part 23

0 0 0
                                    

📚Selamat membaca📖

Karena sifat ego dan hasratnya membuat Lastri lupa dengan kewajibannya sebagai seorang ibu. Ya Lastri adalah mama Alvaro yang sama sekali tidak pernah mau peduli dengan anaknya tapi itu bukan keinginannya, Lastri hanya marah pada Alvaro yang selalu saja berpihak pada ayahnya bahkan dimata Alvaro bagi lastri selalu ayahnya yang benar. Padahal itu semuanya hanya kesalahpahaman.
     “Sayang kamu kenapa kok bengong? Lagi mikirin apa sih?”
     “Oh nggak kok mas aku cuman takut ajha semua ini terbongkar” elaknya. Entah kenapa Lastri tiba-tiba memberi alasan seperti itu padahal itu diluar pikirannya, tapi Lastri lagi-lagi sangat merasa bersalah karena telah menghianati adik iparnya. Dia tahu apa yang dilakukannya ini salah.
     “Kamu tidak usah khawatir sayang, dia itu lemah dan sangat penurut lagian aku itu cintanya sama kamu bukan dia” Heri membelai pipi Lastri dan mendekatkan wajahnya tapi Lastri langsung menjauhkan wajahnya karena mereka sekarang sedang direstoran yang berarti banyak orang. Padahal dulu Lastri tak pernah memandang tempat saat bermesraan dengan pasangannya serasa ada dorongan untuk menghentikan semuanya ini.
     “Jangan disini mas lebih baik kita kembali keapartemen ajha” Lastri hanya mencoba menghindar saja dan tak ingin membuat Heri berpikiran yang bukan-bukan.
     “Ok sayang ternyata pikiran kita satu jalur, lagian ini udah malem saatnya kita istirahat malam,” ujarnya genit sambil mengedipkan sebelah matanya serasa menggoda. Lastri hanya tersenyum lebih tepatnya tersenyum terpaksa karena kali ini dia sangat merasa berbeda dengan sendirinya. Godaan Heri yang biasanya menbuatnya senang kali ini malah terdengar risih.
     Lain dengan Vera yang sedari tadi tidak bisa tidur matanya sangat sulit dipejamkan padahal jam sudah menunjukkan 21:25 Vera kembali terduduk dan menuju jendela kamarnya melihatnya indahnya langit dimalam hari. Vera menoleh saat handpone nya bergetar.

Vera paling tidak bisa mendengar ataupun melihat Alvaro sedih entahlah atau mungkin karena memang Vera sudah terbiasa bersama. Tapi Vera kali ini bukan dikossan nya yang gampang keluar tapi dia sedang dirumahnya yang sangat dijaga ketat oleh mamanya ya meskipun mamanya sedikit tidak overprotektif tapi kali ini malam sangat tidak wajar bagi seorang perempuan keluar malam-malam. Vera lansung mengambil hoodie nya dengan dipadukan celna jins dan tas selempang tak lupa handpone nya dimasukkan kedalam tasnya. Vera hanya mengikuti apa kata hatinya.
     “Vera kamu mau kemana sayang malam-malam? ini sudah hampir jam 22:00 lho sayang” Vera tersenyum kikuk bingung ingin memberi alasan apa pada mamanya.
     “Mmm ma, pa Vera pamit mau keluar sebentar temen Vera katanya butuh bantuan, gak lama kok Vera janji deh” pertama kalinya Vera harus berbohong pada ke2 orang tuanya dan ini hanya karena Alvaro. Sepenting itukah Alvaro bagi Vera sampai-sampai rela berbohong pada ke2 orang tuanya? Entahlah biar waktu yang menjawab. Vera hanya mengikuti kata hatinya.
     “Ya nggak papa sayang tapi ingat jangan malam-malam?” dan kali ini papanya yang menjawab. Tapi Vera masih dibuat curiga dengan senyuman papanya yang sangat tidak biasa.
     “Kamu sama Mely dan Indah kan sayang?” Vera menggeleng gelengkan kepalanya.
     “Lah kalau bukan sama mereka kamu sendiri gitu? Emang siapa sih temen kamu itu butuh bantuan banget memangnya”
     “Aku mohon ma Vera janji gak bakal larut malam kok, Cuma sebentar ajha”
     “Udahlah mama tenang ajha Vera sekarang sudah besar dia pasti bisa jaga diri, dia kan udah janji tidak akan pulang malem-malem” papanya langsung menyuruh Vera segera berangkat biar tidak kemaleman, Vera langsung menyalami ke2 orang tuanya sedangkan mamanya tak kunjung berhenti bertanya. Tapi melihat sorot mata papanya yang seperti berkata “Semuanya akan baik-baik saja” Vera langsung pergi menuju tempat biasa yang tak lain taman yang selalu menjadi tempat curahan mereka dengan diantar sopir pribadi keluarga Vera.
     Sesampainya ditaman ditempat yang biasanya mereka duduk ternyata tidak ada Alvaro. Apa mungkin Alvaro sudah pergi karena kelamaan menunggu Vera yang tak kunjung datang? Tapi Vera masih tetap mencari keberadaan Alvaro namun tak kunjung ketemu, Vera memilih pulang saja lagian mereka juga satu sekolah lebih baik menanyakannya besok saja, tapi saat ingin meninggalkan taman Tangan Vera ditarik seseorang sedikit kencang membuat Vera tertubruk pada dada bidang seseorang yang keras, Vera menoleh keatas karena seseorang itu lebih tinggi darinya bayangkan saja kepala Vera saja sejajar dengan dadanya.
     “Alvaro?” spontan Vera langsung menjauhkan tubuhnya dari Alvaro. Rasanya jantung Vera kembali tidak normal kalau sedang berdekatan dengan Alvaro apalagi berada dekat seperti tadi rasanya jantungnya ingin meledak.
     “Kenapa sih Ver mukanya gitu amat kayak orang jijik ajha” Vera menghiraukan ucapan Alvaro dan duduk ditempat yang ada ditaman Alvaro juga ikutan duduk disamping Vera.
     “Gak usah alay deh, gue itu cari lho dari tadi tapi tiba-tiba ajha muncul dibelakang, pakek narik-narik segala lagi” sewot Vera. “Ya maf Ver gue kan Cuma iseng, habis gak enak sih gak ngisengin lho sehari ajha” Vera menghela nafas gusar. Memang gak heran sih sifat Alvaro memang sulit ditebak.
     “Emang lho kenapa sih Al? Sampek nyuruh gue kesini segala”
     “Cieee khawatir ya” Vera menatap kesal melihat Alvaro yang tak pernah bisa di ajak serius.
     “Alvaro gue serius jangan bercanda terus dong, gue gak punya banyak waktu karena gue udah janji sama mama dan papa bakal sebentar ajha”
     “Kok Cuma sebentar sih Ver gue kan masih rindu sama lho” bukannya Vera tidak suka digombal dimana-mana perempuan pasti sangat suka digombal, tapi Vera tahu Alvaro hoby nya memang ngegombal pada siapapun. Vera hanya sekedar menjaga hatinya dari cowok seperti Alvaro, tapi jujur Vera paling tidak bisa mendengar gombalan Alvaro apalagi disaat keadaan berdua seperti sekarang membuat Vera jadi salah tingkah.
     “Kumat deh penyakitnya, ayolah Al serius,” ujar Vera memohon. Padahal Alvaro sangat suka dengan raut wajah Vera yang sedang kesal karena menurutnya saat kesal wajah Vera semakin menggemaskan.
     “Sebahagia-bahagianya gue lho gak akan pernah tahu rasa sakit yang gue rasakan Ver” Vera langsung menoleh mendengar suara Alvaro yang sangat menyedihkan.
     “Kan gue udah pernah bilang sama lho Al, kalau butuh teman curhat cerita ma gue kalau emang lho nganggep gue sahabat” Alvaro tersenyum miris mendengar jawaban Vera. “Lho bukan hanya gue anggap sahabat ataupun pacar pura-pura tapi wanita yang sangat berarti dalam hidup gue setelah mama” batin Alvaro dalam hatinya.
     “Lho gak apa-apa kan Al?” tangan Vera dilambai-lambaikan nya didepan wajah Alvaro yang sedari tadi termenung. Alvaro langsung tersadar dari lamuannya.
     “Gue pusing Ver” Vera langsung menyentuh dahi Alvaro yang membuat Alvaro tercengang bahkan diluar bayangan Alvaro tapi lama-lama tersenyum.
     “Nggak panas kok malah dingin,” ucap Vera polos yang membuat Alvaro gemas.
     “Gue bukan sakit kepala Ver tapi sakit pikiran”
     “Hah?”
     “Gue bingung untuk bilang sama seseorang Ver kalau gue benar-benar cinta sama dia, dia selalu nganggep gombalan gue lelucon padahal gue serius, emang sih gue terkenal cowok gombal tapi gue gak pernah sekalut ini karena cewek” Vera sangat dibuat terdiam dengan segala ucapan Alvaro. Vera bukannya sok percaya diri tapi apa yang diucapkan Alvaro sangat dialaminya tapi disisi lain Vera merasa cewek yang dimaksud Alvaro itu orang lain.
     “Ah.. pusing gue” Alvaro menoleh melihat Vera yang mengeleng-gelengkan kepalanya.
     “Lho kenapa sih Ver kayak orang setres ajah lho”
     “Iya gue setres karena lho hmmpp” Vera segera membungkam mulutnya yang tidak bisa dikompromi. Alvaro menatap Vera sambil senyum-senyum yang ditatap malah merinding sendiri apalagi wajah Alvaro sangat begitu dekat dengan wajah Vera bahkan wangi tubuh Alvaro yang berbau mint sangat terasa dipenciuman Vera. Dan sekarang wangi tubuh Alvaro menjadi kesukaan Vera.
     “Lho berharap banget ya dicium gue Ver” spontan Vera langsung membuka matanya dan melihat Alvaro yang sudah menjauh dan tersenyum-senyum sendiri. Vera benar-benar sangat malu rasanya dia tidak punya muka untuk melihat Alvaro.
     Ditempat lain mama Vera sedari tadi tidak bisa tenang karena anaknya belum juga datang. “Mama duduk dulu dong Vera itu udah besar dia bakal bisa jaga diri”
     “Papa gimana mama gak khawatir coba telfon mama dari tadi tidak kunjung diangkat, kalau nanti Vera kenapa-napa gimana?” papanya menghela pasrah melihat mamanya yang overprotektif ternyata sifatnya masih tetap sama.
     “Mending mama telvon Indah ataupun Mely deh mungkin Vera sedang sama mereka” mamanya manggut-manggut mengerti dari saking paniknya dia sampai tidak kepikiran pada sahabatnya Vera itu. Tapi Mely malah tidak bisa dihubungi semakin membuat mamanya khawatir, tapi mamanya langsung menghubungi Indah. “Halo tante ada apa?” mama Vera tersenyum senang karena Indah bisa dihubungi.
     “Vera sama kamu kan Dah? Soalnya Vera tadi pamit keluar tapi mama tefon-telfon malah gak diangkat” Indah untung dapat bisa dikompromi dan dia tidak mungkin menjerumuskan sahabatnya sendiri.
     “Iya tante Vera sedang sama saya kita udah mau pulang kok” dengan terpaksa Indah harus berbohong pada nyokap Vera dan ini juga demi kebaikan Vera. Indah segera menelfon Vera.
     “Ver lho lagi dimana sih? Nyokap lho tadi nelfon gue nanyain lho dan kenapa telfon nyokap lho gak diangkat”
     “Mmm sorry Dah gue lagi sama Alvaro, apa? Gue benar-benar gak tau kalau mama nelfon gue, yaudah deh gue bakal pulang”
     “Iya Ver gue udah paham kalik sama lho yaudah gue tutup dulu” Bukan Cuma kali ini Indah ikut dilibatkan dalam hubungan Vera dan Alvaro.
     “Al gue harus pulang mama nyuruh gue pulang lagian sekarang udah malem” Alvaro segera menahan tangan Vera yang ingin pergi dan terpaksa Vera kembali duduk.
     “Apa lagi Al?” Alvaro sangat tertegun dengan suara lembut Vera. Sebenarnya bukan hanya Alvaro yang sifatnya sulit ditebak tapi Vera juga sangat sulit ditebak kadang lembut, bijak, cerewet dan lugu.
     “Makasih untuk malam ini karena udah nemenin gue” Alvaro kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Vera membuat Vera panas dingin.
     “Gue butuh lho Ver karena hanya lho yang gue punya sekarang, bahkan bagi gue lho wanita terpenting dalam hidup gue setelah mama” tubuh Vera rasanya lemas bukannya karena alay tapi ucapan Alvaro membuat tubuh Vera membeku.
     “Katanya mau pulang Ver? Atau mau gue yang anterin?” Vera tercengang melihat wajah Alvaro yang sudah menjauh darinya.
     “Iya ini gue mau pulang”
*@*

ALVERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang