Bab 18

2.2K 255 25
                                    


"Ini rumah kamu?"

Prilly menganggukkan kepalanya. "Mau mampir Mas?" Ali menggeleng pelan. "Lain kali saja Mas ada meeting sebentar lagi." Prilly mengangguk mengerti.

Sebenarnya sejak tadi di apartemen ia sudah melarang Ali mengantarnya kasihan pria ini harus bolak-balik padahal sejak tadi telponnya terus berdering katanya dari asistennya yang tak lain adalah Dani yang memberitahu dirinya jika selepas siang ada meeting mendadak yang mengharuskan Ali untuk hadir.

"Baiklah. Hati-hati di jalan ya Mas." Ali menganggukkan kepalanya. Prilly ingin turun dari mobil Ali namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh laki-laki itu.

"Mas ingin kita mengenal lebih satu sama lain." Tembak Ali tanpa tedeng aling-aling membuat Prilly menahan nafasnya seketika. "Mas tahu saat ini bukan waktu yang tepat apalagi setelah apa yang kamu alami bersama Dimas tapi Mas bersungguh-sungguh ketika menginginkan sesuatu yang lebih di antara kita." Ali berkata dengan penuh ketenangan. Ali menundukkan sedikit kepalanya untuk mengecup lembut punggung tangan Prilly.

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang Mas akan kasih kamu waktu sebanyak yang kamu mau untuk memikirkan permintaan Mas." Ali tersenyum kecil namun aura ketampanan yang terpancar sungguh luar biasa.

Prilly terpaku pada pria tampan dihadapannya ini. "Kalau kamu masih ingin balas dendam pada Dimas kamu bisa melibatkan Mas sesuka kamu asal kamu berjanji untuk tidak lagi menangisi laki-laki itu." Seperti tersihir Prilly menganggukkan kepalanya.

Apakah setelah berhubungan badan juga mendekatkan hubungan yang lain padahal mereka baru saling mengenal bahkan perkenalan mereka belum genap 24 jam. Wajarkah ini?

"Sudah masuk sana istirahat. Kamu perlu banyak waktu untuk memulihkan tenaga kamu lagi." Prilly yang tahu kemana arah pembicaraan Ali sontak menarik tangannya dari genggaman Ali lalu memukul pelan bahu pria itu.

Ali tertawa terbahak-bahak melihat wajah cemberut Prilly namun samar-samar ia juga melihat rona merah di wajah wanitanya itu.

"Aku masuk dulu Mas hati-hati ke kantornya."

"Siap tuan putri." Ali kembali melancarkan godaannya yang kali ini mendapat cebikan dari Prilly.

Tawa Ali kembali terdengar sampai akhirnya pria itu melajukan mobilnya meninggalkan rumah Prilly.

Prilly masih berdiri di pagar depan rumahnya menatap kepergian Ali dengan perasaan gamang. Ya, Prilly mulai merasa ada yang tidak beres dengan hatinya, ia merasa seperti enggan berjauhan dengan pria itu. Kenapa?

Menolak untuk memikirkan perasaannya lebih lanjut Prilly memilih untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia sedikit meringis saat tanpa sengaja memberi tekanan pada kakinya yang terkilir tadi malam. Prilly terus berjalan sampai akhirnya ia tiba di teras rumahnya.

Prilly belum menyadari sosok pria yang sedang menatapnya. "Sayang.."

Prilly nyaris terjungkal saat tiba-tiba mending suara laki-laki yang dua tahun belakangan ini menemani hari-harinya.

Dimas.

Kenapa laki-laki itu ada disini? Apa yang laki-laki itu inginkan?

"Ngapain lo?" Tanyanya judes tak mau basa-basi.

"Kakak cuma--"

"Loh sayang kamu sudah pulang Nak? Kaki kamu kenapa sayang?" Salwa yang baru datang dari dalam membawa nampan berisi minuman untuk kekasih putrinya dibuat terkejut dengan kedatangan putrinya terlebih dengan kaki yang terlihat pincang itu.

"Jatuh Bu makanya semalam Prilly nginap di rumah tukang urut supaya hari ini bisa jalan lagi." Prilly memang memberi alasan pada Ibunya jika tadi malam ada yang perlu ia kerjakan bersama Sandra dan Ibunya yang belum tahu mengenai permasalahan antara mereka jelas percaya saja.

Prilly merasa bersalah pada orang tuanya tapi melihat wajah sok polos laki-laki didepannya ini membuat Prilly terbakar seharusnya ia merekam bagaimana panasnya Ali di ranjang performa Dimas jelas tak ada apa-apanya dibanding Ali.

Sial! Prilly mulai melantur.

"Bu aku ke kamar dulu ya? Mau istirahat capek banget Bu nggak cuma fisik tapi hatiku juga capek banget." Prilly sengaja melirik Dimas yang sepertinya merasa tersindir dengan perkataan dirinya barusan. Baguslah pria itu sadar jadi Prilly tak perlu repot mengulangnya lagi.

"Loh kok ke kamar Dimas gimana?" Tanya Salwa bingung.

"Suruh pulang aja nyusu sama simpanannya!"

"Hah?!"

***

"Sialan!" Dimas menarik kasar dasi yang terasa mencekik lehernya.

Setelah dari rumah Prilly yang berakhir dengan dirinya diusir setelah Ibunya Prilly tahu jika ia mendua, akhirnya Dimas tiba di kantor setelah jam makan siang habis.

Dimas terus saja menggerutu kesal saat melangkah menuju ruangannya. Di sana ada Sandra yang sedang menunggunya.

"Mas -- Diamlah Sandra! Mas butuh waktu untuk sendiri." Potongnya tanpa repot-repot mendengarkan perkataan Sandra.

Sandra yang melihat perubahan sikap Dimas membuat tangannya mengepal. "Brengsek!" Makinya sebelum kembali memasang wajah ramah saat karyawan lainnya datang menghampiri dirinya.

"San lo ada waktu nggak?"

"Kenapa?"

"Tolong kasihkan berkas ini dong sama Direktur." Sandra menerima map berwarna merah yang disodorkan oleh salah satu karyawan bisa dikatakan temannya.

"Pak Beni?"

"Kok Pak Beni?" Tanya teman Sandra tak mengerti. "Pak Beni bukan Direktur di sini kali." Celetuk temannya yang membuat kening Sandra berkerut dalam.

"Lalu siapa? Bukannya Pak Beni pemilik perusahaan terus Pak Dimas pewarisnya kan?" Sandra melupakan semuanya ia hanya perlu mengkonfirmasi sesuatu.

Tawa temannya meledak sontak hal itu membuat perasaan Sandra tak enak. "Pak Beni cuma kepercayaan pemilik perusahaan ini sedangkan pemilik aslinya itu Pak Ali bukan Pak Beni terlebih Pak Dimas bagaimana mungkin beliau menjadi pewaris di saat pemiliknya orang lain bukan Pak Beni."

Sandra seperti tertimpa bom yang meledak tepat didepan wajahnya. Jadi selama ini ia salah sangka? Bukan Dimas pewaris perusahaan ini tapi Ali? Siapa Ali itu?

Sandra seketika merasa bodoh jika Dimas bukan pewaris perusahaan ini lalu kenapa ia repot-repot mengejar-ngejar pria itu?

Brengsek!

"Woi jangan ngelamun aja lo cepat sono!" Sandra mendengus pelan namun tetap melangkahkan kakinya menuju lantai dimana Bos besar yang sesungguhnya berada.

Sepanjang perjalanannya Sandra terus memutar otak supaya dirinya bisa berkenalan dengan pemilik perusahaan ini, syukur-syukur kalau pria bernama Ali ini jatuh hati padanya jadi dengan segera ia bisa mendepak Dimas dalam hidupnya.

Pintar sekali Sandra ini bukan?

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang