Bab 33

2.2K 280 19
                                    

Prilly tidak mengerti kenapa takdir gemar sekali bermain dengan dirinya. Disaat ia susah payah menghindari Ali tapi kenapa pria itu justru muncul di saat yang sama sekali tidak tepat.

Prilly tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat tiba-tiba ia merasakan kehangatan pada perut ratanya ketika Ali menyentuhnya. Prilly akui telapak tangan Ali terasa begitu hangat menerpa perutnya meskipun tidak secara langsung namun Prilly menyukai sensasi hangat ini.

"Papa juga sayang sama kamu Nak." Ali mengalihkan pandangannya dari Prilly kini ia lebih memilih menatap haru perut rata wanitanya.

Mata Ali terasa panas, hidungnya juga tiba-tiba terasa perih akibat rasa haru yang menyeruak di dada hingga membuat Ali menitikkan air matanya.

Prilly ikut terharu matanya ikut berkaca-kaca apalagi ketika ia dengar suara berat Ali yang terdengar begitu lirih menyapa perutnya.

"Papa disini Nak. Ini Papa."

Prilly terisak begitupula dengan Ali calon orang tua baru itu sama-sama menangis bukan karena malu melainkan terharu. Ali dan Prilly mengakui kesalahan mereka tapi keduanya sepakat untuk membesarkan anak mereka.

"Maafin Mas."

Prilly mendongak menatap Ali dengan wajah bersimbah air mata pria itu menatap sendu dirinya. "Maaf karena Mas kamu harus menderita seperti ini."

Prilly tidak menderita sungguh, ia justru merasa bahagia karena mengandung benih pria ini meskipun caranya salah dan penuh dosa tapi Prilly yakin calon anak mereka tetap akan terlahir dalam keadaan suci yang berdosa perbuatan mereka bukan buah hati mereka.

"Maaf. Maaf." Ali menangis tergugu sambil mencium punggung tangan Prilly yang sudah berada dalam genggamannya. Ali menyesal karena menempatkan Prilly diposisi sulit tapi jauh didasar lubuk hatinya ia merasa bahagia karena Prilly bersedia mengandung benihnya.

"Bukan salah kamu Mas. Kita sama-sama salah." Prilly menyentuh lembut kepala Ali yang masih belum melepaskan punggung tangannya.

"Mas sayang sama kamu. Mas benar-benar sudah melepaskan masa lalu Mas. Demi Tuhan, Mas benar-benar menginginkan kamu terlepas dari kamu mengandung atau tidak. Mas mohon beri Mas kesempatan untuk membuktikan bahwa Mas benar-benar hanya menginginkan kamu." Mohon Ali dengan isak tangisnya yang begitu pilu.

Melihat Ali menangis tergugu seperti ini tak ada hal lain yang bisa Prilly lakukan selain mendekap erat pria yang perlahan mulai menggeser posisi Dimas dihatinya. Prilly akui jika sebulan yang ia lalui tanpa Ali terasa begitu hampa.

Terlebih sekarang ketika ia mengandung benih laki-laki ini jelas Prilly menginginkan kehadiran Ali disisinya.

"Beri Mas kesempatan Sayang. Mas mohon." Dalam dekapan Ali, Prilly menganggukkan kepalanya pelan.

Dia akan memberikan Ali kesempatan. Setiap manusia memiliki masa lalu seperti dirinya yang pernah memiliki Dimas di masa lalu jelas Ali juga memiliki seorang wanita di masa lalunya. Jadi apa yang harus mereka permasalahkan? Tidak ada.

Prilly tidak ingin menoleh ke masa lalu, ia hanya perlu bergandengan tangan bersama Ali lalu melangkah bersama mengarungi kebahagiaan di masa depan.

Prilly menganggukkan kepalanya. Untuk kali ini ia ingin egois kalaupun cinta masa lalu Ali nanti kembali, sekuat tenaga Prilly akan mempertahankan Ayah dari calon anaknya ini.

Demi apapun Prilly tidak akan lagi membiarkan orang lain merebut apa yang sudah menjadi miliknya.

"Kita akan membesarkan anak kita bersama Mas." Bisik Prilly yang membuat Ali seketika mendongak air matanya tiba-tiba berhenti, pria itu benar-benar shock dengan jawaban Prilly.

"Kamu..kamu mau kasih Mas kesempatan?" Prilly menyeka air matanya lalu mengangguk pelan. Senyum manis yang sudah satu bulan tak Ali lihat perlahan tertarik membuat rasa rindu Ali semakin membuncah.

"Semoga kamu tidak menyia-nyiakan kesempatan yang aku berikan Mas." Ucap Prilly sambil menyeka sisa air mata yang membasahi wajah Ali.

Dengan cepat Ali meraih tubuh Prilly lalu mendekapnya erat. "Tidak akan. Tidak akan. Terima kasih Sayang, terima kasih."

***

"Mas jadwal aku periksa besok loh." Prilly tidak bisa menghentikan langkahnya ketika Ali menyeret dirinya menuju dokter kandungan.

"Dokter kandungan banyak Sayang bukan cuma Dokter yang akan kamu kunjungi tadi. Sekarang kamu ikut Mas kita periksa." Ali memang menyeret bukan dalam artian paksa ia masih punya otak untuk tidak memaksa Prilly melangkah terburu-buru mengingat didalam perut wanita itu ada anaknya.

"Terus kita kemana?" Tanya Prilly saat Ali justru membawanya ke parkiran dimana mobil pria itu berada. "Kita kerumah sakit keluarga Mas." Jawab Ali yang seketika membuat langkah Prilly terhenti.

"Mas.."

"Iya?"

Prilly menelan ludah gugup. "Bagaimana jika orang tuamu tahu?"

"Aku udah yatim piatu sejak kecil." Jawab Ali tanpa ekspresi apapun.

Prilly terhenyak. Ia tidak tahu apa-apa mengenai Ali, ia hanya tahu jika Ali dan Dimas sepupu tidak lebih.

"Maaf." Bisik Prilly bersalah. Ali tersenyum ia dekatkan wajahnya pada pelipis kanan Prilly lalu ia kecup dengan lembut.

"Tidak apa-apa Mas sudah terbiasa. Eum, sepertinya kita harus menghabiskan banyak waktu untuk menceritakan tentang kita." Ali tersenyum lembut. "Mas juga ingin tahu banyak tentang kamu." Prilly tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Bagaimana kalau kita langsung ke apartemen kamu Mas. Kita bisa bercerita di sana." Tawar Prilly yang mendapat anggukan kepala dari Ali.

"Baik tapi setelah kita memeriksa dia yang sedang berjuang disini." Ali menyentuh lembut perut datar Prilly.

"Kenapa nggak nunggu besok aja Mas." Prilly masih berusaha bernegosiasi dengan Ali.

Dengan tegas Ali menggelengkan kepalanya. "Mas tidak akan menunda-nunda jika itu berkaitan dengan calon anak kita."

Hati Prilly berdesir ketika Ali dengan bangga menyebutkan nama kita di depan wajahnya. Ali tidak seperti bayangannya, pria ini menerima kehadiran calon anak mereka dengan hati lapang. Tidak ada terlihat penolakan diwajahnya Ali justru terlihat begitu antusias dengan kabar kehamilannya ini.

"Jadi kita periksa sekarang ya?" Ali mengusap lembut kepala Prilly.

Dengan berat hati Prilly mengangguk. "Bagaimana jika aku tidak hamil Mas." Prilly sedikit khawatir dengan reaksi Ali, pria ini sudah terlihat sangat bahagia dengan kabar kehamilan yang belum Prilly pastikan ini.

Dengan senyuman lebih tepatnya seringaian khas seorang Ali. Pria itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Prilly hingga refleks wanita itu memundurkan langkahnya namun tertahan karena lengan Ali sudah terlebih dahulu menahan pinggangnya.

"Mas tidak keberatan bekerja keras siang dan malam untuk menghadirkan malaikat kecil di sini." Bisik sensual dengan sebelah tangan memberikan sentuhan ringan pada perut rata Prilly.

Mata Prilly sontak terbelalak. Sejak kapan Ali berubah mesum seperti ini?

*****

Yang mau PO masih boleh ya silahkan chat ke wa 081321817808

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang