Bab 5🐰

121 17 19
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Ruang kelas XI IPS 2 sudah lumayan ramai saat kaki Alea melangkah memasukinya. Hari ini dia berangkat lebih siang dari biasanya. Itu karena dia telat bangun.    
           
Terlihat teman-teman sekelasnya banyak yang sudah datang. Mereka duduk di bangkunya masing-masing, beberapa siswa rajin tengah fokus belajar dan selebihnya sekedar bergosip ria.
                                         
Meletakkan tasnya di atas kursi, Alea duduk sambil membaca buku novel yang baru saja dia ambil dari dalam tas. Alea memang sangat gemar membaca novel bergenre remaja. Menurutnya, selain mengisi waktu luang, membaca juga dapat menambah wawasan.
                   
Konsentrasi Alea dalam membaca buku seraya senyum-senyum tidak jelas seketika buyar saat tangan seseorang tiba-tiba menggebrak mejanya dalam sekali sentakan. Hal itu mampu membuat Alea terlonjak kaget.
                    
Kepala Alea sontak mendongak. Matanya menatap tajam pada sang pelaku yang sekarang cengengesan setelah berhasil membuat gadis manis itu kaget.
                         
"Ngagetin aja lo," delik Alea tampak menormalkan kembali detak jantungnya yang berpacu cepat.
             
"Hehe, sorry Alea." Abel menyengir lebar tanpa dosa. Gadis itu dengan seenaknya mendaratkan bokongnya di atas meja Alea.

Sontak Alea geleng-geleng kepala menatap kelakuan aneh teman barunya. Selama Alea hidup, baru kali ini ia bertemu teman yang kelakuannya sebelas, duabelas mirip dajjal. Abel si tukang rusuh, bar-bar yang hobinya teriak-teriak kayak tarzan sesat. Ya Alea akui sifat Abel seperti itu. Tidak ada feminim-feminimnya.

"Hai Alea! Baru dateng lo?" sapa Vivi, baru saja kembali dari toilet.

Teman Alea yang satu ini sama aja, kelakuannya hampir-hampir mirip dengan Abel. Tapi gadis berpipi chubbi itu lebih bisa sedikit di maklumi, dia orangnya lebih kalem.

"Hai Vi. Iya baru aja tadi."

"Tumben."

"Kesiangan."

"Gue tadi nyariin lo tau, kemana?" tanya Abel bersidekap dada. Matanya menatap lurus pada Vivi.

"Ke toilet. Gue tadi juga nyariin lo, gue kirain tadi lo lagi ngelo*te," sahut Vivi asal jeplak. Begitulah seorang Vivi, sekalem apapun dia, sekalinya ngomong bisa bikin naik darah. Ucapannya terlalu pedas.

"Anj--" mata Abel sontak melotot garang, tak terima saat di tuduh seperti itu oleh sahabatnya. Namun, kata-kata Vivi itu sudah menjadi makanan sehari-hari olehnya. Mau tak mau dia hanya bisa sabar menerima.

Beda lagi dengan reaksi Alea, gadis itu sontak terkejut dengan ucapan Vivi. Bahkan kembali menggelengkan kepalanya beberapa kali. Baru tahu, jika kedua temannya tidak ada yang benar.

"Eh, bentar-bentar. Gue perhatiin, kayak ada yang beda dari lo," ucap Abel menelisik seluruh penampilan Vivi dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Hingga akhirnya menemukan apa perbedaan Vivi hari ini, gadis dengan tampang bak preman itu membulatkan matanya sempurna.

ARESKA [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang