Bab 9

1.8K 205 24
                                    


Prilly sama sekali tidak menyangka jika hubungan yang ia gadang-gadang akan berakhir di pelaminan justru berujung pada perpisahan.

Apa yang salah pada dirinya? Kenapa Dimas tiba-tiba berkata tak lagi mencintai dirinya? Padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja bahkan ketika mereka harus terpisah karena jarak yang membentang tetapi mereka mampu bertahan lalu kenapa ketika Prilly memutuskan untuk kembali dan menemani, Dimas tiba-tiba ingin mengakhiri.

Lelucon macam apa ini?

"Ma..maksud kamu gimana Kak? Aku kok nggak ngerti ya?" Prilly tertawa pelan, ia pasti salah dengar atau otaknya yang salah menerjemahkan maksud Dimas.

Kekasihnya tidak akan mungkin menginginkan perpisahan toh hubungan mereka baik-baik saja. Dimas tidak mungkin tidak mencintai dirinya toh dulu pria itu yang selalu berusaha meraih hatinya.

Prilly yang salah benar ia salah dengar namun kalimat yang keluar dari mulut Dimas berikutnya mampu membuat kaki Prilly melemah bahkan tubuhnya nyaris tersungkur jika Dimas tak sigap menahannya.

"Kenapa Kak? Apa yang salah heum? Apa yang salah dengan hubungan kita? Selama ini kita baik-baik saja lalu kenapa tiba-tiba Kakak seperti ini?" Sekuat tenaga Prilly berusaha menahan air matanya meskipun rasanya tangis itu sudah sampai diujung tenggorokannya.

Dadanya sesak dan rasanya sakit sekali.

Dimas bungkam. Pria itu diam seribu bahasa hanya tatapannya saja yang begitu dalam menatap mantan kekasihnya. Prilly berusaha meronta ia tak ingin didekap oleh laki-laki yang baru saja mematahkan hati juga seluruh harapan dan impiannya selama ini.

"Maaf." Hanya itu kata yang mampu Dimas ucapkan saat ini. Melihat luka menganga di mata Prilly membuat hatinya ikut terluka tapi ia sudah membuat pilihan maka sesayang apapun ia pada Prilly, Dimas tetap tidak akan melepaskan Sandra.

Bersama Sandra ia merasa lebih hidup, wanita itu mampu memberikan apa yang selama ini tak mampu Prilly berikan. Sandra segalanya dan Dimas yakin wanita itu sudah berhasil menggeser posisi Prilly dihatinya.

Jadi lebih baik ia memutuskan jalinan cintanya dengan Prilly, Dimas lebih memilih mematahkan hati Prilly wanita yang selama dua tahun belakangan ini menemani harinya demi Sandra perempuan yang selama satu minggu ini menghangatkan ranjangnya.

Dimas tidak tahu apa yang ia lakukan benar atau salah tapi yang pasti ia hanya menuruti kata hatinya. Hatinya menginginkan Sandra dan Sandra memintanya untuk melepaskan Prilly yang sekarang tengah Dimas lakukan.

"Sekali lagi Kakak minta maaf. Semoga kamu mendapatkan pria yang lebih baik daripada Kakak." Hati Prilly begitu pilu, dulu laki-laki ini selalu berdoa untuk kebahagiaan mereka, untuk impian-impian yang sedang mereka semogakan sebelum Dimas datang dan menghancurkan semuanya.

Dan sekarang dengan begitu lugasnya laki-laki ini berdoa untuk dirinya supaya mendapatkan kebahagiaan dari laki-laki lain, gila bukan? Dimas memang gila dan kenapa Prilly mengetahui kegilaan laki-laki itu setelah dirinya terluka.

Prilly tidak menangis hanya matanya saja yang berkaca-kaca. Sekuat tenaga ia kuat hatinya untuk menatap Dimas setidaknya dia harus merekam jelas wajah laki-laki yang pernah menawarinya dirinya surga dan sekarang justru melemparkan dirinya ke dalam neraka yang bernama patah hati.

Tidak Prilly tidak hanya patah hati melainkan harapan juga impian yang selama ini menjadi sumber semangatnya hancur hanya dalam hitungan detik.

"Kakak yakin dengan keputusan Kakak ini?" Tanya Prilly dengan wajah berubah datar. Tak lagi ia tawarkan senyuman miliknya yang dulu pernah menjadi candu untuk laki-laki ini. Prilly hanya menunggu anggukan kepala pria itu dan semuanya selesai.

Tanpa berpikir lama Dimas menganggukkan kepalanya. "Iya. Kakak yakin inilah keputusan yang terbaik untuk kita." Jawabnya kalem tak tahu malu.

Baik pantatku!

Ingin sekali Prilly memaki namun alih-alih memaki yang semakin menunjukkan kehancurannya Prilly memilih bersikap santai yang jelas sangat ia paksakan.

"Baiklah. Sekarang lo boleh pergi rumah gue nggak nerima orang asing!" Usir Prilly yang sontak membuat mata Dimas terbelalak kaget.

"Prilly kamu--"

"Kenapa? Kita tidak dalam ikatan yang mewajibkan gue untuk menghormati lo!" potong Prilly kejam. "Jadi sebaiknya lo pergi sebelum gue benar-benar hilang kendali dan ngebuat lo nyesal seumur hidup karena pernah ngenal gue Tuan Dimas yang terhormat!"

***

Sudah cukup rasanya Prilly menangisi kandas hubungan dirinya dengan Dimas setengah hari ini. Prilly benar-benar menangis nyaris 6 jam hanya karena laki-laki gila tak berperasaan itu tapi mau bagaimana Prilly masih mencintai Dimas.

Perasaannya begitu tulus namun Dimas tega menyakiti dirinya sampai seperti ini. Setelah puas menumpahkan segala perasaan sakitnya Prilly beranjak dari ranjang ketika jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

Sial! Gara-gara menangisi Dimas ia sampai lupa menghubungi pemilik gedung bahkan ia sudah melewatkan makan siangnya hanya demi menangisi pria brengsek bernama Dimas itu.

Mengikat rambutnya yang acak-acakan Prilly segera beranjak ke kamar mandi, ia perlu membersihkan diri sebelum niatnya mengunjungi apartemen sahabatnya ia lakukan. Prilly membutuhkan sosok teman tempatnya berkeluh kesah saat ini dan satu-satunya teman yang ia miliki disini hanya Sandra.

Prilly tidak mungkin menceritakan perihal patah hatinya pada kedua orang tuanya dia malu sekaligus tidak ingin membebankan kedua orang tuanya.

Prilly yakin secepatnya ia akan bangkit lagi. Prilly bukan wanita bodoh yang rela mengorbankan dirinya hanya untuk menangisi laki-laki tak berguna seperti Dimas itu.

Banyak sekali laki-laki diluar sana yang mau menerima dirinya jadi untuk apa ia repot-repot menangisi biawak jadi-jadian itu! Cuih!

Setelah selesai dengan ritual didalam kamar mandinya akhirnya Prilly keluar untuk menemui Ibu dan Ayahnya.

"Pak Buk, aku keluar sebentar ya mau ke tempat Sandra."

"Loh langsung keluar Nak? Nggak makan dulu Ibu udah nyiapin makanan kesukaan kamu loh." Salwa menatap putrinya dengan pandangan bertanya sebenarnya banyak yang ingin ia tanyakan pada putrinya terlebih setelah seharian ini putrinya mengurung diri di kamar tapi menuruti perkataan suaminya, Ramli kembali Salwa menelan semua rasa penasarannya.

"Pulang aja nanti Buk ya masih kenyang akunya." Prilly menepuk pelan perutnya lalu bersalaman dengan Ibu dan Bapaknya sebelum benar-benar pergi menuju apartemen yang ia bantu belikan untuk sahabatnya.

****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang