Kuning, warna yang pertama kali Caslo lihat saat baru membuka mata. Mengerjap pelan, anak itu menggeliat pelan sebelum membalik tubuhnya ke arah samping. Detak jantungnya berdegup cepat, tubuhnya berjengit kaget kala menangkap wajah seseorang yang amat dekat dengannya. Dia Clarissa, wanita yang semalam menariknya untuk tidur.
Caslo tidak tahu sekarang ia tidur di kamar siapa, ia juga tidak tahu kalau Clarissa ternyata tidur bersamanya. Beberapa hari lalu, ia menumpang di kamar Jordan. Namun hari ini ia berada di kamar yang bernuansa kuning. Di tatapnya wajah yang berada di depannya lamat. Terasa nyaman dan damai saat di pandang mata.
Menghela nafas pelan, Caslo mulai bangkit untuk duduk. Menatap lurus dinding kuning yang terlihat amat menyilaukan mata. Menoleh ke kiri, dirinya lagi-lagi di buat terkejut akan eksistensi Dimitri yang berbaring di sana. Blank, Caslo tiba-tiba merasa linglung saat ini.
Apa kamar di dalam rumah megah ini sedang penuh? Hingga dirinya di bawa tidur dengan pasangan suami istri tersebut? Padahal kan Caslo bisa menumpang lagi di kamar Jordan. Ia merasa menjadi pengganggu saat ini. Berfikir sebentar, Caslo memilih bangkit untuk pindah.
Melihat jam yang masih pukul tiga pagi membuat Caslo berniat menumpang di kamar Jordan untuk tertidur lagi. Bergeser pelan, Caslo baru saja hendak turun saat seseorang menarik kerah bajunya dari belakang. Untuk Caslo tidak berniat untuk teriak dan membangunkan orang-orang.
"Pak dukun?" Panggilnya pelan saat tahu bahwa yang menahan pergerakannya adalah Dimitri. Pria itu kini sudah dalam posisi duduk dengan raut wajah datarnya.
Menatap lamat, Caslo menyadari perubahan di wajah Dimitri. Pria dewasa itu kini terlihat lebih segar dari pertama kali mereka bertemu. Lingkaran hitam di bawah mata telah berkurang sepenuhnya. Raut lelah itu terlihat lebih baik saat ini. Caslo menyadari itu.
"Ingin kemana?" Suara serak Dimitri akhirnya terdengar, membuat Caslo kembali memundurkan tubuhnya agar kerahnya yang di cekal bisa terlepas. Ia sangat benci saat seseorang memperlakukannya seperti anak kucing.
"Ke kamar Abang Jordan. Mau bobok." Jawabnya pelan membuat kening Dimitri mengernyit bingung. Padahal anak itu bisa tertidur saat ini tanpa harus berjalan ke kamar lain.
"Di sini saja bisa. Mengapa harus ke kamar Jordan?" Tanya Dimitri pelan, melirik sekilas ke arah sang istri yang sedari tadi berpura-pura tertidur. Pasangan suami istri itu memang belum tertidur. Habis bercerita kejadian yang terjadi selama belasan tahun terakhir.
Caslo menggeleng pelan,"mau kelon Abang aja." Jawabnya pelan. Jangan lupa bahwa Caslo tidak akan pernah bisa tertidur pulas tanpa kelonan Andi. Selama di sini, Jordan selalu memeluk Caslo saat sedang tertidur.
"Dengan Mommy saja ya, Nak?" Clarissa yang tiba-tiba saja menyahut itu langsung menarik lengan sang anak. Tidak membiarkan anaknya itu untuk turun dari kasur. Padahal ia sedang memandangi wajah sang anak yang sedang tertidur tadi, tapi pergerakan yang anak itu lakukan membuatnya terpaksa memejamkan mata.
"Usap-usap ..." Caslo berujar pelan dengan mata terpejam. Menurut saat Clarissa memeluknya dalam rengkuhan hangat. Berhubung masing mengantuk, Caslo kembali tertidur. Afeksi yang di berikan Clarissa benar-benar membuatnya nyaman.
_____
Menunggu test DNA keluar memang membutuhkan waktu yang lama menurut Caslo. Oleh sebab itu, ia sengaja menyamankan diri di rumah mewah keluarga Cravis agar tidak merasa bosan. Beruntung, Clarisa selalu mengerti dirinya.
Terik matahari di langit Texas tidak membuat Caslo mundur untuk bermain sepeda. Kendaraan roda empat yang di belikan Ars itu benar-benar berguna. Seharusnya sepeda normal memiliki dua roda saja, namun berbeda dengan sepeda yang Caslo naiki saat ini.
Satu roda di depan, dan tiga roda di bagian belakang. Dua roda di belakang bermaksud untuk menyangga agar saat sepeda berjalan lebih seimbang. Caslo ingat benar, sepeda seperti itu selalu di naiki anak TK kalau di Indonesia, biasanya di sebut sepeda roda tiga.
Entah kalau di Texas, mungkin bisa di sebut Three ban. Caslo pun tidak tahu, kebutaannya dalam bahasa Inggris memang sedikit rumit. Belum lagi Jika ingin meminta susu di salah satu maid yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Caslo harus memperagakan dengan gerakan tubuh.
"Oi! Minggir!" Caslo memekik, mengibaskan tangannya bermaksud menyuruh Dimitri yang saat ini tengah duduk di bangku halaman belakang agar menyingkir. Caslo ingin atraksi menggunakan sepeda roda tiga.
Tidak ingin berdebat, Dimitri memilih menurut. Menyingkir di dekat Aslan yang kini tengah memperhatikan Caslo dekat lampu halaman. Anak itu mulai mengayuh sepedanya mendekati bangku panjang tanpa sandaran tersebut.
Di angkatnya sepeda yang memang terbuat dari bahan ringan. Berfikir sejenak, kalau jatuh lumayan sakit. Caslo kembali memutar otak, bagaimana jika ia jatuh dan amnesia? Bisa bahaya. Akhirnya Caslo tidak jadi beratraksi. Kembali turun dan mengayuh sepedanya menjauh dari Aslan dan Dimitri.
"Pagi ku cerahku, matahari bersinar. Ku gowes sepedaku di tanah. Selamat pagi pak RT, selamat pagi Buk RT--- alamak! Kenape ni?!" Nyanyian syahdu milik Caslo itu berganti dengan pekikan saat rem di sepeda tidak berfungsi dengan baik. Terlalu keras hingga Caslo tidak bisa menekannya.
"Om! Pak dukun! Lontong lontong! Rem nya blong, bahaya ini!!"
Pekiknya panik membuat Dimitri dan Aslan berlari menghampiri dengan cepat. Padahal jika Caslo menurunkan kakinya akan langsung menempel pada tanah. Ars memang sengaja memberi sepeda yang rendah. Namun entah mengapa anak itu malah berteriak kesetanan.
Saat sepeda tersebut makin oleng dan hampir terjatuh, Dimitri tepat waktu menangkap tubuh yang berada di atasnya. Hingga akhirnya sepeda itu membentur pohon, Caslo hanya bisa menatap miris dari dalam gendongan Dimitri. Netra Caslo tampak sendu kala melihat salah satu ban penyangga nya terlepas dan berjalan tanpa pamit.
"Padahal masih New, tapi udah bobrok."lirihnya dramatis hingga membuat Dimitri dan Aslan menatap geli wajah itu.
Caslo bergerak untuk memeluk Dimitri, di usapnya punggung tegak itu dengan lembut, "sabar Pak, nanti kita dandan ya? Jangan nangis." Ujarnya pelan sebelum mengusap pipi Dimitri yang memang kering tanpa air mata.
Aslan terkekeh geli dari tempatnya. Tanpa aba-aba merebut tubuh kecil itu dari gendongan Dimitri. Mengecup pelan pipi berisi itu, sungguh Aslan benar-benar gemas dengan tingkah sang ponakan. Andai saja Jordan menggemaskan seperti Caslo, pasti ia tidak memiliki niat untuk melelang anak itu.
"Pak dukun, tolong ambilin obeng sama palu. Sini biar pak Montir Caslo yang dandan. Di jamin beres!" Caslo berujar antusias, setelah sekian lama akhirnya mendapatkan benda yang bisa menjadi bahan eksperimen nya.
Tanpa tahu raut wajah Dimitri saat di suruh mengambilkan palu dan obeng. Membuat Aslan yang masih menggendong Caslo itu tertawa pelan. Sungguh pemandangan hangat yang baru ia temui. Bagaimana sikap Caslo nanti jika hasil DNA menyatakan bahwa Caslo adalah anak kandung Dimitri? Apakah masih tetap kurang ajar?
Melihat Dimitri belum juga beranjak untuk mengambil barang yang di butuhkan membuat Caslo terdiam. Aslan kira, Caslo baru sadar dengan sikapnya yang kurang ajar. Namun perkataan anak itu selanjutnya benar-benar membuat tawanya pecah seketika.
"Pak dukun, budeg ya?"
______
Hai, apa kabar?
Apa yang kalian lakuin saat mood turun?
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Eye
ActionArcaslo, pemuda yang tidak sengaja menonton live pembantaian keluarga seorang model Barcelona harus merasakan takutnya menjadi saksi, sekaligus incaran selanjutnya. Sebuah rahasia yang hanya ia dan keluarga tirinya yang tahu. Saat tepat di mana ia m...