14. Deal!

8.9K 1.2K 130
                                    

"Bagaimana?" Suara berat itu terdengar mengisi hening. Di hadapannya terdapat dua orang lelaki muda yang kini tengah berfikir keras. Menghela nafas pelan, ia kembali berujar.

"CVRed." Satu kata yang baru di ucapkan itu mampu menarik atensi dua orang yang lain. Kini jemari yang bertaut itu seketika terlepas. Menatap tidak percaya yang baru saja pria dewasa itu katakan.

"Apa ada yang salah dengan yang aku katakan barusan?" Dimitri, pria yang baru memberi penawaran itu menatap lekat wajah kedua manusia di hadapannya. Melihat wajah tidak terbaca itu membuat Dimitri merasa puas.

"Kau-- maksudku kalian ... Kalian adalah---"

"Ya! Itu kami." Ujar Dimitri kembali. Kini seringai kecil tampil di bilah bibirnya, menatap bagaimana kedua lelaki di depannya terlihat mematung. Hingga tidak lama kemudian, dua pemuda itu menunduk dalam.

"Ikutlah dengan ku, jika kalian masih butuh kekuatan untuk menghukum orang-orang yang sudah melenyapkan kedua orang tua kalian. Dengan kekuasaan, kalian bisa melakukan semuanya. Aku berjanji, sebagai ucapan terima kasih karena sudah menjaga anakku selama ini. Aku akan membantumu untuk menangkap pelaku yang menjadi alasan nasip buruk mu, aku akan memberi kekuasaan. Bagaimana?" Tanyanya lagi. Kedua pemuda itu terlihat diam.

Saling menatap untuk memberikan jawaban pada tatapan masing-masing. Hingga jeda lama itu akhirnya berakhir, saat yang lebih tua mulai angkat bicara. Kini, menatap lekat dengan binar mantap ke arah pria dewasa.

"Kami ikut, satu hal yang perlu anda tahu. Bukan hanya balas dendam yang menjadi dasar kami, tapi, kami tidak akan pernah meninggalkan adik kami. Walaupun statusmu lebih kuat di banding kami." Ujarnya datar membuat Dimitri tersenyum tipis di ujung sana. Beralih, kini Dimitri menatap keduanya bergantian.

"Of course, aku tidak akan bisa melakukan itu. Kalian bisa pegang kata-kata ku."

_____

"Masih sakit sayang?" Clarissa berujar. Dengan tangan yang masih setia mengolesi salep di punggung luka sang anak.

"Mommy." Panggil Caslo pelan, mengabaikan pertaanyaan Clarissa yang mengudara,"memang bener ya? Mommy ini Ibunya aku?" Lanjutnya.

Clarissa tersenyum tipis, ia baru saja menceritakan kisah masa lalunya yang amat menyakitkan. Jujur saja, untuk memutar memori itu kembali membutuhkan banyak kekuatan baginya, terdampar dalam luka dalam membuat Clarissa merasa tertekan saat mengingat masa-masa pesakitan.

"Kenapa Cio bertanya seperti itu? Cio tidak percaya kalau Mommy benar-benar ibunya Cio?" Clarissa berujar pelan. Tidak ingin memberatkan sang anak dengan pertanyaan nya.

Menggeleng pelan,"jangan panggil Cio, nama aku Caslo." Ujarnya pelan membuat Clarissa tersenyum getir. Dalam hati wanita itu terus berucap, bahwa hal ini adalah wajar.

"Mommy." Panggil Caslo lagi membuat lamunan Clarissa akan hal menyakitkan itu buyar begitu saja. Kini wanita itu sudah kembali tersenyum, menatap sang anak dengan kening bertaut.

Caslo bergerak bangkit untuk duduk. Memposisikan diri tepat di hadapan sang ibu, jarinya bertaut dengan kepala menunduk dalam. Caslo sungguh ingin mengatakan hal yang sedari tadi mengganggunya, namun ia malu. Beruntung, Clarissa mengerti dengan gelagat itu.

"Katakan saja sayang, jangan ragu." Ujarnya membuat kepala yang tadinya menunduk itu kini sedikit mendongak. Menatap polos wanita yang kini menatapnya lembut.

"Laper, mau makan boleh?" Tanyanya pelan. Merasa tidak enak, Caslo kan orang asing di rumah itu. Rasanya sangat aneh saat meminta makan seperti ini, tapi ia benar-benar tidak bisa menahan rasa lapar. Padahal saat keluarga Cravis sarapan di meja makan, Caslo pun turut hadir.

Golden EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang