🐰LEGANTARA HIGH SCHOOL SERIES🐰
Ketika keadaan mengharuskan untuk menangis, tak usah berpura pura tegar, karena tak semua air mata berarti lemah. Namun berbeda dengan Ares, ketika keadaan menginginkan dirinya menangis, hatinya mengatakan untuk teta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seberat apapun hidup seseorang, pada akhirnya pasti akan memiliki titik terang untuk keluar dari masalah tersebut. Mungkin nasib baik belum menyambut Areska. Buktinya dia belum menemukan solusi dari berbagai masalahnya.
Bekas-bekas luka yang masih menempel di wajah tampannya menciptakan ringisan kecil dari bibir laki-laki itu. Semalam dia tidak sempat membersihkan lukanya akibat beradu mulut dengan sang ibu. Kini Areska harus menahan rasa perih nan begitu dalam di wajahnya.
Sebenarnya luka di wajahnya itu tidak seberapa dibandingkan luka yang tergores di hatinya. Orang mana yang tidak nelangsa hatinya ketika memiliki sorang ibu tak pernah peduli pada kondisi anaknya. Ditambah seorang gadis dambaan hati, kini mulai membenci dirinya tanpa sebab.
Perlahan Areska melangkah menuju pintu utama, berpapasan dengan Karina yang hendak sarapan di dapur. Kedua kini saling tatap untuk beberapa saat. Kali ini Areska memperlihatkan sisi lainnya pada ibu kandungnya sendiri. Karina tampak linglung, tetapi wajah bingung itu lebih didominasi oleh kebencian.
Wanita paruh baya itu hendak mengeluarkan suara, tetapi, Areska berlalu begitu cepat keluar rumah untuk berangkat sekolah. Padahal hari masih begitu pagi, ia juga tak sempat untuk sarapan. Tak masalah baginya, karena dia terlalu malas untuk berlama-lama di rumah.
Sesampainya Areska di sekolah, ia belum menemukan murid seorang pun. Hanya penjaga sekolah yang tampak menikmati sarapannya dengan secangkir kopi dan nasi uduk.
"Nak Ares? Tumben datang pagi-pagi?" pak satpam bertanya setelah meletakkan cangkirnya di atas meja.
Areska menoleh. "Tadinya sih mau nemenin Bapak sarapan, tapi nggak jadi keburu Bapaknya udah selesai."
Pak satpam dengan kumis tipis itu tergelak singkat. "Mau nambah ini rencananya, Nak Ares mau gabung?"
"Makasih, Pak. Lanjut aja, saya udah kenyang. Kalau gitu saya ke kelas ya, Pak." Areska dengan sopan pamit mengundurkan diri dari hadapan pak satpam.
"Silahkan."
Sepi, tidak ada di kelas XI IPS 2 yang hadir selain dirinya. Tentu, jarum jam masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Mungkin saja beberapa dari mereka masih ada yang terlelap di rumah.
Daripada tak melakukan apapun, Areska memutuskan untuk keluar kelas. Cowok itu meminta kunci ruangan olahraga pada penjaga sekolah untuk mengambil bola basket.
Ia pantulkan bola orange itu berkali-kali lalu melemparnya masuk ke dalam ring. Begitu seterusnya sampai dia muak sendiri melihat bolanya.
"Res!" suara berat seseorang memanggilnya, akibatnya bola yang akan dia lempar menuju ring menjadi salah sasaran ketika Areska refleks mencari keberadaan suara.
Terdapat Arjun baru saja datang dengan tas bertengger di bahu kanannya. Cowok itu hendak menuju kelasnya, namun, netranya menangkap sosok yang ia kenal tengah berada di lapangan seorang diri, melempar-lempar bola agak kasar.