Petrikor biasanya membawa candu bagi sebagian orang. Aroma yang di hasilkan ketika air hujan menimpa tanah memang di percaya mampu membuat tenang. Namun, kali ini hujan yang turun tidak ikut serta membawa aroma khasnya. Terlalu kalah dengan anyir yang menyeruak masuk Indra penciuman.
Di sebuah gedung tua tidak terpakai. Terdapat dua kubu yang tadinya berhadapan, sebelum salah satu dari kelompok itu berhasil di lumpuhkan. Terbaring tanpa nyawa dalam keadaan mengenaskan. Darah di mana-mana, angin yang kebetulan lewat menerbangkan aromanya.
Gedung itu terbuka tepat di lantai paling atas. Di sisi kiri bagian selatan tepat terdapat sebuah sungai besar. Sedangkan sisi yang lainnya di kelilingi hutan. Sang raja kembali mentitah, menyuruh para bawahan yang tersisa untuk membuang mayat kubu berbeda ke dalam sungai. Tanpa penghormatan, di lempar dari atas gedung.
Langkahnya di bawa turun, keluar dari gedung yang baru saja menjadi saksi pembalasan dendam. Raut dingin yang selalu terpasang, aura dominan yang begitu menegangkan selalu menguar ketika langkahnya terdengar.
Masuk ke dalam Buggati mengkilap yang memang terparkir di depan gedung. Tanpa perlu di katakan, sang supir membawanya pergi menuju tempat singgah sementara. Apartemen mewah yang beberapa bulan ini di huni.
Hening, adalah suasana yang di rasakan begitu pintu apartemen terbuka. Pria itu sendiri, sedangkan anak buahnya yang lain telah masuk ke dalam kamar apartemen masing-masing. Di bukanya semua baju berlumuran darah itu. Setelah menaruh bukti flashdisk di atas meja.
Langkahnya terayun menuju kamar mandi. Kemudian keluar dalam keadaan yang lebih segar. Berjalan menuju dapur, pria itu mengambil sebotol cocktail untuk menemani malamnya sepeti biasa.
Tubuh lelahnya itu tidak di bawa berisitirahat. Melainkan masuk ke dalam kamar, lebih tepatnya masuk kedalam ruangan tersembunyi di balik lemari pakaian. Matanya terasa tenang, melihat jejeran senjata mematikan. Mulai dari Shotgun, Handgun, M16, berbagai jenis Revolver serta beberapa katana panjang yang menempel di dinding.
Tangannya terulur, mengambil sebuah Shotgun yang telah bersamanya selama belasan tahun. Di elusnya pelan besi tersebut, sembari sesekali menyesap Cocktail di tangannya yang lain. Suasana hening biasa yang menemaninya terasa sangat nyaman.
Namun, sunyi tersebut tidak berlangsung lama saat bel apartemen nya terdengar berbunyi nyaring. Menekan kuat rasa kesal yang baru saja menguar. Pria itu melangkah keluar dari ruangan tersembunyi, membuka kan pintu untuk orang yang bertamu malam-malam seperti ini. Sungguh sangat mengganggu ketenangan.
Netra sebilah pedang itu menghunus tepat manik sang bawahan yang baru saja mengganggu kegiatan tenangnya. Tidak mempersilahkan masuk, pria itu masih mengunci tatapan sang bawahan dengan tajam. Ia benci saat waktu ketenangannya di ganggu seseorang. Seharusnya bawahannya itu mengerti, lantas hal penting apa yang pria itu bawa hingga berani mengganggunya? Sadar tengah di tatap tajam, pria berpakaian hitam itu menunduk.
"Maafkan saya Tuan, tapi ada berita penting yang harus saya sampaikan kepada anda." Ujarnya membuat pria tadi menghela nafas, sepertinya memang ada berita penting yang harus segera ia dengar. Sedikit membuka pintu apartemen nya, pria itu mempersilahkan anak buahnya untuk masuk. Berita penting wajib memiliki privasi.
"Katakan, dan jangan bertele-tele." Ujar sang pria yang kini duduk dengan mengangkat kedua kakinya di atas meja. Sang bawahan mengangguk sebelum berujar.
"Saya baru saja mendapat berita dari Tuan Cravis. Beliau memberikan perintah untuk anda segera pulang, secepatnya. Tuan Cravis juga memberikan ini untuk anda lihat secepatnya." Setelah berujar, pria itu memberikan sebuah kartu memori kecil berwarna hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Eye
ActionArcaslo, pemuda yang tidak sengaja menonton live pembantaian keluarga seorang model Barcelona harus merasakan takutnya menjadi saksi, sekaligus incaran selanjutnya. Sebuah rahasia yang hanya ia dan keluarga tirinya yang tahu. Saat tepat di mana ia m...