Bab 29

1.9K 258 11
                                    


Tak terasa sudah satu bulan berlalu sejak malam dimana Prilly menangis memohon kepada Ali untuk pergi dari hidupnya. Prilly tidak benar-benar menginginkan hal itu hanya saja ia ingin mewanti-wanti agar dirinya tak kembali disakiti.

Dan sejak malam itu Ali benar-benar menjauh dari hidupnya dan Prilly juga tak berusaha mencari keberadaan pria itu. Keduanya terlihat saling menjauhi meskipun hati mereka kerap kali menjerit merindukan kebersamaan yang pernah mereka bangun bersama.

Perihal gedung Prilly sudah menempatinya bahkan dalam kurun waktu lebih kurang dua minggu setelah grand opening. Butik miliknya kini benar-benar mulai dikenal di banyak kalangan terutama para artis.

Prilly sedikit bersyukur karena kesibukannya ia bisa sedikit mengenyahkan bayangan Ali dari kepalanya. Prilly hanya berhubungan dengan Dani, asisten sekaligus sahabat Ali.

"Mbak diluar ada tamu."

"Siapa?" Tanya Prilly pada Maya salah satu karyawan juga orang yang dipercayai oleh Prilly untuk mengurus butiknya jika dia ada keperluan lain.

"Nggak tau Mbak tapi kayaknya dia kenal Mbak banget." Jelas Maya yang sama sekali tidak membantu Prilly untuk menebak siapa yang tiba-tiba datang mengunjungi dirinya.

Apa mungkin Ali?

"Eh namanya Mila Mbak."

Seketika harapan Prilly hancur sebelum ia menyadari sesuatu. "Mila?"

"Iya Mbak katanya beliau sahabat baik Mbak--eh Mbak mau kemana?"

"Ya ketemu sama sahabat saya dong Maya." Prilly jengkel sekali hari ini. Moodnya mudah sekali memburuk bahkan untuk hal-hal kecil saja Prilly bisa marah.

"Oh iya Mbak. Silahkan." Maya yang sudah mulai hafal kebiasaan buruk bosnya akhir-akhir ini memilih diam dan membiarkan Prilly keluar menemui sahabatnya.

"Mila.."

"Oh hai! Gue kangen banget sama lo." Mila dan Prilly berpelukan erat.

Mood Prilly sedikit membaik setelah kedatangan Mila. "Lo udah lama balik?"

Mila menggeleng pelan. "Baru kemarin." Mila menoleh menatap ke sekeliling toko milik sahabatnya. "Butik lo nyaman banget gue suka sama interiornya mewah." Komentar Mila yang membuat senyum Prilly mengembang.

"Gue sengaja milih warnanya putih semua biar klop aja sama warna gedung ini." Jawab Prilly yang diangguki oleh Mila.

Butik sahabatnya memang lebih dari sekedar toko biasa ya Prilly memakai satu gedung untuk ia jadikan butik. Hebat sekali. Puji Mila di dalam hati.

"Eh lo udah makan siang belum?" Tanya Prilly dibalas gelengan kepala oleh Mila. "Makan yuk! Kebetulan gue lagi pengen makan nasi kari ayam."Prilly nyaris meneteskan air liurnya ketika membayangkan nasi putih panas ditemani semangkuk ayam dengan kuah yang kental.

Mila mengangguk setuju. "Yaudah ayok! Gue juga kangen makanan disini."

Keduanya beranjak keluar dari butik Prilly setelah berpesan pada Maya tentu saja. Prilly tidak memiliki pertemuan dengan siapapun hari ini ia hanya perlu menyiapkan beberapa rancangan untuk para artis yang sudah ia terima bayarannya.

Prilly tidak terlalu memforsirkan dirinya ia ingin bekerja dengan santai tidak terlalu memaksa meskipun niatnya hanya tinggal niat saja karena sejak dibuka butiknya itu tidak pernah sepi banyak sekali orderan sehingga mau tidak mau Prilly harus mengerahkan seluruh tenaganya supaya pelanggan-pelanggannya tidak kecewa.

"Kita mau makan dimana?" Tanya Mila saat mereka sudah duduk nyaman didalam mobil yang wanita itu kendarai.

Prilly segera menyebutkan nama restoran yang ia inginkan. Bukan restoran berbintang hanya restoran lebih tepatnya bisa dikatakan warung makan yang harganya lumayan murah tapi cita rasanya bintang lima.

"Oke kita ke sana." Ucap Mila yang disambut sorak bahagia oleh Prilly. Ia benar-benar menginginkan makanan yang ada di sana kari ayamnya yang paling ia inginkan.

Prilly sudah tidak sabar.

***

"Lo kenapa sih gue lihat sekarang lo benar-benar berubah tau nggak? Uring-uringan terus aja kerjaan lo!"

Ali mendengus kesal pada Dani yang hobi sekali mengomentari hidupnya. "Keluar lo!" Marah Ali tanpa repot-repot menjaga intonasi suaranya. "Jangan ikut campur urusan hidup gue lo!" Lanjutnya yang sontak membuat kepala Dani terbakar.

Brak!

Dani melemparkan map di tangannya hingga menghantam kepala Ali. Perduli setan jika setelah ini ia kehilangan pekerjaannya. Ia sudah tidak tahan menghadapi sikap Ali yang semakin hari semakin tidak bisa dimengerti itu.

"Masalah lo apa brengsek? Lo udah nggak waras Li. Kerja sama lo sekarang udah bukan kayak kerja tapi dijajah!" Dani tak peduli dengan ekspresi terkejut sahabatnya. Ali harus tahu jika selama satu bulan ini sikapnya benar-benar sudah sangat keterlaluan.

Ali memerintahkan anak buahnya sesuka hati. Jika ada meeting pria itu akan dengan ogah-ogahan menghadirinya dan yang paling sialannya Dimas mulai kembali berulah dan Ali sama sekali tidak memperdulikan apa yang sepupunya perbuat. Apa pria ini ingin perusahaannya gulung tikar?

"Lo nggak profesional Li. Lo campur aduk urusan pribadi lo sama perusahaan. Gue tahu ini perusahaan punya lo tapi lo nggak bisa seenaknya pada kami yang bekerja disini." Dani terus mengeluarkan uneg-unegnya. "Lo merintahin kami buat kerja! Kerja! Sedangkan lo bahkan disaat sepupu lo ngerugiin perusahaan lagi dan lagi lo masih diam. Terus gunanya lo sebagai pemimpin apa hah?! Gue tanya gunanya lo disini apa?!" Dani tak bisa menghentikan suaranya yang naik beberapa oktaf.

Ali bungkam. Ia tidak sadar jika efek patah hati yang selama ini ia rasakan ternyata semengerikan ini. Ali nyaris menghancurkan semuanya karena urusan hatinya. Ia terpuruk karena Prilly menghilang dari hidupnya.

Ya Tuhan ia tidak menyangka jika kehilangan Prilly ternyata lebih buruk dari kepergian Aurel.

Dengan nafas terengah-engah Dani masih memusatkan perhatiannya pada sang sahabat yang sepertinya sangat terkejut dengan aksi marahnya.

'Semoga setelah ini Ali nggak mecat gue.'

"Gue tahu lo terpuruk karena Prilly." Ali seketika mendongak menatap Dani dengan pandangan tak percaya. "Nggak usah bohong lo sama gue. Lo begini sejak malam perpisahan lo sama Prilly kan?"

"Gue nggak berpisah dengan Prilly." Bantah Ali yang sontak membuat Dani berdecih.

"Nggak pisah tapi Prilly nolak kehadiran lo di hidup dia kan? Lo bego apa gimana sih Li. Seharusnya lo mikir dengan Prilly bersikap begitu ia hanya ingin lo perjuangin bukan lo tinggalin kayak begini." Jika saja Dani memegang sesuatu ditangannya ia tak keberatan kembali melayangkan benda itu ke kepala Bosnya yang bodohnya mendarah daging ini.

Ali tersentak ia kembali menatap Dani dengan mata membelalak. "Apa? Lo mau bilang terima kasih sama gue iya? Nggak perlu yang perlu lo lakuin sekarang kejar cinta lo jangan sampai lo kembali kehilangan hanya karena kebodohan lo itu." Tutup Dani sebelum beranjak dari ruangan sahabatnya.

Benar-benar bodoh si Ali itu.

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang