47: Mengintai

11.4K 861 10
                                    

Zee berkedip-kedip, menatap wanita di depannya dengan cermat, dahi bocah itu sesekali terlihat mengerut berpikir. Sepertinya ia pernah bertemu dengan Tante ini tapi dimana ya? Zee lupa.

Sela tersenyum lebar, berjongkok untuk menyejajarkan tingginya dengan Zee. "Tara! Tante bawa hadiah buat kamu." Sela mengeluarkan permen lolipop seukuran telapak tangan orang dewasa, membuat bola mata Zee membesar seketika.

"Woaaaah!" serunya antusias sambil bertepuk tangan, "Zee mau Zee mau!" pintanya sambil lompat-lompat tak sabar.

Sela tertawa pelan, menyerahkan permen itu kepada Zee, dengan tak sabaran Zee mengambil permennya, padahal Dafa dan Celine sering mengajari bocah itu untuk tidak menerima barang dari orang asing, tapi namanya juga bocah apalagi yang doyan makan kayak Zee pasti lupa.

Dengan bibir membulat utuh dan mata berbinar-binar Zee membuka bungkus permen itu, membuat Sela tersenyum tipis. "Kalau kamu mau ikut Tante nanti bakal Tante kasih lebih banyaaaak permen kayak gitu lagi, yang lebih besar malahan." Rayunya.

Zee seketika mengangkat kepalanya, "yang bener?!"

Sela mengangguk yakin, "bener dong, apalagi ada yang bentuknya mobil, robot, pokoknya permennya keren-keren!" bujuk Sela membuat Zee tentu tergiur.

"Memangnya kita mau kemana?"

"Kita mau ke—"

"ZEE KAMU DIMANA? INI NENEK BAWAKAN MINUM!"

Sela dan Zee tersentak bersamaan, terlihat sorot mata Sela langsung menajam dengan tangan mengepal kesal. Zee menoleh kearah suara Neneknya, "ZEE DISINI NEK!" teriaknya membalas.

Tak lama Indah datang dengan tergopoh-gopoh, dan langsung memegang pundak Zee khawatir. "Lain kali jangan main sampai keluar begini ya, bahaya." Nasehatnya.

Zee mengangguk, sudah bersiap membuka mulut untuk mengemut permennya namun langsung dicegah Indah. "Kamu dapet permen ini darimana?" tanyanya curiga.

Zee berkedip polos, spontan menunjuk ke belakang tubuhnya. "Dikasih sama Tante itu."

"Tante mana?"

Zee jadi membalik badan, dan seketika kebingungan karena wanita tadi sudah hilang entah kemana, tanpa sadar Zee garuk-garuk kepala.

"Kok gak ada ya? Padahal tadi katanya mau ajak Zee pergi cari permen." Gerutunya mencebik, Indah mendelik kaget, buru-buru membuang permen di tangan cucunya itu membuat Zee melotot kesal.

"Permen Zee Neeeeek!" rengeknya.

"Nanti Nenek belikan yang lebih besar dan banyak, inget ya kalau ada orang nggak dikenal ngajak pergi atau kasih apapun jangan diterima!" peringat Indah tegas.

"Memangnya kenapa Nek?"

"Dia orang jahat!"

"Jadi Tante tadi orang jahat?"

"Iya, makanya Zee jangan mau-mau lagi!"

"Ih untung Zee belum makan permennya!" Zee menatap permen yang sudah menyatu dengan tanah itu ngeri.

Indah mengangguk, menggenggam tangan Zee dan segera membawanya masuk. Tanpa mereka tau kalau Sela sedang mengintai mereka dengan sorot mata marah.

***

Senyum manis tidak henti-hentinya terpampang di wajah Celine, rasanya sejak dari laut tadi sampai pulang ke penginapan hati perempuan itu sangat berbunga-bunga.

Grep.

Dafa terkesiap heran saat lengannya dipeluk tiba-tiba oleh Celine, "kenapa?"

"Gak papa," jawab Celine sambil terkikik-kikik geli sendiri yang tentu saja membuat Dafa menggeleng tak habis pikir. Rasanya Celine jadi lebih menempeli dirinya terus.

"Laper nggak?"

"Ih kan tadi baru makan dari sana," balas Celine mencebik, padahal di tempat tadi mereka sudah makan romantis bisa-bisanya Dafa masih menawarinya makan.

Dafa jadi tertawa kecil, tak habis pikir dengan kebodohannya sendiri. "Yaudah lepas dulu pelukannya." Titahnya berusaha melepas pelukan Celine di tangannya namun yang ada justru pelukannya diperkuat.

"Mas gak mau ya aku peluk begini?!" tuduh perempuan itu sudah akan berubah jadi kucing garong.

"Nggak, cuma aku mau mandi."

"Ya trus?"

Dafa mengerjap kaget dengan respon Celine barusan, "maksud kamu?"

"Mandi kan tinggal mandi, gak perlu nyuruh aku lepas pelukan kan bisa." Balas Celine enteng meskipun tidak bisa dipungkiri pipinya sedikit merona.

Dafa berdehem kikuk, "memangnya kamu mau?" tanyanya memelan.

Celine menatap wajah Dafa, berkedip tenang. "Kenapa aku harus gak mau?" sontak saja balasan Celine itu sukses membuat Dafa sampai menahan napasnya, jantungnya seketika berdegup kencang.

"Aku gak maksa ya, jadi kamu gak boleh tarik ucapan kamu." Dafa menyeringai misterius membuat Celine jadi lumayan gugup, kenapa aura Dafa seperti hewan buas yang akan memangsa.

Dan benar saja tanpa menunggu balasan Celine Dafa langsung menggendong istrinya itu dan membawanya masuk ke kamar mandi, Celine sampai memekik kecil saking kagetnya.

BRAK!

Pintu kamar mandi ditutup Dafa secara kasar menggunakan kakinya, dan lelaki itu langsung memulai aksinya.

***

Suara napas yang terengah-engah menggema di kamar mandi itu bersamaan dengan suara shower, Celine rasanya seperti mau mati karena sejak tadi sampai kesulitan mengambil napas, apalagi darahnya seperti mendidih dan panas, pelakunya siapa lagi kalau bukan Dafa.

Lelaki itu benar-benar seperti mengobrasnya habis-habisan, sebenarnya ini acara mandi atau acara ninu-ninu coba. Begitu ronde ke empat selesai Celine nyaris tergelosor jatuh kalau tangan kekar Dafa tidak segera menahannya, Celine menatap Dafa dengan mata setengah sekarat.

"Aku bisa mati nungging kalau Mas masih mau lanjut," celetuknya sarkas, lelaki itu justru tertawa dengan suara bassnya.

Cup.

"Iya-iya istirahat dulu lima menit."

"Lima menit?!" Celine mendelik tak santai, "aku udah capek, encok banget, untuk sesi sekarang selesai dulu!" putusnya mengangkat tangan.

Dafa memeluk tubuh istrinya itu dari belakang, menaruh dagunya ke pundak Celine dengan bibir mengerucut. "Makanya rajin olahraga biar kuat."

"Kalau mainnya kasar kayak kamu ini aku rasa sekuat-kuatnya wanita juga bakal KO."

Dafa justru menyengir bangga, "berarti aku hebat, kan?"

"Ck!" Celine tidak bisa membantah, "udah ini mandinya cepetan diselesaiin dulu, aku kedinginan nih!" ketusnya menutupi rasa salah tingkahnya.

Dafa makin tertawa renyah, "siap istriku." Bisiknya dan merekapun melanjutkan mandi.

Disertai Dafa yang tangannya masih grepe-grepe.

***

"Zee sekolah yang pinter ya." Pesan Indah dan Cakra, dua orang itu yang biasanya paling malas keluar rumah sekarang justru terlihat sangat excited untuk mengantarkan Zee ke sekolahannya.

Zee tersenyum lebar, mencium punggung tangan mereka sopan. "Iya, Zee masuk ya Nek, Kek."

Indah dan Cakra tidak bisa menyembunyikan binar bahagia di wajahnya, meskipun Zee bukan cucu kandung mereka tapi mereka merasa sangat sayang pada bocah itu.

Kemudian Zee pun berjalan masuk ke dalam sekolahannya, tak lupa sambil dada-dada kepada mereka yang tentu saja tingkah menggemaskan anak itu membuat mereka geli.

Mobil mereka melaju pergi setelah melihat Zee benar-benar masuk gerbang sekolah, dan ternyata sejak tadi sudah ada sepasang mata yang mengincar mereka.

Seorang wanita yang memakai topi, kacamata, dan masker hitam itu menatap dari dalam mobil, dan sebuah senyum tak terbaca tiba-tiba terbit di bibirnya.

***

TBC.

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang