Bab 8

1.9K 216 11
                                    


Ali sedang memeriksa semua berkas keuangan perusahaannya selama ia tinggal tepat ketika Dani datang membuka pintu ruangannya dengan cukup keras.

Ali mendongak menatap sahabat sekaligus orang kepercayaannya yang datang-datang langsung meneguk air putih miliknya tanpa meminta izin.

"Lo nggak bisa ambil minuman lain? Kenapa harus punya gue?" Tanya Ali jengkel yang hanya dibalas kedikan bahu oleh Dani.

"Gue capek jadi mata-mata selama satu minggu ini." Keluhnya sebelum menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruangan Ali.

Ali kembali mendengus pelan melihat kelakuan bawahannya yang kelewat berani itu.

"Woi!"

"Heum.."

"Ternyata cewek yang lo incar itu cantik juga ya?"

Ali segera menghentikan gerakan tangannya saat Dani dengan lancangnya memuji Prilly.

"Jangan berani-beraninya lo ya?" Peringat Ali yang sama sekali tidak membuat Dani takut.

"Boleh juga pilihan hati lo kali ini ya dibandingkan si lampir jelas Prilly lebih unggul." Dani kembali melanjutkan pujiannya. "Apalagi senyumannya beuh manis benar si lampir jelas kalah jauh!" Lanjutnya yang sontak mendapat lembaran pulpen dari Ali.

Dani sontak terduduk dan mengaduh kesakitan ketika pulpen itu berhasil mendarat tepat di pelipis kanannya yang bahkan nyaris mengenai bola matanya.

"Gila ya lo? Kena mata gue buta lo tanggung jawab yak?!"

"Mampus!" Maki Ali yang membuat Dani mengumpatinya kuat-kuat. "Bajingan!"

Ali tak perduli yang penting Dani tahu kalau dirinya tak suka jika laki-laki itu memuji wanita yang sudah menjadi target untuk dirinya move on itu.

Dani menghela nafasnya ia usap pelipisnya pelan. Untung saja bekerja dengan bajingan itu gajinya mencapai ratusan juta perbulannya coba kalau tidak mungkin sudah bertahun-tahun yang lalu Dani minggat dari sini biar jadi TKI sekalian daripada disini dirinya diinjak-injak terus.

"Lo kerja sono!"

Lihat bagaimana pria itu memerintah dirinya? Untung perihal uang pria itu tidak pelit coba saja pelit sudah Dani kasih racun tikus tuh laki.

Ali melirik sahabatnya sekilas ia tahu Dani sedang menyumpah serapahi dirinya. "Lo sumpahin gue terus busuk hati lo lama-lama!"

"Nauzubillah! Astaga mulut lo Li!" Dani mengetuk kepalanya dan meja bergantian sambil menggumamkan kata amit-amit berkali-kali.

Tawa Ali terdengar memenuhi ruangannya. Selalu seperti ini interaksi dirinya dengan Dani.

"Eh Li lo sudah tahu jika Prilly ini pacar sepupu lo sendiri terus kenapa lo masih nekat dekatin dia?" Tanya Dani sebelum benar-benar keluar dari ruangan sahabatnya. Saat ini Dani sedang mode serius jadi tak ada ekspresi tengil diwajahnya.

Ali menatap Dani sekilas sebelum mengedikkan bahunya dengan acuh. "Baru pacarankan? Jadi apa salahnya?" Tanya Ali dengan santainya.

Dani menggelengkan kepalanya. "Gila lo memang!" Ucapnya sebelum benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Ali. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran sahabatnya itu.

"Makin tua bukannya makin waras makin gila aja tuh manusia!" Ucapnya sebelum benar-benar keluar dari ruangan Ali.

Ali hanya terkekeh pelan saat mendengar perkataan sahabatnya. Ia memang gila dan semua itu karena wanita bernama Catrina Aprillya itu. Ia tahu wanita yang kerap disapa Prilly itu adalah kekasih dari Dimas lalu apa salahnya? Baru juga menjadi kekasih kan bukan istri jadi wajar dong jika Ali berniat merebutnya.

Siapa tahu Prilly memang jodohnya? Jika Tuhan menakdirkan Prilly menjadi miliknya Dimas mau apa?

Ali tersenyum lebar ketika membayangkan Prilly menjadi istrinya. Jangan tanyakan kenapa ia bisa seterobsesi itu pada wanita mungil kekasih sepupunya itu satu hal yang pasti Ali benar-benar ingin melupakan Aurelia masa lalunya dengan menjadikan Prilly sebagai masa depannya.

Simple bukan?

***

Prilly kembali ke rumah orang tuanya dengan hati sedikit lega. Ia sudah menemukan gedung yang cocok untuk memulai kembali usahanya. Ternyata tak sesulit yang Prilly pikirkan, ia sempat berpikir jika dirinya harus menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mencari tempat yang cocok tapi syukurnya tempat itu sudah ia dapatkan kini hanya menunggu waktu yang pas untuk ia menghubungi si pemilik gedung.

Dan Prilly berniat menghubungi si pemilik gedung setelah jam makan siang lebih cepat lebih baik.

Prilly turun dari taksi online yang mengantar dirinya pulang. Jika mengenai gedung selesai hari ini ia berniat mengambil sedikit tabungannya untuk membeli mobil, ia harus pandai-pandai berhemat sebelum pekerjaannya kembali dimulai disini.

Pundi-pundi rupiah tidak boleh berkurang dalam rekeningnya setidaknya ia sisakan setengah jaga-jaga siapa tau kedepannya ia mengalami kendala ekonomi sedangkan usia orang tuanya sudah tidak muda Prilly tidak ingin jika orang tuanya sakit ia kerepotan mengurus biaya. Ia hanya ingin menghabiskan waktunya dengan mengurus kedua orang tuanya dengan baik.

"Sayang.."

Prilly mendongak ketika mendengar sapaan kekasihnya. Senyum di wajahnya seketika terbit saat melihat sosok Dimas sedang menunggu dirinya di teras rumah orang tuanya.

"Kakak!" Pekiknya sebelum berlari menyongsong sang kekasih.

Dimas memeluk erat kekasihnya atau mungkin sebentar lagi akan berubah status menjadi mantan kekasihnya. Entahlah rasanya Dimas berat sekali melepas Prilly tapi hatinya juga sudah terlanjur jatuh pada sosok wanita yang mungkin kini sedang tertidur lelap setelah percintaan panas mereka kembali mereka ulang kali ini di apartemen milik Dimas.

Sebagai sepupunya pemilik perusahaan Dimas jelas bebas keluar masuk kantor seenaknya setidaknya sampai Ali tidak tahu kelakuannya itu ia masih aman.

"Kakak udah lama disini? Udah nggak sibuk lagi?"Tanya Prilly setelah melepaskan pelukannya pada Dimas.

Dimas tersenyum kecil lalu menggeleng pelan. "Bagaimana udah ketemu gedungnya?" Alih-alih menjawab pertanyaan Prilly, Dimas justru balik bertanya padanya.

Prilly yang masih belum menyadari perubahan kekasihnya dengan penuh semangat menceritakan perihal gedung yang sudah ia dapatkan dan ia rasa cocok dijadikan tempatnya bekerja dan berkarya.

"Syukurlah kalau begitu." Dimas memotong cerita Prilly dengan helaan nafas berat yang membuat Prilly seketika tersadar jika ada yang berbeda dengan kekasihnya.

"Kakak kenapa? Ada masalah di kantor?" Tanya Prilly sambil menyentuh lembut pipi Dimas yang sontak pria itu hindari.

Hal tersebut jelas mengundang tanya dibenak Prilly, apa yang salah dengannya sampai-sampai Dimas menolak ia sentuh seperti ini?

Dimas menghela nafasnya sebelum ia berkata ia memilih menatap kekasihnya lamat-lamat mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka sebagai sepasang kekasih.

Meskipun berat Dimas sudah menentukan pilihan dan pilihannya ia labuhkan pada sosok Sandra dengan melepaskan Prilly.

"Kakak rasa hubungan kita tidak bisa kita lanjutkan. Kita pisah ya? Kakak sudah tidak mencintai kamu lagi. Maaf."

Deg.

Apa ini?

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang