23. Gara-gara anak kodok.

6.9K 998 90
                                    

Kesal itu masih melanda hati Caslo, setelah di tertawakan satu keluarga. Caslo memilih mendobrak pintu ruang kerja tuan Cravis saja. Saat baru menginjakkan kaki, ia di perlihatkan oleh kehadiran sang opa yang tengah memegangi dadanya. Caslo mendekat.

"Opa, mau struk ya? Atau yang serangan jantung kata di sinteron azab itu? Kalo mati jangan lupa aku di kasih warisannya ya?" ujarnya polos membuat tuan Cravis speechless.

Ingin mengamuk, tapi tuan Cravis takut cucunya itu merajuk. Tahu sendiri Caslo kalau tidak sesuai dengan keinginan nya akan ngambek. Menghela napas panjang, tuan Cravis berdoa semoga tuhan berkenan memberikan ia sumbangan kesabaran. Padahal ia hanya kaget karena Caslo yang membuka pintu dengan tidak santai nya.

"Lain kali jangan berucap seperti itu ya? Kalau opa benar-benar meninggal, warisan buat Caslo akan opa sebar di jembatan Ampera. Mau?" tanyanya pelan membuat Caslo menggeleng dengan cepat.

"Jangan mati dulu opa, harta opa masih sedikit. Gak cukup kalo di bagi orang banyak nanti," ujarnya sembari mendekat untuk memeluk sang opa. Tangannya di gunakan untuk mengusap punggung tua tersebut.

"Kalo harta opa udah banyak, mati gak papa," lanjutnya lagi membuat elusan tangan tua di punggung sang cucu terhenti. Menghembuskan napas kasar, dalam hati terus berucap kata sabar.

"Apa yang membuatmu kemari?" tanya tuan Cravis sembari menjauhkan sang cucu dari pelukan nya. Hingga kini manik merah nya bisa melihat wajah bersungut-sungut sang cucu.

"Enggak ada kok, aku kan cuman kangen opa aja," jawabnya sembari kembali memeluk sang opa. Tuan Cravis mengulas senyum tipis, merasa bahagia dengan ucapan sang cucu. Di angkat nya Caslo untuk duduk di pangkuan.

"Pilem masya en jeber itu bagus ya opa? Manusia temenan sama beruang. Ah, jadi pengen melihara anak kodok, pasti lucu," ujar Caslo lagi membuat senyum di wajah tuan Cravis pudar begitu saja.

Mengapa tuan Cravis bisa terbuai dengan kata-kata sang cucu. Caslo berkata lembut tanpa tujuan itu adalah hal yang mustahil. Lihat, sekarang anak itu tengah meminta sesuau yang unik dengan cara nya.

"Sedih nya aku, gak bisa melihara anak kodok. Kalo nanti melihara itu pasti langsung di usir Dimitri. Hiks emang kayaknya nasip aku tuh gak pernah bagus," isaknya pelan.

Tuan Cravis hanya diam dengan wajah datar nya. Manik tuanya menatap tepat ke ambang pintu, tepat pada Alka dan Ars yang hendak masuk namun harus terhenti karena drama yang tengah berlangsung. Caslo tidak menyadari kehadiran kedua nya.

"Opa, kalo opa mau beliin aku anak kodok nanti opa aku kasih goceng. Mau gak? Lumayan lho goceng, bisa beli permen kaki banyak, bisa di bagiin satu kampung malah. Gimana?" ujarnya mencoba bernegosiasi. Tuan Cravis berpikir sejenak sebelum menggeleng.

"Opa akan turuti kemauan mu, asal kamu harus menuruti kemauan opa. Bagaimana?" ujarnya. Tuan Cravis mencoba mencari kesempatan di dalam kesempitan. Kening Caslo tampak bertaut.

"Emang nya opa mau aku gimana?" tanyanya. Sebelum membuat kesepakatan, Caslo harus tau apakah hal ini menguntungkan atau tidak.

"Tidak susah, opa tidak menyuruh mu membayar dengan uang. Karena opa tahu kamu tidak memiliki uang. Tidak juga dengan tenaga, tubuh cungkring mu itu tidak akan bisa menggeser apa-apa. Opa hanya menyuruhmu untuk meminum vitamin, tidak sulit kan?" ujarnya membuat wajah Caslo sejenak masam.

"Opa mau ngasih syarat apa mau ngehina aku sih? Opa ngatain aku cungkring? Udah gak mau lagi punya cucu kaya aku? Aku gak di akuin lagi?" tanyanya berderet membuat tuan Cravis gelagapan di tepat.

Dengan segera menggelengkan kepala, bisa gawat kalau Caslo juga merajuk padanya. Alka dan Ars mulai masuk dengan tawa tertahan, kini memilih duduk di sofa pojok yang di belakangi Caslo, jadi anak itu masih tidak tahu presensi kedua sepupunya.

"Maaf-maaf, opa sulit mengendalikan diri jika soal fakta. Jadi bagaimana, kamu menerima nya?" tanya tuan Cravis membuat Caslo terdiam sejenak.

Calso merasa ada yang janggal dari kalimat pertama sang opa, tapi ia hiraukan saja. Tidak penting memikirkan perkataan orang yang sebentar lagi mati. Ia mengangguk saja sebagai tanda persetujuan.

"Good!" sela seseorang dari arah belakang itu membuat Caslo menoleh. Matanya mendelik, baru tahu jika di ruangan ini bukan ia dan sang opa saja. Tetapi juga ada Alka dan Ars yang duduk bersidekap di sofa pojok.

"Ngapa liat-liat hah? Mau ngajak gelud? Gak santai banget ngeliat nya, wah nantangin nih bocah," sungut Caslo pada Alka yang sedari tadi menatap nya intens. Ia menunjukan otot di lengannya yang langsung di sambut tawa remeh Alka.

Caslo mendelik tidak terima, otot gagahnya di tertawakan. Ini arti nya Alka memang ingin menantang nya, tidak bisa di biarkan. Harga diri Caslo sebagai lelaki di pertaruhkan kini. Ia bangkit dengan gaya angkuh dari pangkuan tuan Cravis.

Berjalan dengan sombong mendekati Alka, hingga tepat di depan pemuda dewasa itu, Caslo bersidekap dada dengan tatapan remeh. Namun hanya di balas dengusan geli Alka, Caslo semakin tertantang.

"Beneran ngajak gelud ya? Pikirin lagi deh, kasian kalo sampe kalah," ujarnya dengan sok memberi toleransi.

Sudut bibir Alka terangkat samar, apa-apaan bocah kecil di depan nya ini. Kini Alka memberikan kode agar Caslo mendekat dengan jari telunjuknya. Membuat wajah Caslo semakin berang di buat nya. Tuan Cravis dan Ars hanya diam menonton.

"Wah beneran nantangin nih bocah," ujar Caslo berlagak seperti preman pasar yang menggulung kedua lengan bajunya hingga atas. Lalu tidak lama, tubuh kecil itu menerjang yang lebih besar.

"HIYAA!"

Srak

Alka yang telah bangkit kini di buat geli saat melihat sang adik yang tidak berhasil memukul nya akibat kepalanya yang ia tahan. Banteng kecil itu terlalu sombong sampai tidak tahu kalau tubuh kecilnya sangat jauh dengan tubuh besar Alka.

Satu menit berlalu, Caslo masih berusaha memukul Alka yang malah jatuh nya seperti memukul udara. Alka yang kasihan memilih melepaskan tangannya hingga kini akhir nya Caslo bisa menerjang Alka sampai jatuh ke sofa.

Alka melipat tangannya di depan dada, membiarkan Caslo memukul sekuat tenaga perutnya. Bagi Alka itu tidak ada sakit nya. Hingga tidak lama Caslo berhenti dengan napas terengah.

Dengan mata berkaca nya capai berbalik menatap sang opa, masih dengan posisi duduk di paha Alka. Ia sudah mengeluarkan seluruh tenaga, tapi Alka sama sekali tidak memberi reaksi kesakitan. Milo merasa di permalukan.

"Hiks Opa ..." Isaknya membuat tuan Cravis mendekat. Pria tua itu meraih tubuh sang cucu.

"Rasakan, malu sendiri kan? Siapa suruh melawan Alka," jawab tuan Cravis membuat tangis Caslo semakin deras. Menggeleng pelan, tuan Cravis memilih membawa sang cucu ke ruang keluarga. Tempat di mana ia menaruh sesuatu.

"Sudah jangan menangis, lebih baik minum vitamin nya dan opa akan segera memberikan mu anak katak,"

"Nggak mau hiks anak katak, mau nya anak kodok hiks ..."











_____

Hai,

Jangan lupa voment ^^

Golden EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang