kaget saat tuyul itu tiba-tiba nyempil di antara keduanya, tawa renyah mereka langsung menguar beberapa detik setelahnya.
"Kayaknya," Dafa berbisik di telinga Celine, "hal pertama yang harus kita urusin adalah anak ini dulu." Kekehnya membuat Celine ikut geli.
***
Hari ini adalah hari paling bahagia untuk gadis itu, Dafa benar-benar mengajaknya berkencan mulai dari menonton bioskop, ke taman hiburan, bahkan sekarang mereka sedang lunch di restauran mewah.
Di lain sisi Dafa diam-diam justru mengamati pergerakan gadis itu, Celine tampak sangat luwes mengetahui tata cara table manners yang baik, hal itu benar-benar menyita perhatiannya. Bukannya Dafa meremehkan atau apa, tapi ilmu table manners bukanlah ilmu murah yang asal gampang dipelajari semua orang.
Celine justru sibuk memotong steak nya dengan anggun, tersenyum manis ke arah Dafa tanpa tau kalau lelaki itu tengah memperhatikannya.
"Mas gak makan?"
Dafa tersentak, berusaha senatural mungkin mengelak. "Ah, iya ini mau makan. Kamu suka makanannya?" tanyanya karena Celine terlihat biasa saja, gadis itu bahkan tanpa bingung mengerti segala hal tentang restauran ini seolah sudah biasa kesini.
"Suka, makasih ya Mas." Celine tersenyum.
Dafa balik tersenyum, "makan yang banyak."
Celine mengangguk kemudian melanjutkan acara makannya, Dafa memilih tak ambil pusing perihal masalah ini, yah mungkin saja Celine pernah belajar table manners ketika di luar negeri, ia tak ingin menanyakannya pada Celine karena takut gadis itu tersinggung mendengarnya bertanya yang seperti sedang meragukannya.
"Loh ini udah jam 12, kita lupa belum jemput Zee pulang sekolah!" Celine menegak, sepotong daging yang hendak ia telan sampai tak jadi. "Ayo Mas buruan–"
"Gak perlu, aku sudah titip Zee ke Bibi dan Paman." Bibi dan Paman yang Dafa maksud adalah pembantu dan supirnya.
Celine langsung lega, padahal dulu ia adalah gadis bebas yang tak pernah mengkhawatirkan apapun, tapi entah kenapa sekarang ia merasa benar-benar harus mengayomi Zee seperti seorang Ibu kandung.
"Makasih kamu sudah benar-benar jadi Ibu yang baik buat Zee," Dafa menunduk, memotong steak dagingnya dengan senyuman miris. "Aku sangat bersyukur Zee mempunyai orang yang tulus menyayanginya seperti kamu." Ucapan panjang itu diakhiri Dafa yang akhirnya mendongak menatap matanya.
Celine tersenyum tulus, "kamu gak perlu ngerasa berterimakasih Mas, aku menyayangi Zee di atas segalanya."
Dafa makin terenyuh, rasa sayangnya naik lagi pada gadis ini, rasanya tak ada habis-habisnya Celine mengeluarkan pesonanya.
Dan selanjutnya keduanya makan kidmat dengan alunan musik klasik dan biola yang menemani, benar-benar suasana yang menenangkan.
Ah, tak lupa, keduanya saling lempar cinta lewat tatapan mata.
***
"Loh Mas ngapain kita kesini?!" Celine mendongak membaca papan nama butik yang ada di depannya. "Mas mau beli baju?" Celine akhirnya menatap wajah kekasihnya itu.
Dafa tidak menjawab, justru tersenyum aneh. "Udah ayo masuk dulu."
Celine menurut meskipun masih sangsi, anehnya begitu masuk mereka langsung disapa oleh owner nya, Celine makin curiga kalau lelaki ini sengaja reservasi sejak awal.
"Sudah disiapkan Mbak?" tanya Dafa.
"Sudah Pak, mari ikut saya," lalu perempuan yang dipastikan pemilik butik itu menatap Celine ramah, "mari Mbak." Ajaknya sopan.
Meskipun sedang kebingungan parah tapi Celine tetap saja menurut ditarik kesana-kemari, bahkan saat disuruh mencoba satu persatu dress di sana ia seperti mannequin yang patuh.
"Ganti." Titah Dafa entah sudah ke berapa kalinya. Celine akhirnya tidak tahan juga.
"Mas mau suruh ganti berapa kali lagi, sih?!" protesnya, justru dibalas Dafa dengan alis naik seorang mengatakan 'ya suka-suka aku.'
Lelaki itu memang nyebelin banget!
"Ck, oke fine!" Celine dengan sedikit tak niat kembali masuk ke ruang ganti untuk berganti lagi, capek banget tau bolak balik cuma buat ganti pakaian, lagian aneh-aneh saja Dafa tiba-tiba menyuruhnya dandan.
Lima menit kemudian Celine keluar ruangan, menatap Dafa malas. "Awas kalo masih suruh ganti!" ketusnya, namun ekspresi merekah Dafa terlihat.
"Nggak, kali ini bagus! Mbak saya ambil yang ini, langsung dipake, jadi Mbak total saja di kasir!" Dafa menatap pemilik butik itu senang, seolah habis menemukan harta karun saja. Celine langsung lega, yah setidaknya ia tidak akan disuruh-suruh lagi ganti pakaian.
"Baik, Pak." Lalu pemilik butik itu melenggang pergi untuk berbicara pada pegawai kasirnya.
"Mas ngapain sih nyuruh-nyuruh aku pake ginian, emang kita mau kemana?!" Celine merengut, gara-gara capek bolak-balik ia jadi badmood.
Dafa mendekat, merapikan rambut gadis itu sejenak. "Nanti juga tau."
"Mau kemana sih? Gak usah sok rahasia-rahasiaan!"
Dafa tertawa singkat, menyelipkan anak rambut Celine ke belakang telinga dengan badan sedikit merendah untuk menyejajarkan tingginya dengan Celine.
"Aku mau ajak kamu ke rumah orang tua aku."
***
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sugar Daddy(end)
Teen Fiction"Dek Kakak lapar nih, bagi rotinya dong." Celine menatap bocah laki-laki itu melas. "Kakak gelandangan ya?" ceplos bocah itu dengan tampang watados. *** Celine kabur dari rumah karena dipaksa perjodohan oleh keluarganya, berasal dari keluarga kaya n...