Bab 12

2K 237 9
                                    


Ali tak bisa menahan kekesalannya saat melihat deretan angka yang menjelaskan berapa banyak kerugian yang dialami perusahaan selama dipegang oleh Dimas, sepupunya.

Sekuat tenaga ia menahan dirinya supaya tak mengumpati sepupu sialannya itu. Ali sudah begitu baik hati mempercayakan perusahaannya pada laki-laki itu tapi kenapa Dimas tidak bisa menjaga kepercayaannya dengan baik.

Dani melirik sekilas Bos sekaligus sahabatnya itu. Ia sudah menduga jika perusahaan mengalami banyak kerugian selama kendalinya dipegang penuh oleh Dimas tapi mau bagaimana lagi toh Ali sendiri yang mempercayakan semua urusan perusahaan pada sepupunya.

"Dimas brengsek!" Akhirnya Ali tak bisa lagi menahan diri untuk tidak mengumpati Dimas. "Dua bulan perusahaan ditangannya kerugian mencapai 10 Triliun. Sebenarnya apa yang dilakukan pria sialan itu?!" Ali benar-benar tak bisa menahan dirinya lagi.

Sudah dua hari belakangan ini ia bersama Dani juga timnya yang lain berusaha memperbaiki kekacauan yang terjadi ulah ketidakbecusan Dimas dalam menjalankan perusahaan.

"Tiga proyek besar lolos karena ketidakmampuan Dimas dalam melobi klien." Jelas Dani sambil menyerahkan satu map berisi proposal yang Dimas buat.

"Sampah!" Ali melempar map itu hingga kertas-kertas berhamburan di lantai. Suasana di ruangan itu benar-benar mencekam.

Dani menghela nafasnya, jujur saja ia juga lelah tapi mau bagaimana lagi anggap saja ini pelajaran untuk Ali supaya kedepannya laki-laki ini lebih berhati-hati. Dani tahu, Ali tipe orang yang mengutamakan keluarga di atas segalanya meskipun Dimas dan Ibunya begitu kentara memusuhi dirinya tapi Ali selalu saja melindungi dan menyayangi keluarganya itu meskipun secara diam-diam.

Ali menghela nafasnya. Sejujurnya ia tidak sepenuhnya menyalahkan Dimas karena di sini ia juga bersalah. Andai saja ia tidak ngotot mengejar Aurel sampai ke luar negeri mungkin perusahaannya tidak akan kacau seperti ini.

Sudahlah semuanya sudah terjadi sekarang tugas Ali adalah membenahi semua kekacauan yang Dimas sebabkan. Sial! Bagaimana mungkin tiga proyek besar lolos begitu saja bahkan membuat proposal kerja saja Dimas masih amburadul bagaimana mungkin pria itu bisa menjadi manager di perusahaannya?

Lagi-lagi semua karena kelemahan hatinya. Ali tak tega ketika Dimas ditempatkan sebagai karyawan biasa oleh Ayahnya, Ali yang meminta Om Beni untuk memberikan posisi manager untuk Dimas dan kemarin ia juga mempercayakan perusahaannya pada laki-laki itu namun sayangnya Dimas mengecewakan dirinya.

"Bos!"

Ali mengerjap pelan membuyarkan lamunannya sebelum mendongak menatap Dani. "Pulang yok!"

"Gua bukan pasangan gay lo yang bisa lo ajak pulang seenak jidat lo!" Sahut Ali tak nyambung yang membuat Dani melempar pulpen ditangannya yang nyaris mengenai kepala Ali jika pria itu tidak memiliki refleks yang bagus.

"Bangke lo!" Maki Dani yang dibalas tawa oleh Ali.

Keduanya serempak tertawa, Ali sangat bersyukur dengan kehadiran Dani di dalam hidupnya. Bersama Dani ia merasa tak sendirian di dunia ini meskipun ada Om Beni yang siap sedia untuknya tapi Ali merasa tidak enak pada Tante Kartika yang secara terang-terangan menolak kehadiran dirinya ditengah-tengah keluarga mereka.

Ali tidak apa-apa sungguh hanya saja ia masih menghormati Beni selaku Om-nya jika tidak mungkin sudah ia robek mulut tajam Tante-nya itu. Tidak tahu diri sekali wanita itu.

"Balik?"

Ali mengangguk pelan. "Gue balik sendiri lo silahkan pulang sendiri!" Ucap Ali tanpa rasa bersalah padahal jelas-jelas ia tahu Dani tidak membawa mobilnya sehingga mau tidak mau laki-laki itu memesan taksi online untuk mengantarnya pulang.

"Awas lo ya?!" Ancam Dani sebelum beranjak dari ruangan Ali meninggalkan Ali yang sedang menertawakan sahabatnya, pria bahkan sampai terpingkal-pingkal wajah geram Dani terlihat lucu di matanya.

Dasar Ali! Sahabatnya menderita ia justru terlihat sangat bahagia.

***

Ali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang selain tak ingin cepat sampai ke apartemennya ia juga harus berhati-hati karena curah hujan yang sangat deras sehingga sedikit menganggu pandangannya.

Ali terlihat bersenandung pelan mengikuti alunan musik yang ia putar memenuhi seantero mobilnya padahal jelas-jelas beberapa waktu yang lalu ia mengamuk hebat karena kerugian yang dialami perusahaannya tapi sekarang ia sudah kembali bersikap santai seolah tidak terjadi apa-apa.

Ali bukannya melupakan kerugian perusahaan tapi ia hanya ingin menikmati kesendiriannya. Miris sekali jika yang dibicarakan soal harta dan kekuasaan maka Ali pemenangnya tapi ketika pembahasan keluarga yang diperbincangkan maka dengan penuh kesadaran Ali akan mundur karena sejak kematian orang tuanya Ali tak merasa memiliki keluarga selain Om Beni dan Dani ia benar-benar tidak memiliki siapapun di dunia ini.

"Kamu jangan terlalu banyak berharap padaku Mas. Kalaupun aku mau menerima kamu belum tentu dengan orang tuaku Mas."

Benar, orang tua Aurel menolak dirinya hanya karena dia yatim piatu. Lucu bukan? Memangnya kenapa kalau Ali yatim piatu? Ada yang salah? Orang tuanya menghadap Tuhan bukan karena kemauannya, jika bisa memilih Ali juga tidak ingin ditinggalkan sendirian di dunia ini.

Ali mengiba pada takdir untuk mengikutsertakan dirinya bersama orang tuanya namun sayang perjalanan hidupnya masih panjang sehingga ia tidak bisa pergi bersama orang tuanya.

Ali terlalu larut dalam lamunannya sehingga ia tak begitu fokus menyetir hingga saat seorang gadis berlari menyeberang jalan tepat di hadapan mobilnya Ali yang terkejut tidak sigap menginjak rem mobilnya hingga..

Brak!

Tubuh Ali bergetar hebat saat bagian depan mobilnya seperti menyentuh sesuatu. Dengan cepat kesadarannya pulih, Ali segera turun dari mobilnya tak ia pedulikan rintik hujan yang membasahi tubuhnya.

Ali semakin kalut saat melihat seorang perempuan duduk meringis sambil memegang kakinya tepat di depan mobilnya.

"Mbak tidak apa-apa?" Ali segera menekuk kedua kakinya berniat membantu wanita yang ia tabrak namun tubuhnya seketika berubah kaku saat menyadari jika wanita yang ia tabrak adalah Prilly.

"Prilly?"

Disela ringisannya Prilly mendongak saat mendengar namanya disebut meskipun beradu dengan curah hujan namun telinganya masih menangkap suara laki-laki yang memanggil namanya itu.

Reaksi Prilly juga tak kalah terkejut dengan Ali. "Mas?" Ia ingat laki-laki yang sedang berjongkok disampingnya ini adalah laki-laki yang sama dengan laki-laki yang menolongnya di bandara tempo hari.

Prilly semakin dibuat terkejut tatkala tubuh basahnya tiba-tiba terangkat saat laki-laki itu menggendongnya secara tiba-tiba."

"Eh mau kemana ini? Turunin saya!"

"Diam! Kaki kamu butuh ditangani oleh Dokter kita ke rumah sakit sekarang!" Putus Ali sambil menundukkan dirinya menatap Prilly yang sontak terdiam.

Kenapa aura pria ini gelap sekali? Bathin Prilly gemetar.

*****

Sejarah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang