Seminggu benar-benar berlalu. Pagi itu di temani awan kelabu dengan rintik hujan yang semakin menghujam. Caslo mendapat berita bahwa salah satu teman mayanya, Vabian di nyatakan menghilang saat pulang sekolah.
Hingga dua hari berlalu sejak kejadian itu, mayat Bian di temukan di depan gerbang sekolah dalam keadaan mengenaskan. Menurut ketua kepolisian di California, mayat Bian di temukan dengan bukti berupa tulisan di punggungnya. Angka satu sampai lima yang satu sampai tiganya telah di coret dengan darah berwarna merah.
Polisi di sana menyatakan bahwa tanda yang berada di punggung mayat Bian sama persis dengan tanda yang ada di dua orang sebelumnya yang meninggal dengan tragis juga. Seminggu sebelum menghilangnya Vabian. Seorang wanita dengan warga kenegaraan Irak juga mengalami hal yang sama, yang membedakan hanya angka satu yang mendapat coretan darah.
Kemudian lima hari setelahnya, seorang pria renta beruban di temukan dalam karung sampah. Dengan jejak yang sama, angka satu dan dua yang berada di punggung juga di coret dengan darah.
Dari sini, para polisi yang bersangkutan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Dari jejak yang di tinggalkan, jelas kasus dari tiga negara ini memiliki keterkaitan. Yang pertama adalah Miranda dari Irak, Kakek James dari Texas dan ketiga Vabian dari California.
Di balik orang-orang yang merasa takut untuk keluar rumah, dan polisi yang merasa kebingungan. Sama seperti Caslo yang selalu merasa ketakutan. Tentu saja Caslo dan Alvan yang tersisa merasa bahwa kejadian yang mampu mengguncang dunia itu bersangkutan dengan live di situs ilegal.
Keduanya tengah merasa kehilangan. Meskipun tidak dekat dan tidak pernah melihat wajah Vabian secara langsung, tetap saja ketiganya bisa saling mengerti di internet. Siapa yang rela saat seorang teman meninggal dalam keadaan yang tidak wajar?
Belum lagi, dua dari lima angka yang tersisa. Caslo merasa, angka tersebut bersangkutan dengan penonton yang menonton live itu. Selain itu, salah satu pembunuh di sana juga sempat menyebutkan kata five.
Tidak memungkiri bahwa korban pembunuhan berantai itu adalah mereka si lima penonton yang melihat secara langsung. Sekarang barulah Caslo berusaha keras untuk menyangkal.
"Gue gak tau harus gimana, bilang polisi?" Caslo bertanya, bingung dengan keadaan yang membingungkan tetapi juga belum pasti. Di seberang sana Alvan menggeleng pelan.
"Lo punya bukti?" Pertanyaan Alvan itu Caslo balas dengan gelengan. Yakin bahwa laporan mereka tidak memiliki dasar yang kuat nanti.
Helaan nafas Alvan terdengar, sama seperti Caslo. Pemuda itu juga terlihat ketakutan. Takut saat ia adalah korban selanjutnya. Alvan belum mau mati, mimpinya masih panjang dan ia pun masih terbilang muda untuk bertemu Tuhan.
"Van, kita satu negara. Intinya gue ataupun Lo harus bisa jaga dir--"
"ADEK! UHUII! ADEK CASLO OH ADEK!" perkataan Caslo berhenti begitu saja saat suara cempreng milik seorang pemuda menyapa pendengaran. Ia mengerang, segera mematikan sambungan ponsel karena takut mendengar suara teriakan itu terlalu lama.
Dengan langkah kesal ia mendekat ke arah pintu, kemudian membukanya dengan tidak santai. Matanya melotot garang, menatap pemuda yang tengah menyengir lebar tanpa dosa itu.
"Apa!" Bukan seperti pertanyaan, nada yang Caslo keluarkan terdengar sangat nyolot. Namun pemuda itu tidak peduli.
"Abang bertamu baik-baik ke sini dengan maksud mengajak adik Caslo untuk maling mangga Tante Mira bersama, gimana?" Pemuda bernama Aleon itu berujar tanpa jeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Eye
ActionArcaslo, pemuda yang tidak sengaja menonton live pembantaian keluarga seorang model Barcelona harus merasakan takutnya menjadi saksi, sekaligus incaran selanjutnya. Sebuah rahasia yang hanya ia dan keluarga tirinya yang tahu. Saat tepat di mana ia m...