part 46

1 0 0
                                    

📚Selamat membaca

    
“Hai boleh duduk disini gak?” Vera dan Indah hanya saling pandang melihat Mely fokus dengan makanannya tidak mengubris pertanyaan Alvaro, Indah menyenggol lengan Mely hingga dia tersadar bahwa orang selain dirinya.
   
“Ha?” tanya Mely spontan.
    
“Boleh makan bareng gak?” ulang Alvaro.
    
“Duduk aja deh ngapain izin-izin segala,” ujar Mely.

Alvaro langsung duduk disamping Vera begitupun juga dengan Devan yang duduk disamping Indah.
    
“Ekhem sepertinya ada yang lagi damai nih” celetuk Devan.
    
“Apa lho mau gue usir dari sini lho? Untung pacar Indah” Indah dan Vera membulatkan matanya, sejak kapan Mely mengetahui hubungannya dengan Devan padahal Indah belum cerita apa-apa tentang hubungannya pada Mely.
    
“Lho tahu Mel? Tahu dari siapa?” Mely hanya tersenyum acuh dan kembali melanjutkan makanannya yang tertunda.
    
“Sejak lho bilang hanya sebatas sahabat sama Devan? Mana ada Indah cowok dan cewek sahabatan? Apalagi juga, kelihatan kalik”
    
“Lho gak marah?” tanya Indah dan Vera bersamaan.
    
“Ya kalik gue marah, itu tergantung kalian gue gak mau larang-larang lagi cukup dulu sifat gue gak baik, sekarang terserah kalian asal sama cowok yang bener”
    
“Gue jadi terharu Mel pengen meluk deh,” ucap Indah di manis-manisin.

Para cowok Cuma bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah para cewek yang alaynya minta ampun.
    
“Peluk dari jarak jauh aja kita sekarang lagi terhalang benteng” mereka tertawa mendengar perkataan Mely terkecuali Devan dan Alvaro.
    
“Ini baru damai lho, mau ngibar perang lagi lho Mel?”
    
“Salah ngomong Van maksudnya tebing biasalah manusia tidak luput dari lupa”
    
“Dosa...” ucap mereka bersamaan dan berujung bercandaan. Padahal antara Mely, Alvaro dan teman-temanya adalah musuh bebuyutan tapi sekarang seakan menjadi sahabat baik. Menilai seseorang memang tidak cukup melihat dari backgroundnya saja karena semua yang tertampak tidak mungkin baik ataupun buruk. Kenali sebelum menilai.
 

   Usai sekolah Indah pulang bersama Devan dan Vera bersama Alvaro itupun sekarang sudah menjadi kebiasaan baru mereka lain dengan Aldo yang pulang sendiri dan Mely juga pulang sendiri berhubung Mely sekarang sudah tidak nge kos lagi melainkan tinggal bersama pamannya.

Vera tidak langsung pulang melainkan masih mampir kerumah Alvaro untuk menemui nyokapnya, Vera sedikit tenang karena Alvaro sudah menceritakan perihal hubungannya dengan nyokapnya yang sudah membaik.
 

   Lastri menatap pantulan dirinya sendiri dicermin tubuhnya sudah tidak sebugar dulu apalagi mengingat ucapan dokter kemarin waktu Lastri menanyakan apa yang dideritanya karena tubuhnya yang akhir-akhir ini semakin menurun.

“Ibu mengidap kanker otak stadium akhir wajar jika belakangan ini ibu sering mengalami sakit kepala dan tubuh terasa lemas karena gejala salah satunya”

perkataan dokter kemarin masih Terngiang-ngiang, mungkin ini yang dinamakan karma karen selama ini telah membiarkan anak semata wayangnya.
    
“Aduh nyonya kenapa?” bibik langsung membantu Lastri yang sempoyongan, semakin memikirkan hal itu membuat tubuhnya semakin drop.
    
“Tolong anterin saya ke kamar bik, jangan bilang-bilang sama Alvaro ya?” bibik langsung memapah Lastri ke kamarnya.

“Nyonya kalau butuh apa-apa panggil saya aja, yaudah kalau gitu saya pamit kebelakang dulu” serasa melihat respon Lastri yang ahanya mengangguk bibik langsung pergi mungkin majikannya benar sedang butuh istirahat.
    
“Mama...” Alvaro menghampiri nyokapnya yang sedang terbaring lemas di kasurnya padahal tadi pagi sebelum berangkat sekolah nyokapnya masih baik-baik saja.
    
“Mama kenapa sakit? Aku antar kerumah sakit aja ya?” tawar Alvaro. Lastri tersenyum menatap anak semata wayangnya itu mencoba menutupi semuanya dari Alvaro, cukup kemarin saja dia menyusahkan anaknya sekarang tidak boleh biar Lastri yang menanggungnya sendiri.
    
“Mama gak apa-apa Alvaro kamu gak usah khawatir, ini siapa tumbenan kamu bawa teman cewek” Lastri menoleh pada Vera yang duduk di dekat Alvaro, Vera berpindah duduk di dekat Lastri sambil menyalami tangannya.
    
“Aku Vera tante teman Alvaro”
     “Pacar ma diralat bukan teman” celetuk Alvaro. Sumpah Vera sangat malu dengan ucapan Alvaro yang terang-terangan.
    
“Tidak usah malu-malu sayang Alvaro memang sedikit nyebelin kamu harus kuat-kuat ya pacaran sama dia”
    
“Ish mama nggak ya?” Vera cekikikan melihat drama ibu dan anak ini lain dengan dirinya yang tidak pernah mendapatkan sifat manis dari mamanya.
    
“Tapi mama beneran gak apa-apa kan? Mama kayaknya lemas banget deh”
    
“Gak apa-apa Alvaro biasalah namanya sudah tua, mama Cuma mau bilang sama kamu jangan pernah mainin perempuan apalagi Vera ini menantu kesayangan mama” Lastri membelai pipi Vera, Vera tersenyum kikuk mendapat sambutan baik dari nyokap Alvaro.
    
“Ya ampun ma gak mungkin lah, mana ada Alvaro nyakitin perempuan apalagi pacar sendiri” Vera bergidik ngeri saat Alvaro mengedipkan sebelah matanya pada Vera.
    
“Kamu anak baik mama percaya sama kamu ajarin dia supaya tidak nakal”
    
“Aku rasa dari tadi mama bicara aku yang buruk-buruk deh” ujar Alvaro kesal.
    
“Tante tenang aja,” ucap Vera sambil tersenyum dengan menggenggam tangan Lastri.

“Eits ganti panggil mama aja bisa kan”
    
“Iiya ma” Alvaro merasa geli sendiri melihat perbincangan dua perempuan yang di depannya itu.
     “Ya udah kalian bincang-bincang di luar aja biar lelusa ngobrolnya, mama mau istirahat tapi gak apa-apa kan sayang sekarang mama gak bisa nemenin ngobrol dulu” Vera mengangguk paham sambil tersenyum.
     “Gak apa-apa kok ma, mama istirahat aja biar cepat sembuh”
     “Sumpah mama sekarang ngelupain anaknya sendiri” Lastri tersenyum geli melihat tingkah anaknya itu, Lastri jadi menyesal karen telah menelantarkan anaknya selama ini.
     “Gak usah baperan Alvaro, sudah sana” Lastri mengibas-ngibaskan tangannya seraya mengusir anaknya.
     “Ih mama jahat deh yaudah lah mama istirahat ya? Kalau sakit bilang ke Alvaro jangan buat aku khawatir” Alvaro menyelimuti nyokapnya dan mengajak Vera keruang tamunya.
     “Gue seperti ngerasain kasih sayang seorang mama, bahkan mama lho lebih jauh baik dari mama gue” Alvaro merapikan rambut Vera yang sedikit berantakan.
     “Gak boleh gimanapun juga dia nyokap kamu Ver” Vera terdiam bukan karena nasehat dari Alvaro tapi karena pangilannya yang berubah dari gue-lho menjadi aku-kamu.
     “Gue gak salah denger lho bilang aku-kamu” Alvaro tersenyum menatap Vera yang masih bingung karena perkataannya, Alvaro memegang bahu Vera agar menghadapnya.
     “Kita udah pacaran Ver biar ada perubahan, berarti aku serius sama kamu” Vera ikut terhanyut dengan tatapan Alvaro dari tadi tidak ada niatan untuk dengan kontak mata Alvaro, mungkin akan menjadi candu bagi mereka.
     “Ternyata kamu lebih nyebelin waktu kita pacaran settingan ya dari pada sekarang? Sumpah bikin aku gak bisa berpaling” padahal dulu Vera sangat kaku saat bicara sama Alvaro tapi sekarang dia malah sebaliknya, apa mungkin ini jati diri Vera yang sesungguhnya?.
     “Padahal dulu kamu kaku banget ya tapi sekarang malah sebaliknya sumpah ini bukan kamu banget Ver”
     “Aku kan belajar dari kamu sayang,” ucap Vera seraya menggoda. Alvaro langsung menyerbu Vera dengan menggelitiknya tanpa ampun.
     “Alvaro stop sumpah aku geli banget, aku gak tahan”
     “Biarin siapa nyuruh nyebelin” Vera beneran tidak bisa nahan geli bahkan sampai mengeluarkan air matanya tapi Alvaro masih tetap menggelitiknya, tanpa sadar Vera langsung memeluk Alvaro sampai bibir mereka saling bertubrukan, Vera mendelik pada Alvaro apalagi posisi mereka sangatlah intim dengan posisi Alvaro yang berada di atas tubuh Vera, Alvaro langsung bangun begitupun juga dengan Vera sambil merapikan rambutnya dan menenagkan jantungnya yang berjedag-jedug tak karuwan.
     “Kyaaaa Alvaroooo firs kiss aku,” ujarnya sambil memegang bibirnya, padahal tadi tidak sampai terjadi ciuman hanya saling bersentuhan tapi sekarang Vera sedikit alay.
     “Kamu sendiri kan yang narik aku tadi tapi gak apa-apa lah kan Cuma sama aku, lagian tadi gak sampek...” sebelum meneruskan kata-katanya Vera membekap mulut Alvaro.
     “Udah aku gak mau bahas itu” Alvaro cekikikan melihat wajah Vera yang sudah malu, dapat di maklumi pemalu memang termasuk sifat perempuan.
     “Ternyata manis juga lho Ver, bikin candu aja deh”
     “Alvaro...” Vera menelungkupkan kepalanya sambil merengek, Alvaro jadi tahu tingkah Vera yang berubah-ubah kadang Manja kadang juga sangat cuek, tapi semenjak kejadian di jembatan itu sifat asli Vera semakin terlihat tapi Alvaro suka meskipun sifat asli Vera itu jauh dari yang sebelumnya.
*@*

ALVERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang