part 17

0 1 0
                                    

     Jam istirahat kebiasaan Vera dan teman temannya kekantin untuk mengisi cacing cacing diperutnya yang sedari tadi telah bergejolak.
    
“Ver lho dipanggil seseorang di perpustakaaa katanya penting tuh” sebelum bertanya siapa seseorang itu anak itu malah keburu pergi.
    
“Siapa sih Ver ganggu ajha tuh orang,” ucap Mely
    
“Yaudah kalian ke kantin ajha dulu nanti gue nyusul tau ajha ini penting” Indah mengangguk ngangguk mengerti lain dengan Mely yang masih menatap Vera dengan curiga.

“Yaudah kalau gitu kita duluan Ver” Indah langsung menarik tangan Mely karna dia sangat mengerti dengan tatapan Mely begitupun juga dengan Vera.

Vera langsung menuju perpustakaan tapi sampai disana suasana malah sangat sepi Vera mencoba memberanikan diri masuk meskipun sedikit takut, tapi tiba tiba.......
    
“Aaaaaaaaa”teriaknya karna tiba tiba saja seseorang menariknya.
    
“Ver ini gue Alvaro buka dong mata lho” tapi Vera masih belum juga membuka matanya, Alvaro sudah khawatir karna wajah Vera yang pucat dan keringat yang bercucuran.
    
“Ver buka dong mata lho, gue Alvaro gak usah takut,” ucapnya lembut. Vera mencoba membuka matanya perlahan dan semoga seseorang itu benar benar Alvaro bukan orang yang berniat jahat.
    
“Alvaro! Gue takut tau gak lucu,” ucap Vera kesel
    
“Ya maaf gue cuman iseng ajha eh lho malah takut beneran tapi.....” Alvaro sengaja menggantungkan perkataannya membuat Vera kembali takut melihat kekiri kanan takut tiba tiba ada hal aneh.
    
“Apa?” ucapnya mendelik. “Itu Ver...” belum selesai meneruskan kata katanya Vera sudah keburu memeluknya, Alvaro tersenyum senang ternyata dibalik sikap bijaknya ternyata dia sangat penakut.
    
“Betah amat sih anget ya kalau ada dalam pelukan gue?” spontan Vera langsung melepaskan pelukannya. Vera benar benar tidak sadar kalau dirinya sedang dikerjain oleh Alvaro.
    
“Lho modus ya?” tutur Vera dengan menunjuk nunjuk Alvaro
    
“Bukan modus Vera tapi lho nya ajha yang penakut”
    
“Pe pena..kut enggak kok gue gak penakut, tadi itu cuma reflek iya reflek” elak Vera. Gengsi Vera memang besar tidak bisa yang mengalahkan gengsi seorang Vera.
    
“Idih gak mau ngaku, ternyata gengsi lho itu tinggi juga ya bukan Cuma soal perasaan soal ginian juga lho masih gengsi untuk ngakuin” Vera yang merasa tersindir langsung mengambil topik pembicaraan dia paling tidak bisa kalau dipermaluin.
    
“Apaan sih Al sebenarnya lho mau apa sih manggil manggil gue kesini segala, kalau mau bicara keluar ajha deh gak usah disini gelap lagi” tanpa menunggu balasan dari Alvaro, Vera langsung menarik tangan Alvaro keluar. Sesampainya keluar Vera langsung melepaskan tangan Alvaro.
    
“Ternyata selain gengsi lho juga agresif ya Ver apa apa maunya duluan contohnya seperti tadi tiba tiba meluk dan tiba tiba narik tangan gue” Vera gelagapan mendengar ucapan Alvaro.
    
“Mmmm nggak gitu juga kalik lho sebenarnya mau apa sih” tanya Vera to the point.
    
“Tuh kan benar lho agresif tapi gue suka sih cewek yang agresif idaman banget dah” Vera benar benar dibuat kesel mungkin ini karma bagi Vera karna gara gara tadi menertawakan ibu Susi.

“Alvaro kalau lho masih mau bercanda gue lebih baik ke kantin capek ngeladenin lho” Vera langsung pergi tapi langkahnya terhenti karna mendengar suara Alvaro yang berbeda.
    
“Ver aadduhh” ringis Alvaro saat menoleh pada seseorang yang berani beraninya menjewer telinga seorang Alvaro, dan Vera juga ikutan menoleh.
    
“Pak Roby? Eh saya kira siapa pak,” ucapnya cengengesan. Sedangkan Vera menahan tawanya melihat wajah Alvaro yang menurutnya sangat lucu.
    
“Ikut keruangan saya sekarang” kata pak Roby bukan hanya sekedar perintah tapi penegasan. Alvaro hanya mengikutinya dari belakang tak lupa juga Vera mengikutinya tanpa sepengetahuan Alvaro. Pak Roby langsung to the point bukan pak Roby namanya kalau masih bertele tele.
    
“Kapan tidak ada guru yang melaporkan kamu Alvaro sepertinya setiap hari kamu terus yang menjadi catatan setiap guru, saya saja menjadi guru Bk bosan setiap hari kamu yang menjadi pembahasan di ruang rapat. Kamu itu masih baru tapi selalu berbuat ulah”
    
“Bapak gimana sih ulah itu tidak bisa dibuat pak yang bisa dibuat itu donat, kue, rot...” pak Roby langsung memotong pembicaraan Alvaro. Pak  Roby benar benar dibuat geram oleh Alvaro.
    
“Alvaro diam saya tahu kamu anaknya Hermansyah kan?” Alvaro mengernyitkan dahinya heran.
    
“Minggu lalu saya bertemu dengan Herman dia bercerita tentang kamu tapi ternyata apa yang diceritakannya sangat jauh berbeda dengan kelakuan kamu disekolah. Dan kalau bukan karna Herman nyuruh menjaga kamu saya tidak akan menjadi seperti ini pada kamu” seketika Alvaro menjadi lemas mendengar kata papa,

     semenjak kejadian itu Herman tak lagi menemuinya hanya mengabari lewat handpone.
    
“Dari mana bapak tahu papa saya?”
    
“Papa kamu itu sahabat saya dan saya kenal kamu saat masih kecil saya tahu sifat kamu dan saya rasa ini bukan sifat kamu, Herman sangat menyayangi kamu Alvaro dan saya harap jangan kamu kecewakan papa kamu” selesai mengucapkannya pak Roby langsung pergi keluar Vera segera mengintip jangan sampai dia kepergok oleh pak Roby.

Alvaro masih tetap mematung, setiap ucapan pak Roby begitu terngiang ngiang ditelinganya.
    
“Awww..”

Alvaro menoleh kebelakang melihat Vera yang sedang meringis sambil memegang dahinya.
    
“Vera? Lho ngapain disini?” Vera merutuki kebodohannya padahal dari tadi dia mencoba sembunyi tapi ujung ujungnya kepergok juga sama Alvaro.
    
“Mmmm itu gue penasaran ajha karna lho dipanggil pak roby, bicara apaan sih?” tanya Vera mencoba menghilangkan kegugupannya.
    
“Mmmm udahlah gak penting kayaknya udah mau masuk nih Ver” tapi tidak dengan wajah Alvaro bagi Vera Alvaro tidak pintar menyembunyikan sesuatu darinya.
             *@*

ALVERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang