"Areska!"
Areska seketika berhenti melangkah, menutup matanya sekilas lantas berbalik badan. Di mana Karina, duduk di sofa ruang tengah sembari bersidekap dada. Wajahnya datar ketika mendapati Areska baru pulang.
"Dari mana kamu?" tanya Karina berjalan mendekat pada sang anak dan menatapnya dingin.
"Dari sekolah, Ma," jawab Areska dengan suaranya yang pelan.
"Bohong. Mana ada anak sekolah pulang jam enam sore kayak gini? Kamu 'kan masih kelas sebelas, nggak mungkin ada kelas tambahan," balas Karina seperti tak bisa di bohongi.
Areska menunduk, diam. Tak berani melawan sang mama. Dia sudah lelah seharian ini mendapat banyak masalah. Jangan sampai ibunya ini juga menimbulkan masalah untuknya.
Karina dengan kasar mencengkram rahang Areska agar remaja itu mendongak kembali. Matanya di buat melebar tatkala melihat kemerahan di pipinya
"Ini pipi kamu kenapa? Berantem, iya?!" murka Karina. Namun, lagi-lagi Areska tak menjawab.
"Pinter ya udah bisa berantem sekarang. Sama siapa, hah?!" Karina menghempaskan tangannya dengan kasar dari rahang Areska.
"Bukannya belajar yang bener, malah berantem. Sama siapa kamu berantem?!"
"Enggak, Ma! Aku berantem!" sela Areska mulai membuka suara.
"Terus kalau nggak berantem ini kenapa Areska! Kenapa! Nggak masuk akal kalau kamu nampar diri kamu sendiri!" hardik Karina menunjuk kasar pipi Areska yang masih terasa perih.
"Iya, Mah, iya! Aku nampar diri aku sendiri karena aku capek sama kelakuan Mama! Mama nggak pernah ngertiin kondisi aku sekali pun! Aku nampar diri aku sendiri biar aku sadar kalau selama ini Mama nggak pernah sayang sama Ares, puas!" pekik Areska menggebu-gebu.
Cowok itu sejak tadi berusaha sabar dengan sikap sang ibu, namun, baginya ini sudah keterlaluan. Setiap hari dia selalu terlihat baik-baik saja, setiap kali bertemu orang, dia selalu menceritakan yang baik-baik tentang ibunya. Kini, ia rasa itu sudah cukup. Areska mulai muak dengan kehidupannya.
Cowok itu kini mulai menaiki tangga, menuju kamarnya. Nafasnya menggebu-gebu dengan wajah memerah. Karina di buat terkejut oleh sikap anaknya.
"Areska! Kamu berani bentak Mama?! Areska! Berhenti nggak!" teriak Karina masih syok dengan perubahan Areska.
Seakan tuli, Areska tak lagi memperdulikan omongan sang ibu.
Kini cowok itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menutup mata mencoba menormalkan dirinya kembali. Areska seakan punya segalanya, tetapi tidak dengan kasih sayang kedua orangtuanya. Jika bisa memilih, Areska hanya ingin hidup sederhana dengan keluarga utuh. Dia lelah hidup seperti ini
°°°
Ting, tong!
Pagi itu bell rumah Areska berbunyi, Karina yang sudah berada di ruang tengah sembari membaca majalahnya, mendengus karena aktivitasnya terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARESKA [complete]
Подростковая литература🐰LEGANTARA HIGH SCHOOL SERIES🐰 Ketika keadaan mengharuskan untuk menangis, tak usah berpura pura tegar, karena tak semua air mata berarti lemah. Namun berbeda dengan Ares, ketika keadaan menginginkan dirinya menangis, hatinya mengatakan untuk teta...