Bab 34

2.3K 275 11
                                    


Prilly tidak melepaskan tangan Ali ketika dirinya sudah berbaring di atas ranjang sedangkan Dokter wanita bernama Maria ini sedang melakukan usg untuk melihat apakah ia benar-benar hamil atau tidak.

Ali yang meminta untuk dilakukan pemeriksaan ini katanya lebih meyakinkan dirinya daripada testpack. Pria ini tahu banyak rupanya mengenai hal-hal seperti ini.

Ketika ditanya Ali hanya menjawab ia hanya belajar untuk menjadi Ayah dan suami yang sigap untuk Prilly dan calon anaknya. Prilly tidak tahu darimana Ali belajar yang pasti sekarang ia sedang merasa gugup sekali.

"Rileks Sayang tidak apa-apa oke." Prilly mengangguk pelan meskipun kepalanya mengangguk wajahnya tetap saja terlihat tegang dan sedikit pucat.

"Bagaimana Maria?"

Wanita bernama Maria itu terlihat begitu konsentrasi pada layar hitam putih yang ada dihadapannya. "Prilly benar-benar hamil." Ujar Maria setengah memekik ia ikut bahagia atas kabar kehamilan Prilly dan hal itu sontak membuat Prilly dan Ali sontak menoleh menatap layar monitor yang menampilkan setitik putih yang Maria katakan itulah janinnya.

Air mata Prilly sontak merebak begitupula dengan Ali.

Maria meninggalkan sahabatnya yang sebentar lagi akan menjadi orang tua. Maria dan Ali sudah berteman sejak mereka sama-sama menyelesaikan studi diluar negeri meskipun berbeda jurusan tapi mereka tetap bersahabat dengan baik.

Sampai akhirnya Maria direkrut oleh Ali untuk bekerja di rumah sakit keluarganya. Rumah sakit peninggalan kedua orang tua Ali lebih tepatnya.

Sepeninggal Maria, Ali langsung menindih Prilly yang masih berbaring di ranjang pasien. Hanya lengannya yang memeluk erat Prilly sedangkan tubuhnya sebisa mungkin ia posisikan supaya tidak menindih perut sang wanita.

"Kamu beneran hamil Sayang." Ali tidak bisa menyembunyikan air matanya. Ia benar-benar terharu, sebentar lagi Ali tidak akan sendirian lagi di dunia ini.

Akan ada anaknya yang akan menemani dirinya juga Prilly yang akan mengisi hari-harinya. Ali benar-benar bahagia.

Prilly juga tak kuasa menitikkan air matanya. Meskipun kecemasan tetap saja menyergap tapi ia juga tak bisa menahan rasa haru juga bahagia yang menyeruak di dadanya.

Sekarang ada nyawa lain yang sedang tumbuh di rahimnya. Dan Prilly akan menjaganya dengan baik.

"Sesegera mungkin Mas akan melamar kamu." Putus Ali yang tak mungkin lagi menunda niatnya untuk menikahi Prilly.

Prilly terkejut ia tak menyangka jika Ali akan secepat ini memutuskan untuk menikahi dirinya. Perlahan ia renggangkan pelukannya lalu ia tatap dalam wajah tampan Ali yang bersimbah air mata.

"Mas yakin?"

"Sayang tolong jangan berubah pikiran lagi kamu sudah setuju untuk memberi Mas kesempatan bukan?" Ali sedikit takut Prilly kembali berubah pikiran.

"Tapi menikah?"

"Kenapa tidak Mas sudah yakin dengan kamu perihal cinta kamu sendiri yang akan membuktikannya nanti." Ali meraih tangan Prilly lalu mengecupnya lembut. "Tidak sulit untuk Mas mencintai wanita sesempurna kamu." Lanjut Ali yang sontak membuat wajah Prilly bersemu. Ia malu dan merasa aneh ketika Ali memuji dirinya secara terang-terangan seperti ini.

"Sekarang ayo kita temui Maria." Prilly beranjak dari posisinya dengan dibantu oleh Ali bahkan pria itu tak keberatan ketika harus menundukkan dirinya untuk meraih sepatu Prilly lalu mengenakannya di kaki Prilly.

Ali begitu menjaga dirinya dan Prilly benar-benar merasa diistimewakan oleh pria ini.

"Hati-hati Sayang." Ali juga membantu Prilly turun dari ranjang. Setelahnya mereka sama-sama melangkah menuju meja dimana Maria sedang menunggu mereka.

***

"Usia kandungan sudah memasuki minggu ke 3 dan sangat diwajibkan untuk kalian berdua hati-hati terutama kamu Prilly jangan banyak pikiran apalagi sampai stres itu bisa membahayakan calon anak kalian." Maria juga menjelaskan apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh Prilly konsumsi selama kehamilan paling tidak sampai menginjak bulan ke 3 atau ke 4 dimana janinnya sudah lebih kuat dari yang sekarang.

"Kondisi kandungan Prilly baik dan janin kalian sehat tapi tetap kalian harus hati-hati." Maria menuliskan beberapa resep vitamin untuk Prilly konsumsi. "Dan buat lo!" Kini mata Maria terlihat meruncing menatap Ali yang dibalas dengusan oleh pria itu.

Alih-alih memperhatikan Maria, Ali justru lebih memilih mengecup pelipis Prilly berkali-kali sampai Prilly risih lalu mencubit tangannya pelan. "Sakit Sayang." Protes Ali yang membuat Prilly semakin malu dengan Maria yang sedang memperagakan orang muntah.

Maria jijik melihat kemanjaan Ali yang menurutnya sama sekali tidak cocok.

"Lo harus jaga kejantanan lo jangan asal masuk bisa bahaya buat calon anak lo!"

Uhuk!

Prilly tersedak ludahnya ketika Maria begitu frontal ketika mengingatkan Ali sedangkan Ali hanya menatap tajam Maria yang sama sekali tidak terlihat gentar. "Mulut lo memang harus dibersihin pakek tanah."

"Lo kira gue najis!" Bantah Maria tak kalah tajam.

Prilly yang sudah lebih tenang tertawa terbahak-bahak melihat pertengkaran dua sahabat ini. Ia tahu Maria sahabat Ali sejak Ali memperkenalkan mereka tadi.

"Lo memang cocok gue jodohin sama si Dani."

"Ogah gue sama cowok mulutnya lemes gitu." Maria juga mengenal Dani, jelas saja Dani sahabat sehidup sematinya Ali jelas ia mengenalnya.

"Gue bilangin Dani ya lo ngehina dia, bisa-bisa nanti malam dia gentayangin lo!" Ali sengaja menakut-nakuti Maria seolah Dani makhluk halus saja.

Dasar!

Prilly hanya menggelengkan kepalanya melihat aksi Ayah dari anaknya sedang beradu argumen dengan sahabatnya yang tak kalah tajam mulutnya. Cocok sekali mereka berteman memang.

"Udah ah gue mau pulang. Bisa kena stroke gue lama-lama sama Dokter gadungan kayak lo! Ayok Sayang kita pulang." Suara dan ekspresi wajah Ali sontak berubah lembut ketika berbicara dengan Prilly.

"Baik-baik ya Pril. Kalau nih bekas sempak gangguin lo tendang aja kejanta--- Sst diam lo Maimunah! Nyerocos aja tuh congor." Bantah Ali yang kembali mendapat cubitan dari Prilly.

"Udah ah mulutnya." Maria yang merasa dibela Prilly sontak tertawa terbahak-bahak bahkan dengan sengaja ia memeletkan lidahnya menggoda Ali.

Ali hanya mendengus melihat kelakuan kekanak-kanakan sahabatnya itu. Untung jadi Dokter kalau nggak Ali benar-benar ragu dengan tingkat kewarasannya Maria ini.

Gila kok nggak setengah-setengah.

"Terima kasih Maria." Prilly memeluk Maria sebelum benar-benar keluar dari ruangan Maria.

"Sama-sama Prilly. Gue doain lo sama anak lo sehat terus." Maria membalas pelukan Prilly tak kalah erat.

"Gue nggak lo doain?" Kembali Ali memancing perdebatan meskipun begitu ia juga memeluk sekilas sahabatnya itu.

"Ogah gue!" Jawab Maria yang sontak mendapat jitakan dari Ali setelah melepas pelukan mereka.

"Memang nggak ada akhlaknya lo jadi teman."

"Bodo amat!"

Prilly harus segera menengahi sebelum mereka kembali berdebat. "Ayo kita pulang Mas keburu sore."

"Iya Sayang."

*****

Po 55k 081321817808
Menuju ending yaaa ceritanya.. Jangan sampai ketinggalan PO-nyaa sayangku..

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang