7. Mengunjungi sekolah🕯️

1.3K 118 1
                                    

Gia menghentikan pukulannya kemudian terkesiap ternyata orang yang dipikulnya itu Algi. Ia kira lelaki itu masih tidur di kamarnya karena dia sudah memastikan kalau Algi sudah tidur.

"Kenapa mukul, Kak? Badan Algi sakit lagi jadinya," keluh Algi dengan mengelus tangannya yang kena pukul.

Gia menatap Algi dengan menyeringai ternyata anak ini sudah cukup berani juga kepadanya. Ia menatap wajah Algi yang sedikit kesal, tapi kenapa mengungkapkan emosi kepadanya seharusnya kepada pelaku.

"Eyy ... berani juga Lo. Kenapa mau marah?" ledek Gia dengan bersedekap dada.

Gia tersenyum puas saat melihat Algi yang menahan marahnya. Ia tidak salah jadi kenapa amarah itu dilimpahkan kepadanya.

"Eh! Tapi gue minta maaf. Soalnya gue kira ada maling dan kebetulan Lo jongkok gitu," ucap Gia dengan terkekeh kecil.

Algi hanya mengangguk lagipula ini salahnya karena tidak menyalakan lampu. Ia menatap kotak P3K yang berceceran tapi dia agak takut untuk mengambilnya, karena kakajnya terus-terusan menatapnya.

Gia mengambil kotak itu berkata, "Luka Lo belum diobati dari tadi?"

Algi menggeleng kecil yang membuat Gia geram karena tidak bicara sedikit pun, apakah telinga Algi tersumbat pikirnya. Ia mengeluarkan barang-barang yang diperlukan dari alkohol dan kapas.

"Kenapa belum diobati, anjir ... jika tuh luka infeksi gue nggak mau tanggung jawab," ucap Gia dengan menatap tajam.

Gia seketika lupa dengan sakit perutnya akibat marah-marah sedangkan Algi hanya menunduk sembari mengangguk-angguk kepalanya. Setelah itu barulah Gia membantu Algi mengobati lukanya.

"Pelan-pelan, Kak," celetuk Algi karena Gia mengobatinya dengan menekan keras lukanya.

"Iya, sini wajah Lo gue obati," ucap Gia dengan mencengkeram dagu Algi.

Setelah melihat-lihat ternyata Algi ini cukup tampan juga, tetapi kenapa teman sekolahnya membully. Ia cukup mengetahui kalau sekarang banyak yang menyukai good looking dan wajah Algi termasuk kategori itu. Apakah mata mereka itu ketutup sesuatu sehingga tidak menyadarinya?

Namun, setelah mengingat-ingat mungkin karena style pakaiannya yang agak tidak bervariasi juga sifatnya yang kurang tegas. Tapi ia juga berpikir mungkin saja murid cowok iri dengan kegantengan Algi. Ia memang mengakui wajahnya, tetapi ia tidak menganggap lelaki itu saudaranya.

"Apa ada luka lagi?" tanya Gia dengan mengangkat alisnya.

Gia melakukan ini hanya karena tanggung jawab, kalau Algi kenapa-kenapa takutnya malah dirinya yang akan terkena ceramah panjang dari ayahnya. Ia hanya terlalu malas untuk mendengar celotehan dari ayahnya.

"Perut Algi ada lagi luka," jawab Algi dengan menundukkan wajahnya.

"Nih, obati sendiri punya tangan bukan," ketus Gia dengan meletakkan kotaknya di atas meja.

Saat dirinya ingin berdiri tiba-tiba saja kakinya terasa lunglai dan keseimbangannya tidak bisa ditahan lalu hampir jatuh. Ia menatap kebelakang ternyata Algi yang membantunya dengan menahannya dari belakang.

"Kak Gia nggak papa? Apa perlu Algi panggil dokter? Atau kalau nggak apa perlu Algi ambilkan obat?" cecar Algi dengan wajah khawatir.

Gia berjalan pelan dengan dibantu oleh Algi menolak, "Nggak perlu, gue sudah biasa tiap bulan kayak gini."

Algi mengangguk paham lalu meninggalkan Gia sendirian di ruang keluarga. Gia menatap kepergian Algi dengan ketakutan karena sekarang hanya memiliki sedikit penerangan dan dia terlalu gengsi untuk menghentikan langkah lelaki itu. Alhasil pikirannya terus negatif mendengar suara sedikitpun ia terkejut melulu.

SFBC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang