Bab 7🐰

93 14 28
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Keringat bercucuran di dahi, Areska spontan mengelapnya dengan punggung tangan seraya satu tangannya lagi sibuk bergerak mengelap kaca jendela yang berdebu. Beberapa kali hembusan nafas lelah keluar begitu saja dari mulutnya, letih adalah hal yang ia rasakan saat ini.

Ruangan ini cukup luas, jujur Areska tak mampu mengerjakannya seorang diri. Beberapa hari ini ruangan OSIS ini tak terpakai, karena memang tidak ada acara yang di selenggarakan oleh anggotanya. Akibatnya debu-debu menempel dimana-mana. Sampah plastik bekas makanan juga berceceran dimana-mana.

Areska duduk sejenak di lantai, punggungnya ia sandarkan pada tembok dingin ruangan tersebut. Beberapa kali ia menguap karena matanya sungguh berat, ingin terpejam.

Areska tidak tidur karena bermain game, alasannya dia membersihkan rumahnya nan luas itu sendirian tanpa bantuan siapapun. Bahkan dari kamar mandi, dapur, hingga kamar orangtuanya. Ini semua karena perintah sang ibu, dia bilang beberapa wartawan dan rekan sesama modelnya akan datang pagi-pagi sekali ke rumahnya untuk pemotretan. Mau tak mau, waktu istirahat Areska ia gunakan untuk membereskan setiap sudut rumahnya.

Areska benar-benar merasa letih, ketika di sekolah kemarin, dia bermain basket sejenak sebelum pulang, ketika di rumah di suruh bekerja, dan hari ini kembali di suruh bekerja. Lengkap sudah penderitaan Areska.

Ketika matanya terpejam sesaat, sebuah ketukan pintu terdengar, sontak Areska kembali membuka matanya.

"Perlu bantuan?" ucap seseorang memasuki ruangan dengan senyum manisnya.

"Alea?" gumam Areska seraya bangkit berdiri.

Ya, gadis itu adalah Alea. Dia benar-benar nyata berdiri di hadapan Areska. Sejak di dalam kelas, Alea selalu memikirkan Areska. Gara-gara hal itu ia tak fokus belajar. Perasaan tak teganya selalu menghantui, karena hal itu ia bertekad menemui Areska di ruangan OSIS untuk membantu cowok itu.

"Kok lo ada di sini? Gue 'kan udah bilang, belajar yang bener aja di kelas. Ini semua biar gue yang kerjain, udah sana balik lagi. Kecil ini mah," ucap Areska sok-sokan. Padahal dia memang butuh bantuan.

Alea tampak mencebikkan bibirnya, entah mengapa ia tak suka Areska bicara seperti itu. Ada rasa iba dihatinya ketika melihat raut wajah Areska. Lebih tepatnya cowok itu seperti menyembunyikan sesuatu.

"Gue kesini mau bantuin lo. Dari tadi gue nggak fokus gara-gara kepikiran sama lo. Jadi, yaudah gue minta izin buat kesini."

"Cieee, mulai perhatian nih?" goda Areska. Sontak wajah lelahnya kembali songong.

Alea berdecak pelan. "Pede banget lo," balasnya seraya tertawa singkat.

"Cie, cie malu kucing. Jujur aja kali. Ya 'kan Al?"

"Lama-lama gue siram ya Res!"

Alea berancang-rancang mengambil sebuah ember di ujung ruangan dan melayangkannya pada Areska.

ARESKA [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang