Gia mengajak Algi untuk duduk dimeja makan karena saat ini dia butuh asupan. Ia memasak juga mencoba mendengarkan perkataan dari lelaki itu.
"Kak, ini Algi sudah bikin makanan. Makan yang ini aja masih panas kalau nggak dimakan nanti mubazir," ucap Algi dengan mengangkat tudung saji.
Saat tudung saji terangkat terpampang masakan ayam, nasi juga sayuran. Gia tersenyum lebar melihat makanan setidaknya ia tidak akan memasak. Ia menatap Algi dengan tersenyum manis untuk berterima kasih.
"Oh, iya. Lo tadi mau ngomong apa?" tanya Gia dengan mengangkat alisnya.
Algi sedikit ragu-ragu karena ini urusan yang menggugah emosi gadis itu. Namun, jika tidak diberitahu bukankah itu hal yang tidak bagus untuk menunda-nunda pengakuan.
Di satu sisi yang lain Gia hanya asyik makan tidak menyadari orang didepannya sedang gugup. Menurutnya kalau perut sedang lapar maka utamakan makan yang lain cuman lewat.
"Tadi wanita itu datang kesini katanya ingin ketemu Kak Gia sama ayah, tapi saat itu hanya ada Algi yang berada dirumah," ungkap Algi dengan meringis kecil takutnya hal ini mengeluarkan emosi marah kakaknya.
Acara makan Gia terhenti lalu menatap lelaki itu dengan muka datar. Seketika saja dia langsung tidak mood makan setelah mendengar kabar ini. Ia mengepalkan tangannya bagaimana bisa wanita itu tahu alamat rumah mereka yang baru. Setelah itu mereka pindah ke rumah baru agar tidak ingat kejadian itu lagi, namun tetap saja terbayang-bayang dalam benaknya.
"Kak ... menurut Algi kakak ngomongin baik-baik dengan Tante karena tidak selamanya orang tua akan bersama kita. Lebih baik minta maaf juga memulai kehidupan baru tanpa rasa kebencian sebelum menyesali semua itu," saran Algi dengan tersenyum tulus.
Gia terkekeh geli menatap sinis lelaki itu. Ia akan membenci orang yang suka ikut campur urusan pribadinya walaupun itu teman juga orang yang disukainya.
"Asal Lo tahu yang paling gue benci selain orang lemah yaitu orang yang suka ikut campur tanpa mengetahui kebenarannya. Lalu Lo orang kedua yang bilang gitu ke gue setelah Dama," ucap Gia dengan menyeringai.
"Tapi kalian baru pertama kali ngucapin masalah ini, tetapi jika ada yang kedua kalinya gue nggak akan sungkan membenci Lo," lanjut Gia dengan muka dingin.
Wajah Algi sudah menjadi pucat pasi, ia tidak ingin sang kakak membencinya cukup dulu sekarang jangan lagi. Ia akhirnya diam karena mungkin gadis itu memerlukan waktunya untuk meredakan emosinya.
Algi sesekali hanya menatap Gia yang menyantap makanan dengan lahap. Ia bersyukur setidaknya disaat emosi kakaknya mau makan jadi tidak akan membuatnya jatuh sakit.
"Gue tahu kalau kakakmu ini ini cantik, tapi jangan ditatap segitunya," ucap Gia dengan tersenyum jahil.
Gia mengangkut piring bekas ia makan ketempat cuci piring. Ia membersihkan piring dengan rambut yang masih tergerai sehingga kadangkala rambutnya mengenai air.
Algi pergi tanpa jejak hingga datang membawa ikat rambut ditangannya. Ia mendekati Gia lalu menggapai rambut gadis itu. Ia mengikat rambut Gia dengan lembut seolah barang berharga yang harus dijaga.
Awalnya Gia sangat terkejut tapi mengontrol ekspresi juga detak jantungnya agar tidak terlalu ketara. Ia menepis pelan tangan Algi lalu berjalan meninggalkan lelaki itu.
Saat menuju ke kamar ia merasa ada seseorang yang mengikutinya, tetapi orang itu tidak mungkin bisa masuk begitu saja kerumahnya. Orang itu tidak berani mengintainya dirumahnya karena dari sudut manapun sudah ia pasang keamanan tingkat tinggi mungkin orang pintar pun tidak akan pernah menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SFBC [END]
Bilim KurguGianira Asterio seorang gadis mandiri yang sudah cukup lama bergelut dibidang bisnis. Gadis yang sudah cukup lama tinggal di Amerika Inggris terpaksa meninggalkan dan pindah ke negara asalnya. Alasan utama ayahnya memaksanya pulang dengan ancaman ha...