Hello semuaaaa
Jangan lupa vote and comment 💋
Enjoy❤️
__________Hari ini hari Minggu, Vanessa sedang menyantap makan siangnya bersama kedua orangtuanya dan adik laki-lakinya.
"Sa, ulangan biologi kamu dapat berapa?" tanya papanya
"85."
"Pasti ada yang lebih bagus," ucap papanya. "Elle dapat berapa?"
Vanessa semakin gugup, ia tahu kemana arah pembicaraan ayahnya, "95."
"Kamu contoh dong si Elle. Nilainya bagus-bagus, kamu pasti kurang giat belajarnya."
"Iya loh, nilai Elle itu selalu bagus," ucap mamanya.
"Kamu juga bisa contoh adikmu, dia tekun, rajin, berprestasi. Apa yang bisa papa mama banggain dari kamu? Papa udah berusaha nutupin berita kehamilan kamu, papa udah pasangin kamu sama Jayden, malah kamu gak mau. Tiap malam kerjaannya pergi-pergi mulu. Nilai juga gak pernah oke, papa kalau ketemu sama kolega papa malu, Sa."
Sepanjang makan siang Vanessa mendengar itu, kenapa dia dituntut harus sempurna? Kenapa dia selalu dibandingkan dengan orang lain? Dibandingkan dengan adiknya juga?
"Papa sekolahin mahal-mahal kok nilainya jelek terus. Papa kerja susah payah buat kamu. Kamu bisa apa, kenapa selalu bikin kecewa?
Brak!
Vanessa memukul meja makannya, "Iya Sasa gak bisa apa-apa selain bikin mama papa sedih, Sasa selalu bikin kecewa, tapi mama papa pernah gak mikir perasaan Vanessa? Papa selalu bandingin Sasa sama Elle, sama Jesslyn, sama anak temen-temen kerjanya papa, sama Ricky. Papa cuman perhatiin Ricky, sekarang coba papa jawab apa yang Sasa suka? Papa tau gak?"
Papanya tak menjawab, "Papa juga maksa Sasa buat deket sama cowok itu yang lecehin Sasa, papa pernah tanya gak habis itu perasaan Sasa gimana? Waktu itu yang perhatiin Sasa cuman Jayden, sekarang Jayden pun gak ada buat nemenin Sasa. Gak ada yang sayang sama Sasa. Dipikiran papa sama mama cuman ada uang, uang, uang. Papa sampai rela nyuruh Sasa deketin cowok brengsek itu cuman buat dia mau tanda tangan kontrak sama perusahaan kita dan hasilnya apa? Ternyata mereka juga manfaatin kita kan? Sasa udah rusak, sekalian aja Sasa jadi rusak. Semua orang cuman mikirnya Elle, Elle, dan Elle. KENAPA SIH HARUS SELALU ELLE?"
"Sa, cukup," ucap mamanya.
Vanessa berusaha membendung air matanya, "Mama diem, mama juga sama aja kayak papa. Jangan salahin Sasa kalau Sasa gak pinter kayak Ricky, kayak Elle. Buah kan jatuh gak jauh dari pohonnya, siapa yang suru lahirin anak bego kayak Sasa? Sasa sering mikir sebenarnya Sasa tuh anak papa mama bukan sih? Kenapa papa mama cuman sayang sama Ricky? KAPAN KALIAN SAYANG SAMA SASA?! SEKALIAN ANGKAT AJA ELLE JADI ANAK!"
Vanessa berlari ke kamarnya, membanting pintu kamarnya, air matanya kini mengalir begitu saja, ini tak hanya terjadi sekali dua kali, papa mamanya selalu membandingkan dia dengan orang lain terutama Elle, bagi mereka Elle begitu sempurna.
Detik berikutnya Vanessa mendengar papa dan mamanya bertengkar, hal itu biasa Vanessa dengarkan, tangisnya makin menjadi. Ricky masuk ke kamar Vanessa.
"Kak, kita tu sayang sama lo, papa mama juga sayang sama lo," ucap Ricky.
"Sayang dari mana? Gue pingin hilang dari sini, Ky."
"Kak, gue tahu lo capek, tapi lo inget lo masih punya gue, tapi lo juga harus berubah, jangan kayak gini terus. Turutin papa mama."
"Apa yang mau gue rubah? Kalian gak tau gue udah capek-capek belajar sampai malem, emang otak gue yang bego gue bisa apa?" Vanessa masih terus menangis. "Kenapa gak papa mama yang suruh berubah? Jadi sayang sama gue?"
Ricky paham betul kesedihan kakaknya, "Kalau gue udah sukses gue bakal bikin lo lepas dari mereka."
Vanessa menghentikan tangisannya, "Gak usah sok perhatian sama gue, gue tau lo aslinya seneng kan? Waktu itu lo pulang malam gue yang di salahin padahal lo sendiri yang kabur. Semua aja salahin gue."
"Kok lo ngomong gitu sih, gue beneran sayang sama lo, Kak. Lo jangan egois dong."
"Egois lo bilang? Keluar dari sini sekarang. KELUAR!"
Vanessa mendorong Ricky keluar, ia melihat foto yang berada di dekat pintunya, fotonya bersama teman-teman masa kecilnya, "Anya, andai lo ada di sini. Cuman lo yang ngerti perasaan gue."
"Kenapa lo harus pergi secepat itu? Persahabatan kita udah gak sama sejak gak ada lo. Gue pingin nyusul lo aja, tapi gue juga pingin wujudin cita-cita kita berdua."
"Bahkan sekarang Jayden sama Marco udah gak peduli sama gue. Gue capek, Nya."
"Kenapa mereka harus di rebut sama Elle? Kenapa semua orang sayang sama Elle? Bahkan mama sama papa gue lebih sayang sama Elle daripada gue!" Vanessa kini membaringkam tubuhnya di lantai ia terus menangis sampai tak sadar ia terlelap.
***
Vanessa bangun dari tidurnya, sekarang sudah jam 5 sore, perasaannya masih campur aduk. Ia segera mandi dan berganti pakaian, ia ingin menenangkan pikirannya di salah satu cafe dekat rumahnya.
Ia segera meminta supirnya untuk mengantarnya dan menggunakan kacamata hitam untuk menutupi mata sembabnya, cafe itu begitu sepi dan tenang. Cocok untuk menenangkan pikirannya.
"Apa gue harus hancurin mereka satu-satu?"
Vanessa melihat ponselnya, teringat beberapa hari yang lalu ada yang mengirim pesan untuknya, tidak hanya sekali tapi berkali-kali, memberikan penawaran yang cukup menarik untuknya, tapi ini menyangkut Jayden dan Marco, masa iya dia harus mengkhianati mereka? Ia juga tak tahu siapa yang mengirim pesan itu karena pengirimnya menggunakan nomor yang tak ia kenal.
Lamunannya buyar ketika seorang laki-laki datang menghampirinya, "Gimana lo tertarik sama tawaran gue?"
Vanessa melihat orang di depannya itu, "Selama ini lo yang ngirim pesan itu?"
Nungguin ya siapa yang ngirim pesan?
Masih nungguin ya?
Sabar ya gak bakal ku kasih tau sekarang heheh.
__________
Diketik dengan 895 kataGimana part ini?
Ditunggu part berikutnya☺️
Spoiler:
Follow instagram:
@twohearts_wattpad
@jaydenalvarendraa
@brielleleanore_
@marcoliver.ramirez
@arkanajulioo
@kiara_regandara
@edgarrstanley
@jenica.keihl
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Hearts
Ficção Adolescente[Follow sebelum membaca] Jayden ingin sekali melindungi dan menyingkirkan segala mara bahaya yang ada di sekitar perempuan itu. Jayden tidak ingin melihatnya terluka. Sosoknya menyaratkan sebuah hal yang sangat berarti. Namun, apa yang harus ia lak...