Bab 7

2.1K 196 5
                                    


Tak terasa sudah satu minggu berlalu sejak Prilly menapaki kembali tanah kelahirannya. Dan selama satu minggu ini Prilly kembali disibukkan dengan pencarian gedung yang bisa di sewa untuk dijadikan butik tempatnya bekerja nanti.

Dan selama satu minggu ini intensitas hubungannya dengan Dimas benar-benar menurun. Pria itu benar-benar sibuk katanya sedang menangani sebuah proyek besar bahkan untuk menghubungi dirinya saja terkadang Dimas tak sempat sepertinya proyek yang Dimas kerjakan kali ini benar-benar besar setidaknya begitulah pikiran lugu Prilly.

Wanita itu sama sekali tidak curiga pada kekasihnya yang selama ini sesibuk apapun Dimas selalu saja dirinya yang laki-laki itu prioritaskan. Tapi sudahlah Prilly mengerti jika kekasihnya sedang sibuk sekali akhir-akhir ini.

"Gimana Mbak?" Prilly menoleh menatap seorang laki-laki berwajah tampan namun lebih tampan Dimas setidaknya dimata Prilly. "Cocok Mas saya suka tapi harga sewanya berapa ya Mas?" Prilly takutnya gedung yang terletak di pusat kota ini memiliki nilai sewa yang tinggi bukan apa-apa Prilly hanya berusaha sehemat mungkin karena di sini ia benar-benar mengandalkan uang tabungannya.

Prilly tidak miskin hanya saja ia perlu hemat catat hemat bukan pelit.

Laki-laki itu tersenyum manis pada Prilly. "Perihal harga sewanya Mbak bisa tanyakan langsung pada pemilik gedung ini Mbak." Jawaban laki-laki itu membuat kening Prilly berkerut.

"Loh bukannya Mas pemilik gedung ini?" Tanya Prilly heran pasalnya ia menemukan gedung ini berkat pesan dari laki-laki bernama Dani ini yang tiba-tiba menawari sebuah gedung katanya pemilik gedung ini sedang membutuhkan uang.

Prilly sama sekali tidak curiga darimana pria ini mendapatkan nomor ponselnya padahal jelas-jelas ia menggunakan nomor baru. Prilly tak terlalu ambil pusing perihal nomor telepon karena ia sendiri tidak merasa dirugikan disini justru sebaliknya Prilly merasa diuntungkan tanpa repot-repot mencari gedung ia justru ditawari sendiri.

"Saya hanya kacungnya Mbak." Jawab Dani yang sontak membuat Prilly meringis lalu tersenyum sungkan pria ini terlalu jujur.

"Jadi dimana saya bisa bertemu dengan pemilik gedung ini Mas? Saya merasa cocok dengan gedung ini." Bagaimana tidak cocok letak gedung ini benar-benar strategis dan itu jelas menguntungkan Prilly.

Dani menyerahkan secarik kertas berupa kartu nama yang langsung Prilly terima.

Aliandra Prasetya Gunawan.

"Ini kartu nama pemilik gedungnya Mbak. Mbak bisa hubungi langsung nomornya saran saya Mbak segera hubungi Bapak ini takutnya beliau benar-benar butuh uang Mbak terus gedung ini dialihkan pada orang lain." Dani jelas berdusta dengan mengatakan Ali kekurangan uang padahal jelas-jelas uang pria itu tidak akan habis bahkan mungkin sampai 10 keturunannya nanti.

Prilly yang terlalu polos percaya saja dengan bualan Dani ini.

"Baik Mas secepatnya saya akan hubungin pemilik gedung ini." Sahut Prilly yang menyimpan kartu nama itu ke dalam tas miliknya.

Dani tersenyum lebar menatap Prilly begitu puas akhirnya pekerjaannya satu minggu selesai. Ia sudah cukup muak menjadi mata-mata selama satu minggu ini ia kuliah di jurusan manajemen tapi bekerja dengan Ali ia justru diperintahkan menjadi mata-mata. Luar biasa, luar bisa mengesalkan bosnya itu.

"Baiklah Mbak. Kalau ada perlu apa-apa Mbak bisa hubungin saya karena selain bekerja di salah satu perusahaan saya juga melimpir jadi agen properti Mbak." Senyum Dani jelas sekali terlihat dipaksakan.

"Lo harus pastikan bisa menjadi siapa saja yang dibutuhkan oleh wanita ini bila perlu lo tawarin dia salah satu unit apartemen yang gue tinggali itu."

Dani kembali mengingat sepenggal percakapan dirinya dengan Ali beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia ingin bertanya sebenarnya siapa sih wanita bernama Prilly ini perasaan selama ini Ali tak pernah repot-repot mengintai orang seperti ini bahkan nenek lampir bernama Aurel saja tak pernah Ali perhatikan sampai seperti ini.

Apa jangan-jangan wanita ini putri presiden? Atau simpanan yang selama ini Ali sembunyikan? Bego! Mana mungkin Ali mempunyai simpanan disaat pria itu tergila-gila lampir itu.

"Baik Mas. Nanti saya hubungin Mas ya?" Senyum cerah Prilly membuat Dani terkesima.

Cantik sekali wanita ini. Bathinnya tak terkontrol.

***

"Aahhh.."

Sandra terlihat terengah-engah setelah mendapat pelepasannya bersama Dimas. Mereka sedang berada di ruangan Dimas dan baru saja selesai melewati percintaan panas dengan menjadikan meja Dimas sebagai tempat laki-laki itu menindih Sandra.

"Kamu puas Sayang?" Dimas tak sungkan lagi memanggil Sandra dengan panggilan mesra yang selama ini ia persembahkan hanya untuk kekasihnya.

Ah kekasihnya, Dimas nyaris lupa dengan Prilly kekasihnya. Kini seluruh waktu dan pikirannya telah disita oleh perempuan cantik yang masih terbaring di atas mejanya dengan nafas terengah-engah setelah ia gagahi.

Sandra sangat seksi dan Dimas telah bertekuk lutut pada wanita ini.

"Tolong Mas!" Dengan manja Sandra mengangkat tangannya meminta tolong Dimas untuk membantunya beranjak dari meja. Tubuhnya masih lemah tapi senyum kepuasan jelas terpantri diwajahnya.

Tak sia-sia ia menggoda Dimas selain mendapatkan kenikmatan rekeningnya juga terus mengalir pundi-pundi rupiah selama satu minggu ini.

"Mas sudah ketemu Prilly?" Tanyanya sambil mengancingkan kemeja ketatnya.

Dimas yang sudah duduk bersandar di kursinya menatap Sandra dengan tatapan lapar. Ia tak pernah puas dengan wanita molek ini.

"Belum. Ia sudah seminggu disini tapi Mas belum menemuinya."

"Jangan ketemu dia lagi bisa?" Sandra juga selama satu minggu ini tak berniat mengiyakan ajakan Prilly untuk bertemu alasannya sibuk. Ya sibuk bercinta dengan kekasih sahabatnya itu.

"Kenapa heum?" Dimas menegakkan kembali tubuhnya. Tangannya terangkat untuk menyentuh tangan Sandra yang sedang mengancingkan kemejanya. "Jangan di kancing Mas suka lihatnya." Dengan nakal Dimas mencolek payudara montok milik Sandra.

Dengan manja Sandra memukul pelan bahu Dimas namun tetap melaksanakan apa yang Dimas minta tanpa malu ia biarkan buah dadanya terpampang nyata didepan Dimas.

"Mas."

"Ya Sayang?" Tatapan Dimas teralihkan dari payudara Sandra. "Kenapa eum?" Dimas tahu ada yang ingin Sandra sampaikan padanya.

"Aku boleh minta sesuatu?" Tanya Sandra sedikit ragu.

Dengan senyuman manis yang selama ini membuat Prilly terpikat Dimas menarik Sandra hingga wanita itu terjatuh ke pangkuannya.

"Apa Sayang?"

"Kamu bisa selesaikan hubunganmu dengan Prilly lalu perjelas hubungan kita?" Dimas seketika menegang setelah Sandra mengutarakan keinginannya.

"Kamu menolak ya Mas? Lalu selama satu minggu ini kamu anggap aku apa?" Marah Sandra yang sontak beranjak dari pangkuan Dimas.

"Kamu jahat Mas! Kamu tega!" Air mata wanita itu mulai berjatuhan sedangkan Dimas masih belum bereaksi apapun.

Bagaimana ini?

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang