6. Gia sakit🕯️

1.3K 110 0
                                    

Gia dengan berjalan tertatih menuju mobilnya, ia memegang perutnya yang sedari tadi sakit beginilah dialaminya dalam sebulan sekali luar biasa sakit. Namun, ia tidak memperlihatkannya kepada orang lain karena tidak ingin dianggap sebagai wanita lemah.

"Kakak sakit? Wajah kakak pucat banget," celetuk Algi dengan muka khawatir.

"Nggak, kulit gue emang putih pucat," sanggah Gia dengan menatap lurus.

Gia dan Algi telah memasuki mobilnya dengan masing-masing asyik dengan dunianya. Gia sibuk menyetir sedangkan Algi menatap sang kakak. Algi tidak sebodoh itu sampai tidak mengetahui kalah kakaknya sedang sakit, ia ingin berbuat sesuatu namun takutnya malah menyinggung.

"Kakak sekarang sedang haid, bukan?" tanya Algi dengan tersenyum.

Gia tiba-tiba saja menghentikan kegiatan menyetirnya hingga saja kepala Algi hampir kejedot ke depan jika tidak ditahan oleh dirinya. Ia menatap tajam kearah Algi sudah tidak memakai sabuk pengaman sekarang bertanya hal yang sensitif.

"Apa untungnya gue menjawab itu? Kalau iya kenapa?" Gia menatap tajam yang membuatnya agak bingung. Saat dirinya bersama dengan Algi entah mengapa dirinya selalu tidak bisa mengontrol emosi bahkan dirinya sudah mengenakan pakaian kantor.

"Itu … karena … Algi bisa saja minta obat milik mamah kalau kakak mau," jawab Gia dengan tersenyum canggung.

Gia mengangkat alisnya kemudian melanjutkan menyetir mobilnya, ia hanya malas menanggapi perkataannya untuk sekarang. Ia melajukan mobilnya agar lebih cepat sampai takutnya dia akan macet dijalan.

Mereka akhirnya telah sampai disekolahan Algi yang dimana menjadi tempat persembunyiannya dulu. Tiba-tiba dia teringat jangan bilang orang yang mengejarnya dulu adalah anak buah suruhan ayahnya, bisa saja kan ayahnya itu agak kurang sehat.

Sebuah tangan menjulur dihadapan wajahnya, ia menatap Algi dengan mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah. Ia segera meletakkannya di atas tangan remaja itu.

"Uang bukan? Tuh sudah sana pergi," ucap Gia menatap Algi yang kunjung tidak pergi.

"Bukan, Kak. Algi mau pamitan," ucap Algi dengan tersenyum.

Gia hanya mengangguk kemudian sebuah benda kenyal menghampiri telapak tangannya juga pipinya. Ia melotot tajam saking kagetnya tidak menyangka remaja itu bisa berbuat seperti ini.

"Ngapain Lo?!" geram Gia dengan menatap tajam.

"Kata mamah cium tangan sama pipi itu ungkapan rasa sayang, karena kamu kakak aku jadi aku lakukan pada kakak," jawab Algi dengan tersenyum lebar.

Gia menepuk jidatnya sepertinya anak ini sudah salah mengartikan maksud dari mamahnya. Ia itu hanya kakak yang tidak punya hubungan darah sedangkan Rini itu ibunya pasti jelas beda.

"Algi … Lo kalau bertemu orang jangan asal cium walaupun orang itu sudah Lo anggap seperti keluarga terutama kepada perempuan. Itu bisa aja Lo disebut nggak sopan," ucap Gia dengan nada halus agar Algi mengerti perkataannya.

Algi mengangguk dengan Gia yang menghela nafas lega setidaknya remaja itu paham maksudnya. Ia hanya tidak ingin lelaki itu membawa masalah untuknya yang membuatnya hilang harga diri.

"Ini, Kak." Algi dengan menyodorkan kembali uang pemberiannya.

Gia paham ternyata uang pemberiannya kurang hebat juga anak itu menguras habis uang orang. Ia kembali mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah lalu meletakkan kepadanya.

"Maaf, Kak. Ini kebanyakan dan Algi nggak memerlukan sebanyak ini," tolak Algi dengan mengembalikan uangnya.

Gia menyeringai kecil ternyata Algi mengetahui cara menghargai uang, biasanya anak remaja sekarang lebih suka menghambur-hamburkan uang. Gadis itu hanya diam barang yang sudah ia beri tidak akan pernah mau dia ambil.

SFBC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang