Bab 20

2.1K 265 20
                                    


Prilly tidak tahu kenapa ia bisa menuruti permintaan laki-laki yang semalam menghabiskan waktu bersamanya itu dengan begitu mudah.

Ali memintanya untuk menyambangi kantor pria itu sekalian membahas perihal gedung yang ingin ia sewa tapi kenapa harus ke kantor tak biasakah mereka membahasnya di apartemen saja?

Prilly mengigit lidahnya kuat-kuat ketika bayangan panas yang ia lakukan bersama Ali di apartemen pria itu kembali menyeruak di kepalanya. Sepertinya sejak lepas perawan tadi malam otaknya benar-benar sudah tidak berfungsi dengan baik.

"Mau kemana Nak? Kaki kamu udah sembuh? Dari tadi Ibu liat kamu mondar-mandir terus milih baju." Prilly sontak menghentikan langkahnya ketika pintu kamarnya terbuka diikuti dengan rentetan pertanyaan dari Ibunya.

Prilly melirik kakinya, sudah lebih baik bahkan ia sudah bisa berjalan dengan normal meskipun sedikit pincang masih. "Udah baikan Bu. Ini Prilly mau ketemu sama yang punya gedung Bu." Prilly sudah menceritakan perihal rencananya yang ingin membuka usaha di sini.

Ibunya setuju dengan keinginannya membuka usaha sendiri daripada ia harus kembali ke luar negeri kali ini Salwa akan bertindak egois dengan melarang putrinya kembali meniti karir di negara orang.

Lebih baik putrinya bekerja di sini tidak apa-apa tidak terkenal yang penting Salwa bisa selalu melihat putrinya.

"Terus kenapa lemarinya kamu berantakin Nak? Kasihan nanti kamu beresin lagi capek." Salwa berjalan mendekati lemari putrinya. "Ini cantik kenapa nggak pakek dress ini aja." Salwa menyodorkan sebuah gaun bermotif bunga-bunga kecil namun akan terlihat begitu manis jika Prilly yang mengenakannya.

"Kekanakan sekali nggak sih Bu?" Entah kenapa Prilly tiba-tiba begitu memperhatikan penampilannya padahal selama ini ia akan mengenakan apapun asal nyaman tak perduli orang menilainya bagaimana.

Salwa mengerutkan keningnya menatap sang putri dengan pandangan bingung. "Nggak lah kamu justru terlihat manis kalau pakek gaun ini. Kenapa sih perasaan selama ini kamu nggak pernah deh ribetin hal-hal kecil kek gini."

Prilly berdehem pelan. "Ya udah Prilly pakai ini aja deh Buk." Segera ia raih gaun yang Ibunya sodorkan lalu beranjak ke kamar mandi sebelum sang Ibu kembali mengintrogasi dirinya.

Jujur saja Prilly juga tidak tahu kenapa ia sampai repot begini hanya perihal baju toh ia hanya bertemu dengan Ali bukan ke acara-acara besar yang mengharuskan ia tampil paripurna.

Ketemu Ali harus paripurna juga dong lo lupa Ali itu siapa?

"Memangnya Ali siapa?" Prilly berbicara dengan menatap dirinya pada kaca besar yang ada di dalam kamar mandinya.

Ali laki-laki spesial.

Prilly mengedikkan bahunya saat suara-suara aneh itu kembali terdengar di telinganya. "Apanya yang spesial, Ali sama saja dengan laki-laki lain." Prilly berusaha menepis perasaannya yang membenarkan jika Ali memang spesial untuk dirinya.

Kalau tidak spesial kenapa lo bisa dengan gampangnya nyerahin keperawanan lo buat dia?

"Brengsek!"

"Prilly apa itu tadi Nak?!"

Prilly buru-buru menutup pintu kamar mandi. Sial ia lupa pintu kamar mandi tidak tertutup rapat sehingga Ibunya mendengar ketika ia mengumpat.

Menyenderkan kepalanya di pintu sebentar. "Maaf Buk." Teriaknya yang tak lagi mendapat sahutan dari sang Ibu sepertinya Ibunya sudah keluar. Syukurlah.

Prilly mulai berjalan kebawah shower lalu menghirup air untuk membilas seluruh tubuhnya. Prilly begitu menikmati derasnya air yang mengguyur tubuhnya.

Ditempat lain terlihat Ali yang begitu larut dalam pekerjaannya ia sengaja menyelesaikan semuanya sebelum Prilly datang.

"Pak?"

Ali menoleh ketika pintu ruangannya terbuka. "Kenapa kamu kemari lagi saya tidak menyuruh kamu kembali." Hardik Ali ketika melihat Sandra yang kembali setelah ia 'usir' tadi.

"Maaf Pak saya hanya mengantarkan undangan untuk Bapak." Sandra melangkahkan kakinya memasuki ruangan Ali dengan gaya yang sedikit berlebihan tujuannya untuk menggoda Ali dengan lenggokan tubuhnya yang menurutnya mampu membuat laki-laki tergila-gila padanya seperti Dimas.

"Letakkan saja disitu kamu bisa keluar!" Ali muak sekali melihat dada besar yang bergoyang-goyang itu alih-alih nafsu Ali justru merasa kepalanya pusing setiap kali melihat benda itu bergerak.

Sandra sedikit terkejut dengan reaksi Ali, jika Dimas yang ia goda seperti ini mungkin sekarang ia sudah mengangkang lebar di atas meja pria itu. Sial! Kenapa Ali tidak murahan seperti Dimas saja.

"Kamu tuli?"

"Ah..iya-iya Pak. Permisi!" Sandra buru-buru angkat kaki sebelum Bos besar itu marah lihat saja mata gelap itu yang begitu tajam menghunus dirinya.

'Ck! Sepertinya gue harus lebih meningkatkan lagi godaan gue supaya laki-laki itu bertekuk lutut di hadapan gue.'

****

"Mau ketemu siapa Buk?"

"Pak Ali." Prilly tersenyum ramah pada resepsionis yang ada di loby kantor Ali.

Prilly tidak tahu darimana Ali mendapatkan nomor ponselnya tapi ia tak mau ambil pusing juga dilihat dari kekuasaan yang pria itu miliki jelas mendapatkan nomornya bukan hal sulit.

"Udah buat janji Buk?"

"Sudah. Pak Ali sendiri yang menyuruh saya kemari." Prilly masih menjawab dengan ramahnya padahal wanita yang bernama Lina itu sama sekali tidak terlihat akan membalas keramahannya.

"Baik-- Jangan biarkan dia masuk!"

Baik Prilly maupun karyawan bernama Lina itu serempak menoleh ke asal suara yang baru saja menginterupsi pembicaraan mereka.

Ekspresi wajah Prilly sontak berubah saat melihat sosok wanita yang dulu pernah menjadi bagian berarti di dalam hidupnya namun sayang alih-alih menghargai kasih sayang yang ia berikan si wanita yang enggan ia sebut namanya itu justru memilih untuk mengkhianati dirinya.

"Lo ngapain ke sini? Mau ketemu Dimas? Sayang sekali priaku sedang tidak ingin diganggu apalagi oleh masa lalu seperti dirimu." Ejek Sandra yang membuat senyum sinis Prilly terbit.

"Oh ya? Masa lalu? Benar sekali aku masa lalu karena apa?" Prilly berjalan mendekati Sandra yang berdiri tak jauh dari meja resepsionis. "Karena aku sungguh tidak berminat menjadi bagian apalagi masa depan laki-laki yang hanya mengandalkan selangkangannya saja." Wajah Sandra berubah merah padam. "Dan pria seperti itu cocok sekali untuk wanita murahan yang juga mengandalkan selangkangan untuk menarik perhatian seperti lo. Miris sekali gue sama jalan hidup yang lo pilih Sandra. Menyedihkan!"

Plak.

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang