20. Perut karung.

8.2K 1.1K 59
                                        

Lekukan bak dewa Yunani itu membuat sepasang mata indah sedari tadi tidak juga mengalihkan pandang. Tepat di hadapannya terdapat wajah rupawan. Membuat kepalanya enggan untuk menoleh ke bawah. Tetapi jika di ingat, bagaimana pun juga tidak ada yang melebihi ketampanannya di muka bumi ini.

Tidak tahu kalau di kulit bumi, mungkin ada yang lebih tampan darinya. Atau mungkin di dalam perut bumi, intinya Caslo yang paling tampan di muka bumi. Melengos, Caslo menampik bahwa ia baru saja mengagumi ketampanan seorang Alka.

"Ada apa?" Alka bertanya, meski arah matanya mengarah pada laptop di meja, tetapi telinga dan pikirannya tidak tuli. Mendengar dengusan sang adik yang kini berbaring di pangkuannya, tentu dapat Alka dengar jelas.

"Aku ganteng kan Bang?" Caslo bertanya, ingin merasakan kepuasan dari pengakuan Alka. Membuat yang lebih tua merasa bingung. Apa yang membuat Arsa bertanya demikian dengan tiba-tiba?

Mungkin faktor jam, saat ini sudah pukul dua malam. Alka yang baru saja mendarat beberapa jam yang lalu langsung pulang menuju Mansion. Niat hati ingin melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai, namun malah menemukan anak hilang duduk bersila di pojok lift.

Alka yang mengira jika itu hantu indonesia biasa di panggil 'yutul' oleh orang-orang. Ternyata salah perkiraan kala melihat wajah makhluk ingusan yang ternyata adalah adik sepupunya. Entah apa yang dilakukan anak kecil itu.

Yang pasti, perkiraan Alka adalah anak itu kelaparan di tengah malam. Pengakuan Caslo ingin mencari makanan di dapur, tetapi malah tersesat. Berakhir dengan Alka yang harus memasak bubur dadakan karena tidak ingin membangunkan maid yang tengah berisitirahat.

"Abang! Aku ganteng gak?" Pekikan Caslo itu mampu membuat Alka kembali pada dunianya. Berdehem singkat, ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Namun tak ayal tanggapannya membuat manik merah jernih itu tenggelam.

"Aku emang ganteng sih, gak perlu diragukan lagi." Ujarnya sembari menyisir Surai cokelat tuanya dengan salah satu tangan. Entah siapa yang menularkan sifat narsis pada adiknya. Yang pasti, Alka benar-benar meras terhibur.

"Siapa yang mengajari mu?" Tanyanya membuat Caslo langsung cengo, menghela nafas pelan, Alka harus berujar lebih detail untuk itu.

"Siapa yang mengajari mu untuk memuji diri sendiri?" Ralatnya lagi membuat Caslo menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Bang Rendi, katanya muji diri sendiri itu penting." Jawab Caslo sembari bangkit. Kini anak itu kembali berjalan ke kursi di hadapan Alka. Meja kerja yang seharusnya penuh berkas itu kini terlihat sesak akan makanan.

Membuat Caslo yang kerap kali dilanda lapar merasa terbantu. Tanpa peduli lagi, Caslo melahap beberapa camilan di depannya. Sembari menatap Alka yang kini masih memperhatikannya. Namun tidak lama yang lebih tua memilih kembali menyelesaikan pekerjaannya.

"Jangan terlalu banyak makan di malam hari, tidak baik untuk kesehatan mu." Penuturan Alka yang tiba-tiba itu membuat Caslo menghentikan gerakan tangannya yang tengah menyuap kue keju.

Dengan tanpa sopan, Caslo 5umenodongkan garpu kosong di tangannya. Mulai menuduh Alka dengan mulut yang tidak bisa tertutup akibat kebanyakan isi. Bahkan sekitaran mulut anak itu terlihat berantakan dengan krim.

"Bilang aja, Abang mau kan? Atau Abang pelit?!" Tuduhnya.

Alka menghela nafas pelan, menutup laptop dihadapannya setelah merasa bahwa pekerjaannya telah usai. Kini beralih menatap sang adik yang tidak menyerupai manusia lagi. Anak itu makan seperti orang kesetanan. Seolah tidak pernah makan bertahun-tahun.

Tangan Alka terangkat, mengelap krim yang berada di sekitar mulut sang adik. Baru saja hendak menjawab, namun pintu ruang kerjanya telah lebih dulu di ketuk. Ah, bukan seperti ketukan sebenarnya, lebih ke suara hendak mendobrak.

Menekan tombol hijau yang ada di bawah meja kerjanya, Alka menatap pintu besar yang terbuka secara otomatis tersebut. Menampilkan Dimitri yang berdiri gagah, terlihat jelas dari matanya bahwa sang paman tengah menahan kantuk saat ini.

Seolah mengerti, Alka tidak bertanya gerangan apa yang membuat sang paman datang ke ruang kerjanya. Arah mata tegas Dimitri sedari awal masuk susah mengarah pada makhluk yang tadi ia temukan dalam lift.

Namun yang di tatap tidak peduli, masih sibuk membuat perut keroncongannya berhenti bersuara. Caslo mendongak begitu seseorang mengangkat tubuhnya dengan tiba-tiba, membuat apel ditangannya jatuh begitu saja.

Amarah yang tadinya meluap Caslo urungkan begitu tahu siapa yang membuat apelnya terjatuh dengan tidak elite. Melirik Alka sekilas, pria itu bangkit dari mejanya sembari membawa laptop tadi.

"Aku pamit Dad, besok akan aku jelaskan." Ujarnya sebelum benar-benar berlalu meninggalkan Caslo yang kini menunduk.

Jeda sejenak setelah kepergian Alka, Dimitri hanya diam menatap anak yang ada digendongannya saat ini. Ingin tahu, sampai mana anaknya membuka pembicaraan. Sedari tadi sibuk mencari anak hilang di tengah kantuk, tentu Dimitri merasa terganggu.

"Udah malem, aku mau tidur." Ujar Caslo membuat Dimitri menghela nafas. Niat hati ingin mendengar kejelasan dari sang anak yang hilang tiba-tiba. Namun tidak tega juga mengingat saat ini sudah tengah malam.

"Tunggu dulu, Dad!" Dimitri yang hendak berbalik membawa anak itu ke kamar harus terhenti saat merasa benda didekapannya memberontak.

"Apa lagi?" Jika Caslo itu bukan anaknya, Dimitri yakin sudah menjadikan makhluk didepannya sebagai sasaran rudal.

Caslo yang notabenya tidak turun dari gendongan Dimitri itu menyengir lebar. Tangan anak itu dengan gerakan perlahan mencomot sebuah bolu kukus di atas meja. Setelahnya barulah anak itu mengangguk, setuju jika Dimitri membawanya kembali menuju Clarissa.

Jangan tanya apa yang ada dipikiran Dimitri saat ini, saat melihat anaknya yang memiliki porsi makan banyak. Arah matanya langsung tertuju pada pipi berisi serta perut buncit yang tertutupi piyama Batman tersebut. Tidak heran, mengapa tubuh anaknya itu berisi.

"Oi Bro! Ayok, ngapa malah bengong dah?" Teguran dari bilah bibir yang masih bergerak menelan kue itu membuat Dimitri kembali tersadar. Tidak menjawab, pria itu langsung berjalan menuju kamarnya dan Clarissa.

"Lain kali kalau lapar itu bangunkan Mommy mu atau Daddy, jangan hilang seperti tadi. Mommy mu menangis saat tidak menemukanmu didekatnya." Seru Dimitri membuat Caslo langsung menoleh cepat.

"Mommy nangis?" Tanyanya kaget. Caslo berfikir, tidak kah terlalu berlebihan. Ia hanya mencari makan.

"Hem, ingat pesan Daddy. Dengar tidak? Tidak kasihan dengan Mommy?" Caslo langsung terdiam.

Melihat kue kukus ditangannya sudah tidak lagi berselera. Maka dengan sopannya, Caslo memasukan kue yang telah ia gigit itu kedalam mulut Dimitri. Sayang jika di buang, mana enak. Membuat Dimitri yang memang tidak tahu pergerakan sang anak itu hampir tersedak.

"Sayang Dad, Endog mahal." Belanya kala melihat mata Dimitri yang hampir keluar. Helaan nafas pelan terdengar, Dimitri tidak menjawab dan langsung mengunyah kue di mulutnya.

Pintu putih gading yang menjulang tinggi itu terlihat, Dimitri membuka nya menggunakan satu tangan. Seketika aroma Citrus yang berpadu dengan minyak telon langsung menyapa Indra penciuman.

Arah mata Caslo langsung tertuju pada Clarissa yang terduduk bersandar di kepala ranjang. Bisa Caslo lihat mata cantiknya yang sedikit sembab. Caslo langsung di sambut dengan pelukan hangatnya. Isakkan kecil terdengar dari bilah bibir wanita itu.

Awalnya Caslo merasa bingung, namun teringat akan perkataan Dimitri tadi membuat Caslo sadar. Tangan pemuda itu terangkat untuk membalas rengkuhan sang ibu.

"Mommy jangan nangis, kalo berenti nangis, nanti aku beliin permen ting-ting."










_____

Hai, apa kabar?
Kangen Caslo gak?
Maap update ngaret, maklum faktor U. Jadi lupa update.

Ada yang mau di sampein buat Caslo? Atau Dimitri mungkin?

Golden EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang