25. Neron.

5.4K 814 71
                                    

Manik indahnya mengerjap, Caslo terbangun di suasana yang terasa asing. Anak itu mengedarkan pandang ke sekitar, nayanika nya terarah pada seorang pria asing yang duduk di kursi pojok, menatapnya dengan tatapan tajam.

"Falaq," lirihnya. Pria itu mendekat, dengan seringai kejamnya. Membuat Caslo ketakutan dan beringsut mundur sampai punggungnya tersebut kepala ranjang.

"Ampun om, jangan deket-deket. Mukak om kaya Joker," kata Caslo. Pria tadi berhenti di tempat dengan raut wajah tak terbaca. Sebelum akhirnya mengeluarkan pistol dari balik baju santai nya.

Hal itu membuat Caslo semakin takut, kini berteriak histeris. Ia teringat akan kejadian pertama kali saat ia diculik Ars. Caslo menangis histeris, sembari menatap pria di depannya dengan penuh rasa was-was.

Namun tidak lama, tubuh pria di depannya terjungkal ke depan saat seseorang menendangnya. Caslo bisa melihat kehadiran sang daddy di sana. Dimitri berdiri tegak dengan tampang flatnya.

"Bodoh," gumamnya sebelum mendekat dan menggendong sang anak untuk pergi dari sana.

"Tidak tahu diri!" umpat pria yang baru saja bangkit dari posisinya. Tampang urakan dengan celana pendek selutut itu benar-benar tampak tidak meyakinkan setiap mata yang melihatnya jika pria itu merupakan lulusan terbaik di New York pada masanya.

Sementara di sisi lain, Dimitri masih melangkah membawa putranya menuju mobil. Setelah menemui Neron dan pria itu menyatakan putranya baik-baik saja, tanpa membayar atau berterima kasih Dimitri bergegas meninggalkan kediaman keluarga Arsky itu.

"Daddy, orang tadi siapa sih? Mukanya serem, pasti orang miskin ya?" tanya Caslo setelah mobil melaju membelah jalanan padat.

"Dia Neron." Caslo mendengus, kepalanya menoleh ke arah jalanan padat di sore hari. Teringat akan kota kelahirannya, mendadak Caslo rindu tanah airnya.

Andai ia bisa, maka ia akan memilih tinggal di Indonesia. Di sini tidak ada Rendi, Ale, dan Azlan. Meskipun mereka ini empat sahabat yang sering tawuran antar sesama, tetapi tetap saja rasanya ada yang kurang. Tidak ada lagi ia yang terjebak di atas pohon mangga, tidak ada lagi banci perempatan yang biasa ia dan teman-temannya ganggu. Caslo rindu semua itu.

"Ada apa?" tanya Dimitri tanpa menatap Caslo. Maniknya tengah fokus pada MacBook yang menampilkan transaksi ilegal serbuk ganja dari Macau.

"Aku kangen negaraku," jawab Caslo. Dimitri terdiam, salah satu alisnya terangkat. Dari nada yang dikeluarkan terdengar sendu dan membuat hatinya tidak enak. Jeda lama membuat Dimitri berpikir. Hingga hela napas panjang pria itu terdengar.

"Kita akan ke Indonesia malam ini. Hanya seminggu dan tidak lebih, itu pun banyak peraturan yang harus kamu taati." Caslo mengerjap pelan, ia terdiam lama sebelum melompat tiba-tiba. Anak itu menatap Dimitri tidak percaya, namun keseriusan yang sang ayah pancarkan membuat Caslo bersorak girang.

"Iya mau daddy! Apa aja aturannya?" tanya Milo membuat atensi Dimitri teralihkan. Pria itu menatap sang anak dengan salah satu alis terangkat. Ia tersenyum tipis, bola mata merah jerih di depannya tampak bersinar bahagia.

Namun saat mulutnya terbuka, binar itu hilang tergantikan dengan tatapan jengah. Ya karena peraturan yang diberikan Dimitri tidak ada habisnya, juga tidak masuk akal. Sepanjang jalan hanya Caslo habiskan untuk menatap jalanan, mengabaikan ocehan sang daddy terkait peraturan.

"Bang Alka!" pekik Caslo. Anak itu berlari menghampiri anak Aslan. Menggapai kedua lengan gagah pria itu sebelum diajak berdansa, raut bahagia yang anak itu tampilkan benar-benar mampu menarik perhatian yang lain. Terlebih, wajah kaku seorang Alka yang diajak berdansa benar-benar suatu pemandangan tersendiri.

"Hentikan," tutur Alka membuat Caslo mengerucutkan bibirnya kesal. Dalam hati mengumpat, betapa kakunya seorang Alka. Bahkan tampaknya Caslo tidak pernah melihat seorang Alka tersenyum, apakah masalah hidup Alka sebanyak itu?

"Hei, ada apa sayang?" tanya Kyle lengkap dengan tawa rendahnya. Wanita itu membawa biskuit susu yang baru saja keluar oven. Caslo mengedikkan bahunya pelan, ia menatap Alka kembali yang masih belum mengubah ekspresi flatnya.

"Senyum bang, gak laku bisa gawat." Caslo berlalu begitu saja, mendekati Andi yang saat ini tengah mengobrol dengan tuan Cravis di sofa ruang keluarga.

Meninggalkan Alka dengan tampang bodohnya, Caslo memilih bermanja dengan sang abang yang sudah merawatnya sejak kecil. Anak itu berbisik, menggibah tentang tuan Cravis, padahal orangnya ada di depan Alka. Namun Caslo tidak peduli, bermodal duduk di pangkuan sang abang, Caslo dengan sengaja memperkuat nadanya.

"Abang liat gak orang tua itu? Udah keriput, jelek, miskin, bau tanah, idup lagi. Kok masih bertahan sampe sekarang sih ya? Padahal yang di tipi-tipi itu udah mati kalo enggak stroke. Kenapa dia eng--"

Bukan lagi bisikan, tapi berbicara biasa tepat di hadapan pria yang dibicarakan. Hal itu membuat Andi mau tidak mau membungkam mulut adiknya dengan telapak tangan. Sungguh Andi benar-benar malu saat ini, ia takut adiknya akan dilempar ke tempat terdasar jurang.

"Jangan gitu ah, gak boleh ngatain orang yang lebih tua. Abang gak suka, adek lupa ya?" kata Andi membuat Caslo terdiam. Anak itu berdecak pelan sebelum melempar tatapan tajam pada sang opa. Gara-gara pria tua itu, Caslo harus merasakan perutnya diaduk.

"Abang, kata Rendi, hormatin seseorang itu bukan berdasar dari usianya. Tapi dari seberapa bagus attitude orang itu. Dan dia bukan salah satunya. Orang yang punya attitude gak akan pernah bunuh orang, aku juga hampir dibunuh. Kalo aja waktu itu nasip aku gak bagus, mungkin sekarang aku udah nyusul ayah bunda." Andi terdiam, ia menatap pria tua di depannya yang tampak memasang wajah tertampar telak.

"Adek lupa? Seorang mantan preman lebih baik dari pada mantan ahli agama?" Caslo berdecak keras, ia menghempaskan tangan sang abang dari pipinya. Anak itu turun dengan raut wajah merajuk, kini kembali berlari ke arah Aris yang bermain play station bersama Jordan.

"Mom! Aku mau pulang ke Indonesia!" Suara cempreng itu membuat Clarissa menoleh seketika. Manik wanita itu tampak membola, berbeda dengan Andi yang menepuk dahinya pelan. Clarissa mendekat dengan sempurna, duduk di samping sang anak yang kini bersila di lantai. Ia menangkup kedua pipi itu.

"Ada apa? Apa ada yang menganggu kesayangan mommy? Mengapa ingin pulang? Kamu tidak sayang mommy?" tanya Clarissa pelan, maniknya tampak berkaca membuat Caslo menghela napas pelan.

"Salah sangka terus ya kalian? Orang aku aja mau liburan kok sama daddy!" Clarissa menghela napas lega, wanita itu beralih memeluk sang anak dengan segera.

"Jangan tinggalkan mommy lagi," katanya.

"Gak ada yang gratis di dunia ini mom," balas Caslo. Clarissa mengecup kedua pipi sang anak dengan lembut.

"Kamu ingin apa? Akan mommy turuti."

"Aku mau nyawa tua bangka itu."




______
Setelah sekian lama gak up Caslo, akhirnya hari ini bisa up. Huhu padahal ujian tiga Minggu full. Belum lagi harus belajar soshum dari nol.

Bismillah, doain ya? Kalo aku lulus kan udah bisa nulis lancar lagi. Hehe.


Golden EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang