Bab 1🐰

246 30 42
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Sebuah lantunan musik gitar menggema begitu syahdu di telinga, namun terdengar menyedihkan ketika Areska memainkannya.

Malam yang gelap nan sunyi, mendukung lantunan irama musik klasik yang dimainkan dengan nada lambat. Areska memandang sendu awan gelap di atas sana.

"ARESKA!"

Brak

Suara gebrakan pintu terdengar bersamaan menampilkan seorang wanita setengah baya yang masih terlihat modis itu datang dengan tatapan penuh amarah.

"Ares! Udah malem nggak usah berisik!" tukas wanita tersebut berkacak pinggang. "Mama mau istirahat. Kalau sampai suara itu kedengaran lagi, siap-siap gitar itu Mama bakar!" Kembali wanita yang menyebut dirinya mama itu bersuara. Menatap horor Areska selaku anaknya.

Areska menghela nafasnya singkat, meletakkan gitar hitamnya di samping meja belajar lantas berujar. "Maaf Ma."

Karina, selaku ibu Areska itu mendengus, lantas keluar dari kamar anaknya dengan menutup pintu itu kasar.

Areska berdecak pelan, kembali menghela nafasnya dan menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Areska benci hidupnya, berpura-pura bahagia di depan orang lain namun kenyataannya begitu menyakitkan. Semesta terlalu mempermainkan hidupnya.

Areska Rafendra, anak tunggal yang memiliki kisah hidup cukup panjang. Menjadi seorang anak broken home bukanlah hal mudah bagi Areska. Ibunya, Karina bekerja sebagai seorang model majalah itu sering bulak-balik antara rumah dan kantornya, bahkan tak pernah pulang karena kesibukan yang di milikinya.

Ayahnya Rafen, adalah seorang direktur utama di sebuah perusahaan besar. Kedua orang tua Areska sudah lama bercerai saat ia masih berusia delapan tahun. Sebelum kejadian, ibu dan ayahnya sering bertengkar hebat di rumah bahkan di depan anaknya sendiri. Ayahnya memilih pergi dari rumah meninggalkan istri dan anaknya begitu saja. Lelaki itu kini hidup bahagia bersama wanita lain yang lebih dicintainya.

Sempat terpikirkan untuk kabur dari rumah, sayangnya Areska kembali berpikir jika ia tak punya tujuan lain selain rumahnya. Areska pernah syok saat ayahnya--begitu jelas di matanya menampar sang ibu bahkan memukulinya.  Sejak saat itu ia mulai membenci sosok ayah dihidupnya.

Sejak usia sepuluh tahun, Areska telah pandai memasak, mencuci piring bahkan membereskan rumah. Hal itu inisiatif ia lakukan karena sang ibu yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya tanpa mempedulikan dirinya ataupun rumah yang berantakan.

Lagi-lagi Areska mengembuskan nafasnya, jika mengingat kembali masa kelamnya, hatinya tergores cukup dalam. Biasanya hanya gitar itu yang dapat ia mainkan pada malam hari agar semua masalah hidupnya sedikit terlupakan. Karena ibunya hari ini di rumah, Areska tak  dapat menghibur dirinya sendiri.

Cukup lama ia melamun, hingga deringan dari suara ponselnya mengalihkan atensi Areska pada ponsel yang terletak di atas nakas.

"Hallo?" sapa Areska ketika mengangkat panggilan dari teman sekelasnya, Arka.

ARESKA [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang