Mengerikan!
Satu kata yang saat ini mendeskripsikan hasil karya Caslo. Anak yang memaksa ingin menyervis sepeda roda tiga itu kini telah berhenti. Masih menangis karena sakit gigi yang menyerang tiba-tiba setelah memakan eskrim pemberian Jordan tempo hari.
Caslo baru saja selesai mengotak atik sepeda sebelum mengambil eskrim pemberian Jordan kemarin. Setelahnya anak itu langsung menangis kala rasa nyeri langsung menyerang area mulutnya. Bak di timpa sial secara beruntun.
Sudah sepeda barunya hancur, di benarkan malah jadi tambah buruk. Lalu sakit yang kini menyerangnya benar-benar membuat Caslo merasa jengkel. Padahal sudah susah payah Caslo membernarkan sepeda rusak itu. Namun hasilnya justru membuat Caslo merutuk.
Bagaimana mungkin ia yang sudah bekerja dengan teliti bisa menghasilkan barang seburuk itu? Caslo rasa ia sudah benar, namun nyatanya ia banyak melakukan kesalahan. Antara stang dan tempat duduknya terbalik. Alhasil saat di coba, Caslo duduk di stang dan menyupir menggunakan sadel.
"Jangan menangis, Nak. Nanti kita membeli yang baru lagi." Aslan yang mati-matian menahan tawa itu akhirnya kembali berujar. Mengusap punggung Caslo yang kini berada di gendongan Dimitri.
"Gak mau naek sepeda lagi!" Terlampau kesal, Caslo bersumpah tidak akan menaiki sepeda lagi. Ia kesal, bagaimana mungkin skillnya dalam menyervis sepeda bisa salah?
"Baiklah, baiklah. Sekarang masih sakit?" Tidak ingin mendengar isakan kesal sang anak semakin lama, Dimitri memilih mengalihkan topik dengan bertanya keadaan sang anak. Kasihan juga melihat Caslo memegangi pipi kanannya seperti itu.
Mengangguk pelan, Caslo kembali terisak kencang. Sakit gigi itu lebih mengerikan dari pada patah hati. Rasanya Caslo ingin berteriak sekencang-kencangnya kalau ia tengah sakit gigi. Tapi takut, ketiga sahabatnya yang di Indonesia mendengar teriakan dan akan meledeknya kembali.
"Baiklah, jangan menangis lagi. Sekarang makan dan minum obat, setelah itu tidur agar saat terbangun nanti sakitnya hilang." Ujar Dimitri pelan.
Langkah pria dewasa itu berjalan menjauh bersama Caslo di gendongan nya. Meninggalkan Aslan yang tengah tertawa keras di taman belakang. Menatap sepeda dengan bentuk abstrak itu benar-benar membuat perut Aslan tergelitik.
Di sisi lain, Caslo yang baru saja di sodori semangkuk bubur langsung mendongak. Menatap raut Clarissa yang terlihat khawatir. Bibir anak itu mencebik, menatap ke arah Clarissa seakan tengah mengadu bahwa kini Caslo tengah menahan sakit.
Cup
"Sakit, tolong pergi ya? Cio ingin makan."ujar Clarissa pelan setelah mengecup pipi sang anak yang sedikit membengkak. Di usapnya lembut pipi itu, membuat sang empu yang di sentuh kini menatap intens sang wanita.
Caslo bergerak, menggenggam tangan Clarissa sebelum mengecupnya pelan. Membuat Clarissa memberikan tatapan bingung pada sang anak.
"Sakit, tolong go ya? Caslo want di suapin." Caslo berujar, mengikuti nada suara Clarissa sebelumnya. Membuat senyum tipis wanita itu menguar, Caslo ikut tersenyum lebar meski pipinya terlihat berbeda.
Beranjak duduk di samping yang lebih muda, Clarissa mulai mengambil alih mangkuk bubur yang ia buatkan khusus untuk sang anak. Tangannya sedikit bergetar, Clarissa paham ini adalah pertama kalinya ia menyuapi sang anak setelah bertahun-tahun lamanya.
Saat di beri tahu oleh sang suami bahwa anaknya sakit gigi, Clarissa langsung membuatkan makanan cair yang bisa di makan tanpa harus di kunyah. Sadar, bahwa saat ini sudah berbeda. Clarissa mencoba menjadi seorang ibu yang baik.
"Hm ... delisaa!" Caslo bergumam sembari memberikan dua jempol ke arah Clarissa.
Awalnya Clarissa tidak maksud akan ucapan sang anak, namun saat sudah mengerti apa yang di katakan Caslo, Clarissa langsung tertawa lepas. Sudah nadanya lucu, salah juga.
"Yang bener delicious, Sayang. Bukan delisaa." Jelasnya namun hanya di balas hedikkan bahu acuh dari sang anak.
"Sejak kapan delisaa di ganti delicious? Orang yang bener delisaa kok." Dasar bocil ngeyel.
_____
Caslo yang baru saja terbangun dari tidur siangnya itu hanya diam duduk di atas tempat tidur. Mengumpulkan nyawa yang masih melayang jauh. Menggaruk pipinya sejenak, anak itu kembali menatap plafon kamar yang lagi-lagi berbeda. Baru lah matanya mengedar menatap sekitar. Kamar kali ini di dominasi warna monokrom.
Entah milik siapa, namun saat matanya menangkap pigura besar yang tertempel di dinding samping barulah Caslo mengerti. Pasangan suami istri yang tersenyum lebar dengan seorang bayi mungil di tengahnya. Tanpa perlu bertanya pun Caslo tahu pasangan suami-istri di dalam gambar itu adalah Clarissa dan Dimitri.
"Ih kiyut nya." Bergumam pelan, Caslo mengomentari si bayi yang ada di sana. Hingga derit pintu terbuka yang menampilkan Clarissa membuat atensi Caslo terbagi. Wanita itu tersenyum lebar sembari berjalan mendekat.
"Baru bangun, sayang?" Caslo mengangguk sebagai jawaban. Masih penasaran dengan sosok bayi yang ia lihat tadi, akhirnya Caslo nekat untuk bertanya.
"Dia itu, anak Mommy ya?" Tanyanya pelan. Tidak ingin membuat Clarissa tersinggung. Namun senyuman cerah itu semakin melebar, membuat Caslo heran dibuatnya.
Melihat anggukan dari Clarissa membuat Caslo membulatkan bibir. Seperti dugaannya jika itu adalah anak Clarissa dan Dimitri. Meskipun Caslo merasa wajah anak itu sangat tidak asing. Ia seperti pernah melihatnya.
"Bayi itu kamu, anak dari Mommy dan Daddy. Terlihat tidak asing bukan?"ujaran Clarissa itu membuat Caslo terdiam di tempatnya.
Tidak tahu ingin merespon apa, Caslo langsung beranjak dari tempat tidur. Mengikuti perintah Clarissa saat menyuruhnya mandi, sedangkan wanita itu akan menyiapkan pakaian. Bukan sekali dua kali Clarissa menyiapkan pakaiannya. Padahal Caslo sudah menolak dengan halus, tapi wanita itu benar-benar keras kepala.
Setelah selesai mandi dengan menumpang di kamar Clarissa dan Dimitri, Caslo mengikuti langkah Clarissa menuju lantai dasar. Sudah berhari-hari Caslo tinggal di rumah besar keluarga Cravis, tetapi masih belum ingat seluk-beluk rumah ini. Hingga terkadang Caslo sering tersesat mencari lift.
Tabung besi itu bergerak turun, hingga akhirnya pintu besi mulai terbuka. Langkah Caslo di bawa bergerak dengan santai, tidak lagi terganggu akan rasa sakit di mulutnya. Sesekali bertanya pada Clarissa berapa harga yang harus Caslo bayar jika ingin membeli rumah besar itu. Namun Clarissa selalu mengatakan bahwa rumah itu sudah menjadi milik Caslo.
"Adek!" Pekikan seseorang itu membuat langkah Caslo terhenti. Masalahnya, suara itu terdengar amat familiar. Namun jika memikirkan kembali tidak mungkin pemilik suara itu ada di sini.
"Adek! Ini Abang!" Namun saat kalimat itu sampai di telinganya. Caslo langsung membalikkan tubuh, menatap keberadaan dua orang yang amat ia rindukan. Itu adalah Aris dan Andi dengan ransel besar di punggungnya.
"BRODER!" Caslo berteriak nyaring bersamaan dengan langkah kakinya yang di bawa berlari. Hingga tubuh itu melayang di gendongan seseorang.
Caslo benar-benar tidak menyangka akan melihat Aris dan Andi lagi. Caslo kira akan banyak ujian yang harus ia lewati untuk menemui keduanya. Namun saat ini, yang ia pikirkan tidak lah seburuk itu. Karena nyatanya ia dapat kembali bertemu Andi dan Aris lagi.
"Mit broder!"
______
Siapa tuh yang Dateng?
Sesuai keinginan kalian ya.
![](https://img.wattpad.com/cover/281912544-288-k411171.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Eye
ActionArcaslo, pemuda yang tidak sengaja menonton live pembantaian keluarga seorang model Barcelona harus merasakan takutnya menjadi saksi, sekaligus incaran selanjutnya. Sebuah rahasia yang hanya ia dan keluarga tirinya yang tahu. Saat tepat di mana ia m...